Download App

Chapter 2: Perjamuan

"Yang tadi itu sangat menyebalkan, Arnold. Jangan pernah melewati Distrik 8 lagi ya? Orang-orang di sana sangat dekil dan menjijikkan. Aku heran kenapa ada orang yang sanggup bertahan hidup di lingkungan seperti itu. Kalau aku harus hidup di sana, lebih baik aku mati," terang si wanita kepada suaminya.

Sepasang pasutri ini akhirnya sampai di depan sebuah hotel bintang lima di pusat kota Distrik 10. Pemandangan di sana sangat jauh berbeda dengan suasana di distrik sebelumnya. Banyak orang berpakaian stylish dengan pernak-pernik berharga jutaan. Para pria mengenakan setelan rapi mereka, sementara pasangan mereka mengenakan gaun malam yang anggun nan cantik. Beginilah suasana sehari-hari di Distrik 10, pusat pemerintahan negeri itu. Hanya orang berduit yang mampu membeli tempat tinggal di sini. Kehidupan di sini sudah seperti kaum bangsawan. Semua orang mengenakan pakaian mahal dan dandanan cantik. Salon dan rumah jahit berlomba-lomba memberikan pelayanan terbaik mereka kepada semua orang. Mode seolah terus hidup dan tak pernah mati. Restoran dan hotel bintang lima sangat mudah dijumpai di sini. Tak hanya itu, mobil mewah lewat lalu lalang di jalanan kota yang mempesona. Standar hidup di sini memang sangatlah tinggi.

"Iya, tentu saja, Vi Sayang. Akan kupastikan jika kita tidak akan pernah menginjakkan kaki di sana lagi," sahut sang suami yang bernama Arnold itu.

Keduanya lantas turun dari mobil dan melangkah melewati karpet merah. Lalu, mereka langsung menuju lobi dan menemui resepsionis.

"Permisi, Nona. Di manakah ruangan pertemuan dengan Walikota?" tanya Arnold.

"Tepat di ujung lorong itu, Tuan. Kalau tidak keberatan, biarkan saya mengantar Anda."

"Tentu saja, terima kasih."

Sang resepsionis keluar dari lobi dan mengantarkan Arnold dan istrinya melintasi lorong yang cukup panjang. Mereka melewati beberapa pintu kamar berornamen khas berwarna keemasan. Hotel ini adalah hotel terbaik di Distrik 10. Pertemuan besar kerap kali diadakan di tempat ini. Tidak heran jika Walikota juga ingin mengadakan pertemuan di sini. Setelah beberapa menit melangkah, akhirnya mereka sampai di pintu ruangan pertemuan.

"Anda tinggal masuk ke sana saja dan menunjukkan undangan. Saya permisi dulu. Mari Tuan, Nyonya," ucap sang resepsionis undur diri.

Ketika mereka melangkah masuk, terlihat ruangan itu telah dipenuhi oleh jajaran orang-orang penting. Mereka membawa pasangan mereka masing-masing, istri atau bukan tidaklah menjadi masalah. Meja besar dan panjang telah disiapkan untuk perjamuan malam. Setelah ditelusuri, ternyata walikota belum hadir. Itu tandanya mereka berdua tidak datang terlambat. Arnold mengeluarkan selembar undangan dengan design mewah dan memberikannya kepada panitia penyelenggara. Barulah setelah itu mereka langsung diarahkan ke kursi mereka.

Gumaman orang-orang yang tengah bicara pelan seketika langsung hening kala Walikota bersama istrinya datang dengan diikuti oleh para penjaga. Ia berjalan perlahan sambil tersenyum kepada semua orang. Matanya terlihat lelah, Arnold tahu jika senyuman itu terlalu dipaksakan. Mungkin Walikota baru saja menyelesaikan permasalahan pelik hingga dirinya kelelahan. Tapi, ia harus menghadiri jamuan ini. Terkadang orang-orang sangat ingin duduk di kursi kepemimpinan, padahal itu tidak semudah yang dibayangkan. Mereka harus dibenturkan dengan berbagai konflik kepentingan. Mereka akan terlalu sibuk mengurus orang lain sampai diri sendiri terabaikan, atau bisa jadi malah sebaliknya. Intinya, menjadi seorang pemimpin itu tidak menjamin dirimu untuk berkuasa penuh atas suatu teritori.

Basa-basi perjamuan tak terlalu diindahkan oleh Arnold. Sebenarnya, ia tak terlalu suka acara-acara seperti ini. Ia rela menghadiri pertemuan ini tidak lain hanya karena menuruti keinginan sang istri. Ya, bisa dikatakan Arnold adalah pria yang hampir selalu memenuhi keinginan Vi, istrinya. Bukan karena ia takut istri atau semacamnya, ia hanya tak mau Vi terlalu banyak bicara. Vi adalah orang paling cerewet yang pernah ia temui seumur hidupnya. Suaranya yang melengking keras akan menyiksa telinga siapapun yang mendengarnya bicara. Mungkin kelihatannya Arnold hanya memasang sikap kepatuhan semu kepada istrinya dan itu memang benar adanya.

Setelah acara pembuka, kini saatnya sang walikota yang dipersilahkan untuk bicara. Orang tua itu berdiri dengan tangan yang bergetar. Sudah saatnya ia pensiun dan merawat kebun daripada harus memimpin kota ini, pikir Arnold. Lagipula, skandal perselingkuhannya dengan seorang penari ternama membuat elektabilitasnya di mata publik hancur. Mungkin ia memang mengatakan kepada pers bahwa semua itu hanyalah kebohongan tak berdasar. Akan tetapi, segelintir orang punya ceritanya sendiri, termasuk Arnold. Itulah kenapa saat pria tua bangka itu akan bicara, ia sudah tak menaruh rasa hormat sama sekali padanya. Hanya saja, Arnold masih bisa mengendalikan diri dan berpura-pura. Memang begitulah inti dari keseluruhan acara perjamuan atau pertemuan elit lainnya.

"Terima kasih atas kehadiran kalian semua di sini. Kuharap kalian akan menikmati hidangan yang telah disediakan di depan kalian. Tapi, sebelum itu, aku ingin menyampaikan beberapa hal. Yang pertama, ada sebuah perusahaan swasta yang ingin bergabung bersama kita di sini. Mereka bergerak dalam bidang properti, terutama kasino dan tempat hiburan malam. Aku hanya ingin kalian tahu jika mereka ingin mencari pasar di Distrik 8."

Semua orang langsung bergumam satu sama lain. Ini memang sama sekali tidak masuk akal. Kenapa suatu perusahaan ingin berinvestasi di tempat kumuh semacam itu? Jelas sekali, sesuatu yang tidak beres sedang terjadi di sini.

"Aku kira tidak ada satu pun dari kalian yang akan merasa tersaingi dengan kehadiran bisnis baru ini. Wilayah operasi mereka berbeda dengan kita dan tentu saja mereka tidak akan merebut para pelanggan setia kalian. Jika disetujui forum, mereka akan segera membangun tempat bisnis mereka di pusat kota Distrik 8," terang Walikota kepada semua yang hadir di dalam perjamuan itu.

"Ini tidak masuk akal, Arnold Sayang. Kenapa sebuah perusahaan judi mau membangun bisnis mereka di tempat orang-orang kumuh itu?" nyinyir Vi kepada suaminya.

"Aku tidak tahu, Sayang. Saranku, lebih baik kau tidak usah ikut campur soal urusan ini. Biarkan aku dan rekan-rekan bisnisku yang akan mengurusnya. Tugasmu adalah bergosip dengan para wanita di pojok sana," kata Arnold dengan nada bercanda.

"Arnold, kau sangat menyebalkan."

"Jangan menganggapnya terlalu serius, Vi. Wajahmu terlihat bulat dan tembem jika kau merajuk seperti itu."

"Benarkah?"

Dan Vi pun kembali bersikap elegan layaknya kebanyakan wanita. Begitulah cara Arnold untuk membujuk istrinya supaya tak terus-terusan merajuk. Soal pernyataan Walikota, ia harus membicarakan ini dengan beberapa orang temannya. Ia mencium aroma kebusukan di sini. Jelas sekali seseorang tengah bermain-main di lahan bisnisnya.

"Mungkin untuk lebih jelasnya, kita akan mengadakan pertemuan lanjutan. Untuk selanjutnya, kalian dipersilahkan menikmati semua hidangan ini. Selamat makan."

***


CREATORS' THOUGHTS
Eirene_Aether_5671 Eirene_Aether_5671

"Hanya saja, Arnold masih bisa mengendalikan diri dan berpura-pura. Memang begitulah inti dari keseluruhan acara perjamuan atau pertemuan elit lainnya."

Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login