Download App

Chapter 5: Menggenggam Rasa Sakit

Barangkali andai diberi nyawa, sebatang pensil yang kini berada dalam genggamannya mungkin siap menjerit keras sebelum dipatahkan. Acacia melakukan penyiksaan terhadap benda tersebut karena merasa jenuh pada materi yang diberikan oleh asisten dosen Pak Herman, beruntung sebentar lagi mata kuliah ini akan segera selesai.

Sembari menunggu waktu habis, Acacia menopang dagunya menggunakan satu tangan. Selang beberapa detik, akhirnya waktu pelajaran mata kuliah kali ini sudah selesai. Semua bersorak senang karena bisa pulang dan bersantai terlebih dahulu sebelum menghadapi matkul selanjutnya yang akan dilaksanakan pada sore hari nanti pukul empat.

"Jangan langsung pulang, ya? Kita kumpul-kumpul dulu," pinta Bisma kepada kedua sahabat perempuannya.

"Boleh! Aku juga lagi males di rumah," jawab Karina

Acacia yang tidak kunjung menjawab dan hanya diam saja membuat Bisma maupun Karina kini menatap heran perempuan itu. Acacia terlihat melamun dengan tatapan mata yang begitu kosong, bahkan jelas sekali matanya sedang berkaca-kaca.

Karina memutuskan untuk menepuk pelan pundak Acacia, membuat perempuan itu mengerjap halus karena merasa terkejut. "Eh? Ada apa?" tanya Acacia bingung.

Bisma menghela napasnya karena melihat tingkah aneh Acacia. "Kenapa, Ca? Jangan bilang ini masalah si Kenzo?"

Acacia membasahi bibir bawahnya karena merasa gugup jika ditanya hal yang berkaitan tentang Kenzo, entah kenapa hari ini Acacia hanya ingin diam dan tidur saja di kost-an. Acacia benar-benar tidak mood dalam melakukan apapun setelah kejadian kemarin, mentalnya benar-benar kacau.

"Ah ... enggak kok," jawab Acacia seraya tersenyum paksa. "Daripada kita masih di kelas mending beli makan atau minum gitu, haus aku," usulnya.

"Kamu ngga usah pulang ke kost-an, ya? Kita cari makan terus nunggu sampai matkul selanjutnya, gimana?" usul Karina.

Acacia hanya mengangguk lesu dan berjalan terlebih dahulu, kedua sahabatnya kemudian mengikuti dari belakang. Jika boleh jujur, Acacia jadi tidak semangat lagi untuk belajar. Terlebih lagi saat memikirkan Kenzo yang masih satu fakultas dengannya, membuat Acacia menjadi malas sekaligus takut.

Rasa sakit akibat perbuatan keji Kenzo masih teringat jelas di pikirannya, ia jadi merasa trauma dan enggan berhubungan dengan laki-laki lagi. Sejujurnya, walau wajahnya menampakkan ekspresi biasa saja ... dalam hati ia menangis dan menyalahkan dirinya sendiri.

Ketika sudah sampai di kantin, Acacia menelungkup kan tangan di atas meja dan memejamkan mata untuk tidur sejenak. Karina dan Bisma yang melihat tingkah Acacia hanya bisa menghela napasnya, jika sudah terlihat lesu seperti ini ... mereka sangat yakin penyebabnya adalah Kenzo.

"Eh, Ca ... aku masih bingung. Tadi waktu dalam perjalanan pas mau masuk ke dalam kelas, emang Ka Tara enggak lihat kamu atau gimana? Kalian enggak papasan gitu?" tanya Bisma karena merasa penasaran.

"Hampir aja ketahuan, cuman ... aku bisa masuk kelas hari ini, itu semua berkat Ka Gavin. Dia udah nolongin aku."

Bisma dan Karina yang mendengarnya membelalakkan mata, mereka tidak menyangka seorang Gavin Adhitama yang menjabat sebagai presiden mahasiswa atau ketua BEM di kampusnya membantu Acacia. Bahkan, Gavin terkenal sangat dingin dan cuek terhadap mahasiswi.

"Gila ... bisa-bisanya kamu di tolong sama ka Gavin! Ini benar-benar kejadian langka, sih!" seru Karina menggebu-gebu.

Namun, orang yang diajak berbicara justru sedang melamun. Benak Acacia penuh disusupi oleh tujuan dari nomor yang tidak dikenalinya, nomor yang kemarin mengirim pesan berupa bukti perselingkuhan kekasihnya. Memikirkannya saja membuat kepala Acacia pusing sendiri.

"CA!" tegur Karina dan Bisma bersamaan saat melihat Acacia sedang melamun.

Acacia menoleh, ia menghembuskan napasnya pelan seraya memejamkan mata karena merasa terkejut akibat teriakan kedua sahabatnya. Mengusap wajahnya kasar, Acacia lantas berdiri. Ia merasa harus menenangkan diri terlebih dahulu, mentalnya masih belum siap saat ini.

"Aku mau pulang ke kost-an aja, deh. Pusing banget, apalagi mual pengen muntah. Kayaknya aku lagi enggak enak badan," ucap Acacia yang membuat pandangan Karina dan juga Bisma berubah menjadi khawatir.

"Aku anterin pulang, ya?" tawar Karina tetapi ditanggapi gelengan kepala oleh Acacia.

"Nggak perlu, Kar. Lagipula, kost-an aku dekat. Niatnya aku mau istirahat bentar, nanti syukur-syukur kalau agak mendingan aku berangkat. Kalo engga berati aku sakit, ok?"

Bisma dan Karina mengangguk. "Hati-hati, Ca!" seru mereka berbarengan.

Acacia tersenyum manis sebelum pergi meninggalkan tempat makan, di dalam perjalanan ia sibuk merenung dan menerka-nerka apa yang mungkin akan terjadi selanjutnya. Bagaimana jika nantinya Kenzo menyebarkan video hubungan panas yang mereka lakukan?

Sejujurnya, ada alasan lain mengapa Acacia tidak ingin berangkat kuliah sore ini. Itu semua karena Kenzo juga mengambil matkul yang sama dengannya untuk pelajaran Bu Rahma. Acacia rasa, untuk menghadapi Kenzo ia tidak mungkin sanggup.

Saat asik berjalan sambil melamun, Acacia tanpa sadar menabrak seseorang. Alangkah terkejutnya ia melihat lelaki yang ditabraknya adalah Kenzo. Jantungnya seketika berdetak dengan kencang, bahkan Acacia seakan tidak bisa bernapas secara normal.

"Halo, Babe!" sapa Kenzo sambil tersenyum manis.

Bukannya terpesona, Acacia justru semakin takut ada makna tersembunyi dari senyuman yang Kenzo berikan. Tanpa perlu basa-basi lagi, Acacia memilih pergi daripada terjebak oleh seseorang yang menjadi alasan ia dilema saat ini.

Saat kakinya akan melangkah pergi, Kenzo terlebih dahulu menahan lengannya dengan kuat seperti tidak akan pernah melepaskan Acacia. Mata Acacia kembali berkaca-kaca karena takut pada Kenzo.

"Mau kemana? Aku baru datang, loh!" kesal Kenzo karena Acacia mengabaikannya begitu saja.

"Lepas! Kita itu udah putus! Jadi jangan panggil aku dengan sebutan babe, sayang, atau semacamnya!"

Kenzo menyeringai mendengar perkataan Acacia. "Apa? Jadi kamu berani ngancam aku? Jangan lupa Ca, kalo aku punya senjata rahasia yang bisa buat kamu hancur berantakan. Kamu mau, hem?"

Acacia menggeleng dengan air mata yang kembali menetes membasahi pipi, ia benar-benar muak akan sikap Kenzo yang selalu semena-mena. Ingin rasanya Acacia melawan, akan tetapi ancaman Kenzo memang begitu menyeramkan.

Dengan berat hati Acacia menatap kedua bola mata Kenzo dengan intens. "Aku bakal turutin semua keinginan kamu, asal ... kamu jangan sebar vidio itu."

Kenzo tersenyum penuh kemenangan, ia lalu merangkul Acacia dan mengelus bahu perempuan itu dengan perlahan. Tidak ada yang bisa Acacia lakukan lagi selain pasrah seperti ini, sebab ia tidak mungkin mengambil resiko. Acacia hanya tidak ingin sesuatu terjadi dan hal itu membuat kedua orang tuanya kecewa terhadap perbuatannya, ia belum sanggup menghadapi kedua orang tuanya.

"Good girl, kalau gitu kamu ikut aku."

"Kemana?" tanya Acacia. Bagaimanapun ia harus tetap waspada.

Salah satu alis Kenzo naik ke atas. "Jangan banyak tanya, Ca. Jangan lupa sama perkataan yang kamu ucapin tadi, di mana kamu mau nurutin semua permintaan aku."

"Oke, fine! Kalau gitu aku bakal diem aja hari ini!"

"Ya udah ... ayo berangkat sekarang, kita ke apartemenku."

Mata Acacia kembali terbelalak, ia jadi semakin takut Kenzo akan melecehkannya lagi. "Ma-u ngapain ...?"

"Secret," bisik Kenzo lirih di telinga Acacia.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C5
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login