Download App

Chapter 3: Perihal Menikah

Gheza beserta sekretaris dan asistennya mengikuti langkah pria itu. Mereka melewati tempat makan yang dibuat lesehan dengan meja besar di tengah-tengah. Tempat seperti itu biasanya untuk menjamu pelanggan dengan keluarga besar. Hampir semua meja terisi penuh. Setelah itu ruangan disekat dengan dinding semi permanen dan dihias sedemikian rupa, tempat kali ini terlihat lebih minimalis dan romantis. Mungkin diperuntukkan bagi tamu berpasangan, khususnya muda-mudi, karena yang berada di sana rata-rata anak muda.

Mereka terus masuk ke bagian dalam. Lagi-lagi ketiganya dibuat terpukau, ruangan yang ini benar-benar mirip dengan restoran kelas atas. Tentu ini sering digunakan oleh orang-orang berkantong tebal dan acara-acara khusus, seperti Gheza saat ini misalnya.

Ternyata bukan restoran Padang biasa. Tempat ini benar-benar layak disandingkan dengan restoran mewah yang biasa Gheza datangi.

"Selamat datang di restoran kami, Tuan Gheza," sambut pak Wicaksana yang sudah menunggu.

"Gheza saja. Tidak pantas rasanya dipanggil Tuan," tolak Gheza ramah.

Pak Wicaksana mempersilakan mereka duduk dengan gerakan tangan. Gheza langsung duduk di kursi yang sudah disiapkan untuknya. Dion dan Novita juga duduk di kursi seberang. Dua orang itu juga tak kalah takjub dengan desain restoran yang baru kali ini mereka sambangi.

"Maaf jika sambutan kami kurang memuaskan. Sebelum membicarakan bisnis, bagaimana kalau langsung memilih menu terbaik kami?" tawar pak Wicaksana. Tak sabar memamerkan rasa yang khas dari makanan yang tersedia.

Seringai kecil muncul di bibir Gheza, "Boleh juga."

Dion dan Novita saling lirik, baru kali ini Gheza terlihat santai dan lunak dalam urusan bisnis. Biasanya mana mau dia berbasa-basi, apalagi hanya demi sepiring menu makanan yang bisa dia dapatkan di mana dan kapan saja. Tetapi mereka tidak berani protes, lebih tepatnya juga ikut menikmati suasana tenang dan santai yang sangat langka ini.

Pak Wicaksana terlihat menggerakkan tangan, lalu seorang wanita berseragam hitam putih muncul dari arah belakang.

Awalnya Gheza acuh pada kedatangan orang itu, tetapi saat sosok tersebut berhenti tepat di depannya, mau tak mau dia menoleh sekilas.

"Silakan pilih, Tuan. Ini adalah menu terbaik kami hari ini."

Gheza tertegun sejenak. Tanpa sadar menelan saliva hingga jakunnya naik turun. Segera dia memalingkan wajah pada lembaran menu yang kini berpindah ke tangannya. Sempat ia melirik name tag yang ada di baju wanita itu. 'Ulfa'.

'Nama yang bagus,' ucap Gheza dalam hati sambil tersenyum tipis.

"Restoran ini sudah sangat bagus, kenapa Bapak butuh desain interior lagi?" tanya Gheza saat sudah memesan menu yang dia inginkan.

"Kami ingin membuka cabang baru di daerah pinggiran kota. Tentu Anda tahu bahwa di sana sedang dibangun gedung-gedung baru. Sasaran utama adalah para pekerja bangunan, mahasiswa, dan orang-orang baru atau para investor yang pasti banyak berdatangan dari luar kota. Kami ingin restoran itu nantinya bergaya pedesaan, tetapi tetap mengutamakan ciri khas berkelas. Sehingga bisa menarik minat pelanggan dari berbagai kalangan."

"Kenapa tidak seperti ini saja konsepnya?" tanya Gheza. Menurutnya restoran ini sudah mewakili semua ide yang diutarakan pak Wicaksana barusan.

"Saya ingin restoran itu ditangani oleh seorang ahli seperti Anda, sehingga semua bisa totalitas. Kalau restoran ini adalah karya amatir dari manajer kami. Semua konsep dia yang tentukan." Wajah pak Wicaksana terlihat begitu bangga dengan setiap penjelasan yang keluar dari mulutnya.

"Manajer?"

"Iya, wanita yang tadi itu manajer kami. Dari kalangan biasa, tapi punya kemampuan luar biasa menurut saya. Andai saja pendidikannya tinggi, tentu saya akan menawarkan pekerjaan yang lebih baik untuknya."

Gheza mengerutkan kening.

Pak Wicaksana melanjutkan penjelasannya karena tahu bahwa Gheza belum mengerti maksud ucapannya.

"Dia hanya tamat SMA."

"Waw! Hanya tamat SMA tapi bisa membuat konsep restoran seperti ini?"

Pak Wicaksana mengangguk jemawa. Penilaiannya pada manajernya tentu tidak salah. "Itu sebabnya saya berani mengangkatnya menjadi manajer meski tidak punya ijazah sarjana. Ya ... meskipun awalnya dia diragukan banyak orang. Tapi karena keyakinan saya dan juga kerja kerasnya, ya ... inilah hasilnya."

"Mata Anda sangat jeli sebagai pengusaha. Saya yakin Anda akan sukses besar nantinya," puji Gheza. Tak ayal dia makin penasaran dengan sosok itu. Ya, gadis manajer bernama Ulfa.

*

"Cari tahu tentang gadis tadi," perintah Gheza pada Dion saat mereka sudah menyelesaikan urusan dengan pak Wicaksana dan kembali ke kantor.

"Gadis, yang mana, Tuan?"

"Manajer restoran."

"O-oh, baik, Tuan." Dion mengulum senyum, baru kali ini bosnya secara khusus mencari informasi seorang gadis. 'Semoga masa lajangmu segera berakhir, wahai Bos besar.'

"Hari ini juga!" Gheza seperti orang yang tidak sabar.

Langkah Dion kembali terhenti saat sudah di ambang pintu. "Baik, Tuan."

'Dasar bujang berkarat, seperti baru pertama melihat wanita saja,' gerutu Dion lagi.

"Ada apa?" tanya Novita saat melihat Dion keluar dari ruangan Gheza dengan terburu-buru.

"Semoga bosmu itu segera menemukan jodohnya."

"Apa maksudmu?" Novita mengerutkan dahi.

"Ingat manajer restoran yang selalu dipuji-puji pak Wicaksana tadi?"

Novita langsung mengangguk.

"Sepertinya dia tidak buruk jadi pasangan bos." Setelah itu Dion berlalu, tidak ingin membuang waktu mengingat bosnya menginginkan informasi tersebut sesegera mungkin.

"Wanita tadi? Bagus juga. Walaupun cuma seorang manajer," ucap Novita pada diri sendiri. Dia juga sudah muak dengan anggapan orang yang sering menyebutnya sebagai simpanan Gheza. Padahal dia sendiri sudah punya pacar yang sebentar lagi naik pangkat menjadi tunangan. Hanya saja pekerjaan sebagai sekretaris Gheza membuat dia sibuk hampir sepanjang waktu. Jika bosnya itu sudah punya pendamping, tentu tugasnya akan sedikit berkurang. Terutama tugas keluar kota yang hampir tiap bulan memenuhi jadwal.

Tanpa terasa senyum manis tersungging di bibirnya. Membayangkan Gheza akan segera menikah membuatnya sedikit lebih bersemangat dalam bekerja. Apalagi mengingat wajah tampan pacarnya yang seakan tak sabar untuk bertemu di hari libur nanti.

*

"Single. Kerja sejak usia sembilan belas tahun. Sekarang usianya dua puluh empat tahun. Selain jadi manajer di restoran pak Wicaksana, dia mulai merintis usaha rumah kontrakan. Saat ini dia baru punya lima pintu kontrakan, dan ada lima belas pintu yang masih dalam tahap pembangunan."

Gheza mendengarkan dengan baik informasi yang disampaikan oleh Dion. "Hanya itu?"

"Ya, Tuan. Hanya itu."

"Rumah orang tuanya, asal usul keluarganya?"

"Sulung dari dua bersaudara. Adik perempuannya juga baru merintis usaha kuliner di desa. Keluarganya tinggal di desa Wonosari."

"Terdengar menarik, sepertinya dia berbakat di bidang kuliner dan desain. Bagus. Bonus kamu saya tambah bulan ini."

Dion hanya mengangguk, padahal dalam hati dia bersorak girang. Suasana hati Gheza benar-benar sedang baik. Beberapa tahun bekerja, baru kali ini bonusnya bertambah hanya karena mencari informasi seorang gadis.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login