Download App

Chapter 2: Bab 2 Setelah Hujan

Aku masih tidak menyangka bahwa Nandan masih berada disana, bahkan anak laki-laki itu tidak mengeluh atupun mengerutu, Kulihat ujung rambutnya basah, bajunya juga terlihat lembab, badannya nyaris mengigil, dan sudah pasti anak itu sedang kedinginan.

Aku mengeluarkan jaket hitam dari dalam tasku, itu bukan jaketku melainkan jaket Irma teman sekelasku yang ku pinjam beberapa waktu lalu, Ku rasa tidak akan berdosa meminjamkan barang milik orang lain demi rasa kemanusiaan.

"Pakai ini" Ujarku sambil mengulurkan jaket itu kepada Nandan.

"Seharusnya aku yang meminjamkan jaketku disaat dingin seperti ini"

"Kamu bisa meminjamkan jaketmu lain kali, sekarang pakai jaket ini dulu"

"Kalau ada yang marah bagaimana?"

"Memangnya siapa yang mau marah?"

"Pacarmu misalnya"

"Aku ndak punya pacar"

"Jadi anak laki-laki tadi bukan pacarmu? Alhamdulilah"

"Hah? Anak laki-laki yang mana?"

"Yo wes ndak usah di pikirkan, ayo pulang"

Setelah memakai jaket dariku Nandan kembali menjalankan motornya, Aku merasa bersalah karna sudah membuat ia menunggu selama itu, terlebih basahan dirambutnya membuat jiwa ku yang rapuh semakin tak tega, aku mengambil tisu didalam tasku, Ku usap pelan sisa air hujan di ujung rambut anak laki-laki itu.

"Rambutmu sampai basah begini, maaf ya? Aku ndak tau kalau rapatnya selama itu"

"Ndak apa-apa"

"Beneran Ndak apa-apa?"

"Iya, selama itu kamu aku ndak apa-apa"

"Kamu itu lagi ngerayu atau memang cara ngomong kamu kayak gini ke semua orang?"

"Aku ndak ngerayu"

"owh jadi memang cara ngomong kamu kayak gini ke semua orang?"

"Engak kok sumpah"

"Terus kenapa kamu ngomongnya kayak gini sama aku?"

"Ya karna aku mau"

"Mau apa?"

"Mau sama kamu"

"Tak aduin ke ayahku ya kamu"

"Jangan!"

"Kenapa"

"Ayahmu galak"

"Kamu ngatain ayahku?"

"Enggak, bukan itu maksudku?"

Kami terus saja mengobrol di perjalanan pulang, Nandan rupanya cukup menyenangkan, dia tidak pernah kehabisan topik pembicaraan, Sayangnya hujan kembali datang membuat kami terpaksa berhenti untuk berteduh, Di teras pertokoan yang hanya buka setiap hari pasaran.

"Kamu kedinginan?"

Nandan sepertinya melihat tanganku yang sedikit bergetar, wajahku pasti juga memucat karna sungguh suasana hari itu benar-benar sedingin kulkas.

"Lumayan"

Nandan, anak laki-laki itu tiba-tiba memutus jarak diantara kami, ia mendekat hingga siku kami saling bersentuhan.

"Sekarang gimana? Apa masih kedinginn?"

"Malah makin dingin, lihat ini tanganku sampai kerutan begini"

"Setidaknya aku sudah berusaha, kan tidak mungkin kita berpelukan Cuma karna kedinginan"

"Memangnya siapa yang minta berpelukan?"

"Kamu"

"Kapan?"

"Nanti kalau kita sudah pacaran"

Hujan mereda menjadi gerimis kecil yang kurasa tidak masalah berkendara dibawahnya. Nandan kembali melajukan motornya, ia memintaku berteduh dibalik badannya dan jika mau aku boleh berpegangan di ujung bajunya asalkan tidak sampai merobeknya.

Sampai dirumah aku langsung mengeringkan rambutku dan mengganti pakaianku, menyeruput teh hangat buatan bundaku yang baru ku minum setengan dan sudah di rebut oleh adikku.

"Bun! Mahen Bun!"

"Mahen jangan iseng!" Teriak bundaku yang sedang sibuk menghitung jumlah kas pengajian.

"Aku cuman nyobain sesruput tehnya kak Rindi Bun"

"Rindi jangan pelit" Bundaku berteriak lagi.

Setelah merasa di bela, Mahen akan langsung menjulurkan lidahnya kepadaku, anak itu, kurasa ia adalah titisan Dakjal.

1 Pesan Diterima,,

Aku sedang minum teh hangat, kamu sedang apa?

Pesan itu ku dapat dari nomor yang belum tersimpan namanya di ponselku.

1 Pesan Diterima,,

Kamu boleh menyimpan nomorku

1 Pesan Diterima,,

Nandan

Anak laki-laki itu lagi, Dari mana dia mendapatkan nomorku? Kenapa tiba-tiba dia datang kekehidupanku? Aku terus betanya-tanya, apakah dia hanya ingin berteman ataukah sesuatu yang lebih dari sekedar teman?, Entahlah kurasa lebih baik aku tidur siang dari pada memikirkan hal-hal seperti itu.

Sore hari menjelang adzan aku pergi ke langgar yang letaknya hanya beberapa meter dari rumahku, Aku, Siti,Tika dan lilik, kami selalu menyempatkan diri datang ke langgar untuk sholat magrib dan menggaji setiap harinya. Pak Haris adalah orang yang selalu mengimami sholat magrib dan isya, beliau juga adalah orang yang sudah mengajari kami mengaji.

Sayangnya sore itu pak Haris tidak datang, beliau di undang ceramah ke kampung etan, jadi petang itu aku dan teman-teman saling menyimak dan mengaji secar bergantian.

"Au zubilah himinas saiton nirojim bismillah hirohman nirohim"

Aku membaja basmalah sebelum membaca ayat-ayat alquran, Siti yang menyimak ngajiku. Dia teman sekelasku, Rambutnya Panjang sampai pinggang, kulitnya putih dan aku sedikit iri pada warna kulitnya, Dia yang paling fasih mengaji di lingkunganku, menurutku dia adalah teman yang paling baik dan tidak neko-neko, meskipun terkadang ucapannya yang ceplas-ceplos terasa sedikit menyakitkan.

"Shadaqallahhul adzim"

Anggap saja mengajiku sudah usai, karna tak mungkinkan aku menceritakan tentang makhraj dan tajwid disini.

Setelah mengaji aku terbiasa mengecup pucuk alquran sebelum kembali menyimpannya. Aku bergegas bangun untuk kembali menyimpan kitap suci itu kedalam lemari langgar.

"Jangan disimpan dulu, aku mau meminjam alqur'an mu"

Aku menoleh suara itu, suara laki-laki yang sepertinya tidak asing di telingaku, dan benar saja, itu adalah Nandan, orang yang tadi pagi mengantarku, tapi sedang apa dia di langgarku, seharusnya dia pergi ke langgarnya sendiri, kenapa repot-repot kesini?, setidaknya itu yang ingin ku tanyakan pada Nandan, tapi ku tahan karna setiap orang berhak pergi ke langgar manapun yang diam mau, Bukan begitu?

" Ini palailah, nanti kembalikan sendiri"

Aku menyerahkan kitap suci bersampul biru itu kepadanya.

Kulihat Nandan mulai mengaji, waktu itu dia memakai peci hitam cocok dengan baju koko warna putih yang ia kenakan, lumayan, ku kira dia cukup mirip anak pengajian.

" Gus, itu kenapa Nandan ke langgar kita? Apa langgarnya tutup?"

Aku bertanya pada Agus, Dia teman seangkatanku sekaligus tetanggaku, dia bersaudara dengan Siti, yang ku tau Agus dan Nandan adalah teman.

"Mana ada langgar tutup"

"Lah terus itu dia kenapa jauh-jauh kesini?"

"Katanya mau ketemu sama kamu"

"Lowh, mau ngapain ketemu sama aku?"

"Aku ndak tau"

"Piye to? Kan kamu temennya, moso ndak tau"

"Aku ini cuman temennya dia bukan yang maha kuasa, seng bisa ngerti isi hati manusia"

Sepertinya Agus tidak bisa memberikan jawaban dari rasa penasaranku, tapi ya sudahlah mungkin nandan memang ingin mengaji di langgar lingkunganku.

Sesekali aku masih memperhatikan Nandan, ia seperti sibuk dengan kertas dan sebuah pensil setelah mengaji. Entahlah pensil dan kertas siapa yang ia pegang, mungkin milik anak TPA yang tertinggal. Setelah cukup lama ia menunjukkan coretan di kertasnya sambil tertawa, gambar seorang gadis dengan tahi lalat di pipi kanannya, padahal ku pikir itu diriku, Rupanya ia sedang menggambar Siti, gambarnya sedikit lucu dan kami semua tertawa, Siti hanya bersikap biasa saja soal gambar itu, seperti tidak terjadi apa-apa. Malah di antara kami semua, Tika lah yang paling heboh,

Tika adalah temanku juga, kami satu sekolah tetapi tidak berada di kelas yang sama. Aku berada di kelas 3C Tika berada di kelas 3D sedangkan Agus dan Siti berada di kelas 3B.

"Nandan kamu naksir sama Siti to?"

"Enggak lah! Kita kan teman, yo ndak San?"

"Lagian ngapain kamu nggambar mukaku? Kurang gawean! Nanti ada yang cemburu low"

"Kamu ndak cemburu kan?" Nandan tiba tiba bertanya begitu padaku.

Sudah pasti aku terkejut, anak laki-laki itu malah membuat seolah-olah ada sesuatu di antara kami.

"Kenapa tanya sama aku? Memangnya apa hubungannya sama aku?"

"Beneran kamu ndak cemburu?"

"Ndak!"

"Lowh kenapa?"

"Kenapa apanya?"

"Kenapa kamu Ndak cemburu?"

"Kenapa juga aku harus cemburu? Kamu bukan siapa-siapaku"

"Kalau gitu aku mau jadi siapa-siapamu"

Allah hu akbar.., allah hu akbar…,

Agus mengumandangkan adzan isya karna memang sudah waktunya untuk mengumandangkan adzan, Suaranya menggema diluar bahkan didalam langgar. Dan syukurlah berkat adzan itu aku tidak harus melanjutkan obrolan aneh dengan Nandan.

Selesai sholat isya, kami pulang ke rumah masing-masing. Siti,tika dan agus pergi ke arah selatan, sedangkan aku pergi ke arah utara, meskipun jarak antara langgar dengan rumahku hanya beberapa meter, namun setelah malam, jarak itu akan terasa menakutkan, belum ada lampu penerangan di jalanan kampungku. Biasanya aku pulang dengan Lilik yang rumahnya satu arah denganku, namun sepertiny hari ini ia kedatangan tamu bulanan, jadi aku terpaksa pulang sendirian.

Aku beranjak pulang tanpa memperhatikan kiri dan kanan, Sampai tidak sadar kalau Nandan mengikutiku mengikutiku dari belakang.

"Kenapa sms ku ndak di bales?"

"Kamu ngapain ngikutin aku?"

"Aku mau nganterin kamu pulang"

"Nggak usah"

"Kemaren malem ada yang ngelihat genderuwo di pohon beringin itu" Nandan menunjuk pohon beringin besar yang tumbuhsubur didepan rumah Mas Ruri.

"Yang bener kamu?" Aku memang penakut, bahkan hanya dengan mendengar cerita horror aku sudah ketakutan, aku memegan erat lengan Nandan, itu spontan dan tidak pernah ku rencanakan.

"iya"

"Kalau gitu tolong anterin aku sampai depan rumah"

"Dari tadi aku memang mau nganterin kamu"

" Ya udah ayo"

"Tapi kalo kamu terus meluk lenganku kayak gini, pasti orang-orang bakal salah paham"

"Maaf, maaf ndak sengaja aku"

"Tapi ndak apa-apa, biarin aja orang lain salah paham"

Nandan meraih lagi tanganku yang tadinya sudah mau kulepaskan, ini benar-benar pertama kalinya tanganku bersentuhan dengan tangan laki-laki, Rasanya aneh, seperti ada kupu-kupu menari dalam perutku.

"Aku kan sudah nganterin kamu, jadi kamu harus bales smsku"

"Kamu ndak ikhlas ya?

"Aku ikhlas"

"Lha terus itu kenapa minta aku bales smsmu?"

"Ya udah, kalau kamu ndak mau bales smsku, kamu harus angkat telephone ku"

"Kok makin aneh permintanmu"

"Pokoknya bales smsku, kalau ndak, aku samperin ke rumahmu"


Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login