Download App

Chapter 2: 2. Bocah Bengal

Tiga bulan setelahnya.

"Hey, bocah bengal! Bangun kau, sampai kapan kau tidur terus seperti itu, huh!"

Kasim, seorang mandor di sebuah pabrik es batu menendang pantat bocah yang dikatainya bengal. Mandor itu mendengus sambil misuh-misuh dan tak lupa menepuk-nepuk topi tua nya dari debu.

Sang bocah bengal yang menghabiskan sepanjang siang bernaung di pondok kayu tua yang terletak di pinggir sungai yang menjorok ke laut pun terbangun dari mimpi indahnya. Bocah yang tak pantas dikatai bocah itu terperanjat hebat dan melompat bak prajurit siap berperang.

"Ada apa, Bah? Ada apa?" seru si bengal.

Kasim yang disebut Abah oleh semua masyarakat kampung pesisir pun duduk di pondok kayu yang sempat menjadi peraduan si bengal. Kasih masih misuh-misuh. Pria paru baya itu terlihat kesal bukan main oleh sesuatu yang hanya diketahuinya.

Di depan kasim berdiri linglung si bocah bengal. Sesungguhnya si bengal adalah seorang pemuda berusia matang yang tak pantas disebut bocah, namun kelakuannya yang terkadang tidak masuk akal, tampak linglung bin bodoh dan sangat tidak sesuai dengan usianya, membuat semua orang menyebutnya dengan sebutan si bocah bengal. Tak ada yang tahu nama asli si bocah bengal, tak ada yang tahu pula asal usul yang sebenarnya, yang masyarakat kampung pesisir tahu hanyalah kenyataan bahwa tiga bulan yang lalu si bocah bengal hadir di antara mereka.

Pelakunya adalah Kakek Didin dan Nenek Wati. Sepasang lansia itu membawa seorang pemuda aneh sepulang berkunjung dari saudara di pegunungan. Semua orang di kampung pesisir tahu bahwa Kakek Didin dan Nenek Wati memiliki anak bujang yang tinggal di kota besar, anak bujang itu jarang pulang atau mungkin sudah hampir lupa jalan pulang sehingga tak pernah terlihat sejak bertahun-tahun lamanya. Walau begitu, masyarakat kampung pesisir tahu bahwa anak bujang yang lama tak pulang itu bukanlah anak bujang yang mereka bawa, bukan hanya karena fisiknya yang berbeda, namun juga sebutannya yang tak sama.

Anak lelaki nenek wati bernama Dadang, sedangkan pemuda linglung ini disebut dengan nama Joko. Entah Joko Tingkir atau Joko Tarub, yang penting namanya Joko. Rambut lurus dan hitamnya gondrong sepunggung, kumis dan jenggot tebal, kening dan tatapan mata tajam, hidung bangir, dan sering menampilkan senyum cengengesan yang menyebalkan. Tubuh Joko kurus, tinggi dan ramping.

Joko bukan anak baik yang bisa membuat Nenek Wati bangga karena sudah memungutnya dari antah berantah, dia bocah yang nyeleneh, sakarep dewe' kalau kata orang Jawa, sudah begitu suka mengganggu anak gadis tetangga. Sungguh, tak ada bagus-bagusnya!

Semua warga kampung berpikir bahwa sebenarnya Joko adalah ODGJ muda yang dipungut oleh Nenek Wati dan Kakek Didin untuk menemani masa tua mereka yang kesepian dan merindukan putra mereka yang entah dimana sekarang. Pasalnya, Joko menampakkan tanda-tanda aneh yang sering muncul dari para ODGJ.

Setiap kali ditanya tentang asal usulnya, Joko bengong lalu meringis. Saat ditanya berapa usianya, Joko semakin bengong lalu meringis semakin besar. Saat ditanya siapa nama aslinya, Joko yang linglung semakin linglung dan tertawa terbahak-bahak.

Pemuda itu benar-benar seperti orang gila selama sebulan pertama keberadaannya di kampung pesisir. Semua orang mengatainya banyak hal, namun Joko acuh tak acuh dan terus mengikuti kakek Didin kemanapun melangkah. Baik melaut, maupun bekerja kasar di daratan.

Saat Kasim melihat betapa kuat tenaga Joko dalam bekerja kasar di pesisir, Kasim pun tertarik untuk menjadikan Joko salah satu kacungnya di pabrik PT. Sari Tanjung, pabrik yang menghasilkan balok es berkualitas tinggi dan bisa digunakan untuk keperluan industri besar maupun kecil.

Sejak saat itu Joko menjadi tangan kanan Kasim yang bertugas mengangkut es, memasukkan es ke dalam truk, dan memastikan setiap proses berlangsung sesuai dengan standar. Tentu saja, Kasim bukannya pria bodoh yang akan mencari pegawai tak waras, namun di tengah bangkrutnya PT. Sari Tanjung dan masalnya PHK, membuat Kasim Sang Mandor kehilangan banyak pegawai yang selama ini membantunya, sehingga Kasim pun membutuhkan tenaga murah yang takkan repot-repot menuntut kesejahteraan, kenaikan gajih, dan beban lainnya pada perusahaan, dan orang yang paling tepat untuk saat ini adalah Joko. Si Pemuda perkasa yang siap bekerja berapapun upah yang akan didapatkannya.

Joko ternyata mampu berkoordinasi dengan baik, pemuda itu mampu mengerti semua perintah Kasim dan belajar dengan sangat cepat. Sesekali, Joko bisa membuat kagum sungguhan, kagum karena kecepatannnya, bukan kagum karena kegilaannya.

"Sudah siang, Bengal! Cepat kamu angkut semua balok es itu ke dalam truk. Aku harus segera mengirimkannya sebelum Nyonya Tanjung marah besar!"

Pemuda itu linglung sesaat, kemudian menepuk keningnya dengan keras. Seingatnya, dia sedang istirahat menikmati semilir angin pesisir tapi ternyata istirahat yang damai itu membuatnya terlelap hingga lupa waktu.

Pantas jika Kasim sampai misuh-misuh dan cemberut seperti itu, mungkin Nyonya Tanjung sudah memarahinya karena telat mengirim balok es ke pabrik ikan yang ada di desa sebelah. Lagi-lagi Joko hanya meringis dan cengengesan sambil menggaruk lehernya.

"Maaf, Bah. Saya ketiduran." Ujar Joko sambil memamerkan gigi-giginya yang putih dan rapih.

"Kebiasaan! Bukannya bekerja, kamu malah tidur disini!"

"Iya, lagipula saya kelelahan setelah mengangkut tujuh puluh balok es seorang diri."

"Loh, si Supardi kemana? Kenapa kamu sendiri?"

Joko mengangkat kedua bahunya, "Tidak tahu, Bah. Ya sudah, saya ngangkut balok es lagi."

"Ya, sana cepat angkut sebelum Abah kena marah Nyonya Besar lagi!"

Nyonya besar tanjung adalah Diandra Tanjung, istri sah Adimas Tanjung. Sejak tiga bulan yang lalu Adimas Tanjung terkena stroke dan tak bisa beraktifitas normal seperti biasanya, sebab itu kepemimpinan bisnis keluarga Tanjung pun turun ke tangan istri sahnya.

Bisnis keluarga Tanjung yang sejak semula sudah tidak sehat, semakin hancur berantakan hingga menyebabkan beberapa perusahaan lepas dari tangan mereka dan hanya menyisakan satu pabrik es balok tua yang berada di daerah pesisir. Keluarga Tanjung yang terbiasa hidup di kota besar pun tersudut ke pesisir, tinggal di istana lama mereka dan menjalankan bisnis yang tersisa, itu pun dengan pontang panting karena harus melakukan efisiensi dana perusahaan dengan mem-PHK sebagian besar karyawan yang ada. Tersisalah Kasim, Joko dan beberapa pegawai lain yang sangat dibutuhkan.

Joko pun berbelok memasuki gerbang pabrik, betapa kagetnya pemuda itu saat hampir bertabrakan dengan bidadari syurga yang sangat cantik.

Bidadari itu tampak menangis, wajahnya memerah menahan emosi yang membuncah, bibirnya yang manis tampak basah menggoda.

Joko terpesona.

Selalu terpesona melihat kecantikannya.

Bukannya bersimpati, bocah edan itu justru cengengesan melihat anak gadis yang menangis.

"Cieeee, nangis, pasti Mbak nyariin Joko ya? Kangen ya? Ih, Si Mbak, padahal Joko tidak kemana-mana loh, Joko Cuma istirahat sebentar, kok ditinggal istirahat saja sudah serindu ini sih, Mbak…"

***


Load failed, please RETRY

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login