Download App

Chapter 2: Sebagai Penebusan Dosa

"Aku anaknya om Faizan?" tanya Lila dengan air bening yang telah tertampung dalam jumlah yang sangat banyak dan itu hanya butuh satu kedipan saja untuk luruh membasahi pipinya. Lila sama sekali kalau cara semesta mempermainkannya akan sedalam ini. 

"Papa tidak punya opsi lain selain berkata iya atas apa yang menjadi ucapan kamu barusan, La." Lila menilik dengan sangat tajam ke dalam dua manik mata milik sang papa dan memang tidak ada dusta di sini. Sama halnya dengan Malik, kini Lila pun tidak punya opsi lain selain menaruh rasa percaya yang sangat kuat untuk kata demi kata yang terus saja terlontar dari kedua bibir ranum milik lelaki yang Lila sangka adalah sumber cinta terhebatnya melainkan sumber patah hati yang paling hebat.

"Papa pasti bohong 'kan? Berhenti, Pa! Candaan papa barusan itu tidak ada lucunya sama sekali." Malik memang tidak menduga kalau apa yang dia katakan ini tidak akan mendapatkan respons yang mudah dari sosok yang ada di hadapannya saat ini, sangat dekat bahkan keduanya bisa saling merasakan helaan napas masing-masing. 

"La, mau sekuat apa pun kamu berkata atau mungkin meyakini apa yang papa katakan hanya bualan semata, hal tersebut tidak akan mungkin mengubah ketetapan semesta kalau kamu itu anak dari Sabrina Megantara dan Faizan Saskara bukannya dengan Malik Bagaskara." 

Bahkan kata berat sekali pun tidaklah cukup untuk menggambarkan seorang Arkadewi Kahlila Bagaskara rasakan saat mendengar kata demi yang terus saja terlontar dari kedua bibir ranum milik sang papa. Apa yang terjadi saat ini adalah hal yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. 

"Lalu kenapa aku bisa bermuara sama papa?" Bahkan sampai detik ini pun Lila masih menganggap apa yang dia dengar hanya sebuah fatamorgana saja, tapi sayang bukan seperti itu kenyataan yang sebenarnya terjadi. Bahkan kedua indra pendengaran milik Lila saat ini pun masih berfungsi dengan sangat baik jadi tidak mungkin kalau dia salah  mendengar tentang ini. Tidak ada yang keliru dalam hal ini. 

"Kita nyekar aja ya dulu? Abis itu kita pulang papa akan cerita semuanya ke kamu tanpa ada yang papa lewatkan meski hanya sedikit. 

Lila menilik lagi dengan sangat tajamnya ke dalam dua manik mata milik papanya dan yang dia temui di sana hanya kejujuran tidak ada dusta meski itu hanya secuil sehingga tidak ada lagi alasan untuk Lila menganggap ini sebagai dusta.

"Papa nggak bohong 'kan ama aku?" Mendengar apa yang Lila katakan dengan sangat cepatnya Malik pun menyunggingkan kedua bibir ranumnya lalu menarik Lila lagi untuk masuk ke dalam dekapannya mengunci dengan sangat erat tubuh ringkih milik Lila. 

"Sejak kapan juga papa ini bohong sama kamu, La?" Mendengar apa yang dikatakan oleh Malik kini Lila tidak memiliki lagi pilihan selain mengikuti aturan main yang sedang ditetapkan oleh papanya. Bagaimanapun ke depannya bagi Lila, Malik tetaplah seorang ayah untuknya. Bahkan pria paruh baya itu pun tidak pernah gagal untuk menjadi garda terdepan untuknya.

"Aku ikut papa aja," putus Lila pada akhirnya. Apa pun itu yang jelas semua tanya di dalam benaknya terjawab tanpa ada yang terlewatkan. 

"Zan, sudah waktunya untuk Lila tahu semua yang terjadi antara kita bertiga di masa lalu," ucap Malik setelah dia dan juga Lila selesai membacakan doa untuknya. 

Lalu bagaimana dengan Lila saat ini? Tak perlu ditanya, sangat jelas terlihat kalau saat ini sedang memutar keras otaknya mencari kemungkinan yang paling mungkin tentang apa yang terjadi di masa lalu. 

Sedikit pun Lila tak pernah menyangka kalau masa lalu orang tuanya akan sepelik ini. 

"La, kita pulang yuk!" Lila saat ini sangat tidak bisa untuk berkata tidak atas apa yang menjadi keinginan papanya, apa pun itu yang jelasnya bisa untuk menyingkap semua tabir ini tanpa ada yang dia lewatkan sedikit pun. 

Lila sudah terlalu lelah, jadi dia hanya menjawab apa yang papanya katakan dengan gerakan kepala naik turun sangat mantap keraguan sama sekali. 

***

"Kamu sudah siap, La?" tanya Malik dan Lila yang sedari tadi menunggu hal ini hanya bisa mengangguk. 

"Aku tidak punya lagi pilihan lain selain iya, Pa." Malik sedikit menarik sebelah ujung bibirnya membentuk senyum renjananya dan siapa pun biasa melihat kalau saat ini semua yang ada di dalam hidup pria paruh baya itu hanya penuh dengan sandiwara. 

"Papa tahu ini sulit. Papa pun merasakan hal yang sama seperti kamu, La." Ada jeda yang tercipta dari kedua bibir ranum milik Malik, tapi di sisi lainnya lagi Lila pun tidak ingin untuk mendesak sang papa agar cepat menuntaskan apa yang ingin dikatakannya. Kenapa? Ya sama, seperti yang Malik katakan di awal kalau ini memang sulit. 

Kalau mau dijadikan perbandingan yang berat itu siapa, Lila atau Malik? Maka sudah pasti itu adalah Malik, karena luka lama yang mungkin sudah kering harus dia buka kembali dan hal tersebut bukanlah hal yang mudah. 

"Aku anak benar anak om Faizan?" Sepertinya Lila pun memiliki rasa ingin tahu yang tinggi tentang apa yang terjadi saat ini. 

"Seperti yang kamu dengar tadi kamu itu anak Faizan Saskara dan Sabrina Magfirah. Masih seperti itu dan selamanya akan terus seperti itu, La. Nggak ada yang bisa untuk membantahnya. 

"Tapi di akta kelahiran aku tertulis jelas kalau nama orang tuaku itu Malik Bagaskara dan Sabrina Magfirah, Pa." Untuk apa yang dikatakan barusan oleh Lila, Malik pun tak memiliki cara untuk menampiknya dan memang benar kalau yang tertuang di akta kelahiran Lila adalah anak Malik. 

"Karena yang memiliki bundamu secara sah dan negara adalah papa, tapi yang memiliki hati bundamu tetaplah ayahmu. Belajarlah untuk berdamai dengan apa yang menjadi kenyataan sesungguhnya. Papa tahu ini tidak mudah, tapi tidak ada yang tidak mungkin kalau Tuhan sudah menetapkannya 'kan?" Lidah milik Lila mendadak kelu dalam waktu yang cepat, ada banyak kata yang ingin untuk diimplementasikannya lewat kata-kata, tapi diam adalah jalan ninja terbaik untuknya saat ini. 

"Bunda selingkuh?" tanya Lila dan apa yang menjadi terkaannya pun kini diamini dengan sangat cepatnya dengan gerakan kepala naik turun dari Malik. 

"Mungkin kita bisa menyebutnya seperti itu." 

"Dan papa terima aja apa yang bunda lakuin?" Ada banyak air bening yang tertampung di kedua manik mata milik Lila dan hanya butuh satu kedipan untuk itu luruh lalu kemudian menganak sungai di kedua pipinya. 

Malik tidak lantas menjawab apa yang menjadi pertanyaan milik Lila yang dia klaim sebagai malaikat hidupnya. 

"Pa, kenapa?" tanya Lila sekali lagi dan kali ini dengan nada yang penuh desakan. 

"Sebagai wujud penebusan dosa, La." Sebelah alis milik Lila terangkat baik saat mendengar apa yang papanya katakan. 

"Penebusan dosa? Dosa apa yang harus ditebus apa?" tanya Lila yang tanpa dia sadari suaranya saat ini naik satu oktaf lebih tinggi dari yang sebelumnya. 


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login