Download App
Mendadak Jadi Kekasih CEO Mendadak Jadi Kekasih CEO original

Mendadak Jadi Kekasih CEO

Author:

© WebNovel

Chapter 1: Lihat Aku, Keen!

Seorang gadis cantik berjalan terburu-buru setelah turun dari taksi yang mengantarnya dari rumah ke sebuah gedung perusahaan. Gaun terakota tanpa lengan dengan panjang selutut membuatnya tampak anggun. Tas selempang hitam dan sepatu hak tinggi warna senada, membuat penampilannya sangat sempurna. Sebenarnya ini bukan kali pertama dia berpenampilan seperti itu. Fisiknya yang mendukung, membuat pakaian apa saja yang dikenakannya seperti sangat terkesan istimewa.

Sesekali ia melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri. Berharap tidak terlambat dari janji yang sudah ditentukan bersama calon suaminya.

Satpam langsung menundukkan pandangan. Hampir semua staf di perusahaan tersebut sudah familier dengan wajah cantiknya. Dirinya yang benar-benar sangat dihormati dan disegani oleh orang-orang di sana membuat yang lainnya juga ikut menjadikan dia sebagai daya tarik perhatian. Ini tidak dilakukan oleh satu atau dua orang saja, tetapi semua.

“Selamat siang, Mbak Fecia,” sapa salah satu resepsionis.

Gadis bernama Fecia itu mengangguk sambil menyungging senyum manis di bibir. Jika dipikir-pikir, sebenarnya dia bukan sombong. Sikapnya memang seperti itu dan dia masuk pada kategori dan tipikal seseorang yang benar-benar datar terhadap segala permasalahan yang dihadapi.

“Apa Keen sedang sibuk?” tanyanya.

“Tidak. Pak Keen baru saja selesai rapat.”

Fecia lantas tersenyum sumbringah mendengar jawaban gadis berseragam putih hitam tersebut.

“Terima kasih.”

Fecia langsung berlari menuju lift yang akan membawanya ke lantai dua puluh lima. Tempat di mana Keen berada.

Keenan Wishaka adalah nama lengkap calon suaminya. Seorang CEO sebuah perusahaan pengemasan makanan laut yang namanya sudah masyhur sampai ke luar negeri. Pria dua puluh delapan tahun yang gila kerja itu hampir tidak punya waktu untuk hal lain. Termasuk waktu untuk Fecia, gadis yang dua bulan lagi akan menjadi istrinya.

Selama lima tahun berpacaran, Fecia lebih sering mengalah dengan mendatangi pria itu ke kantornya. Seperti hari ini contohnya.

Kedua sudut bibir Fecia terangkat sepanjang dia berada di lift. Yang dia pakai adalah lift khusus untuk para petinggi perusahaan sehingga tidak mungkin berdesakan dengan para karyawan lain di lift biasa.

Ting!

Lift berhenti di lantai dua puluh lima. Kakinya yang jenjang melangkah menyusuri koridor menuju ruangan CEO. Dia menarik napas berulang kali dan sudah bersiap dengan keadaan yang akan dihadapinya nanti. Semua yang dilakukan ini sebelumnya telah terpikirkan di dalam isi kepala, sehingga dia berani melakukannya dan nampaknya sudah sangat biasa.

“Selamat siang, Mbak Fecia.” Sapaan kembali datang dari Vivi, sekretaris Keen yang ruangannya berada tepat di depan ruangan sang CEO tersebut.

“Siang. Keen ada?” tanya Fecia tak kalah ramah.

“Ada, Mbak. Baru saja masuk.”

“Terima kasih.”

Tanpa mengetuk pintu, Fecia langsung masuk begitu saja. Dia tidak memiliki sikap dan perasaan canggung lagi terhadap tata moral yang dihadapi. Seolah mengetuk pintu adalah kesibukan yang benar-benar kurang tepat untuk prilakunya.

Kakinya berhenti tepat saat tubuhnya melewati pintu masuk. Fecia menarik napas panjang. Keen sedang fokus pada lembaran berkas yang menumpuk tinggi di meja, hingga tidak menyadari kehadiran Fecia. Padahal mereka sudah saling berjanji untuk makan siang bersama di kafe yang ada di seberang gedung perusahaan.

Fecia tetap berdiri. Dia masih menunggu respons selanjutnya dari Keen. Akan tetapi, sayangnya pria itu sama sekali tidak melihat keberadaan kekasihnya.

“Keen,” panggil Fecia akhirnya.

Keen hanya menoleh sebentar, lalu kembali melihat dan mempelajari semua berkas yang menyita seluruh perhatiannya. Dia memutar bola mata dan mengembuskan napas lagi. Ini adalah sesuatu yang menakjubkan dan bingung harus ditanggapi dengan seperti apa.

“Keen!” panggil Fecia lagi. Kali ini dengan suara lebih tinggi dan kaki yang dientakkan.

“Hm.” Keen Hanya menjawab dengan deheman pelan. Membuat Fecia cemberut.

Gadis berambut lurus sebahu itu menghempaskan tubuh ke sofa. Dia memberi kesempatan pada Keen untuk menyelesaikan pekerjaan sebelum jam makan siang yang tinggal sepuluh menit lagi tiba. Sebenarnya sudah banyak toleransi yang diberikan kepada pria itu agar lebih memperhatihannya. Berbagai kesempatan juga telah diberikan demi mencari solusi diantara mereka berdua. Semata agar hubungan ini tidak karam di tengah jalan.

Untuk membuang kebosanan, Fecia mengambil ponsel di tas. Kemudian jarinya menari begitu lihai di layar benda pipih tersebut.

Sesekali dia tersenyum, kadang juga keningnya berkerut saat melihat ponsel. Dia sedang memilih-milih model gaun pernikahan yang nanti akan dikenakan di hari pernikahannya dengan Keen yang hanya tinggal dua bulan lagi.

Selain itu dia juga sedang mencari inspirasi tema yang akan diusung, juga dekorasi dan segala persiapan lain sesuai dengan keinginannya.

Usia Fecia sudah menginjak dua puluh lima tahun, tahun ini. Usia yang sudah sangat ideal untuk menikah bagi seorang wanita. Dia sudah cukup bersabar menunggu Keen menikahinya. Jadi dia ingin sebuah pesta pernikahan yang tidak akan dilupakan seumur hidup. Lagipula lima tahun bukan waktu sebentar menunggu seorang pria mempersuntingnya.

Gadis itu tersadar bahwa ini sudah lewat dua puluh menit dari waktu makan siang. Tapi Keen masih terlihat sangat sibuk dengan segala urusan perusahaan.

‘Dasar gila kerja! batin Fecia kesal.

“Keen, ini sudah lewat jam makan siang, loh. Jangan bilang kalau kamu lupa sama janji kita, ya?” ujar Fecia memperingatkan.

Keen terlihat menarik napas dalam lalu membuangnya kasar. “Baiklah.”

Fecia tersenyum saat melihat keren meletakkan kertas-kertas ke meja. Lalu beranjak menuruti keinginannya. Dengan cepat Fecia bergelayut manja di lengan kanan Keen.

“Kamu sadar, tidak? Kamu itu terlalu sibuk bekerja, Keen,” protes Fecia.

Dia sudah berulang kali mengingatkan agar Keen tidak terlalu gila kerja. Tapi percuma saja, pria itu seperti robot maniak yang tidak ada bosan-bosannya berhadapan dengan tumpukan berkas setiap hari.

Sepanjang jalan, semua karyawan menyapa mereka dengan sopan. Ada juga beberapa yang menunduk santun. Sebagian merasa Keen dan Fecia adalah pasangan serasi. Tapi di sisi lain pasti ada tidak suka dengan Fecia yang terlihat lebih agresif dan centil. Sangat bertolak belakang dengan atasan mereka yang cool dan berwibawa.

Meski begitu Keen dan Fecia sama sekali tidak peduli dengan semua anggapan orang. Mereka sudah sama-sama nyaman dengan hubungan ini. Jadi apa pun omongan orang tentu tidak berpengaruh untuk keduanya.

Keen menggenggam tangan Fecia saat mereka hendak menyeberang jalan. Membuat gadis itu merona bahagia. Keen yang kata orang dingin itu selalu bisa membuatnya merasa sangat dicintai meski pria itu terkesan arogan.

“Jangan terlalu lama,” pinta Keen saat mereka sudah duduk di salah satu bangku yang ada di kafe. Baru kali ini juga Keen makan di kafe tersebut atas paksaan dari Fecia. Menurutnya tidak apa-apa sesekali menyenangkan kekasihnya.

Fecia memutar bola mata mendengar ucapan Keen.

“Astaga. Kita baru saja duduk, kamu sudah bilang jangan lama-lama,” keluh Fecia kesal.

Menurut Fecia, untuk apa seorang CEO terlalu bekerja seperti karyawan? Bukankah lebih baik banyak bersantai karena dia punya banyak bawahan?

Berbanding terbalik dengan Keen yang menganggap sebagai CEO, maka dia harus bertanggung jawab dalam segala hal. Tentu pekerjaannya lebih banyak dari pada karyawan biasa.

“Pekerjaan aku masih banyak, Fe. Tolong kamu mengerti, ya?” bujuk Keen. Dia memang tidak suka berbasa-basi dalam segala hal. Termasuk saat berpacaran seperti ini.

“Baiklah. Setelah ini aku langsung pulang dan tidak akan mengganggumu lagi. Lagian dua bulan lagi kita akan menikah. Setelah itu aku akan selalu ada di samping kamu,” ujar Fecia akhirnya dengan nada mengancam.

Keen hanya tersenyum kecil menanggapi ucapan kekasihnya. Meski sudah dewasa, tetapi sikap Fecia sering kali masih kekanak-kanakan menurut Keen. Padahal dia yang tidak sadar diri sudah menggantung hubungan ini terlalu lama.

Tidak ada wanita yang mau berpacaran terus-menerus tanpa adanya kejelasan. Termasuk Fecia sendiri. Dia merasa sudah saatnya mereka naik ke jenjang yang lebih serius. Untung saja Keen mau dan melamar Fecia satu bulan yang lalu. Jadi saat ini mereka tengah mulai mempersiapkan pernikahan yang akan diadakan dua bulan lagi. Lebih tepatnya Fecia yang mulai menyiapkan. Sedangkan Keen masih tetap sama, yaitu gila kerja.

Akhirnya keduanya makan setelah pelayan mengantarkan menu yang mereka pesan tadi.

***

Cuaca sangat terik hari ini. Banyak orang yang berlari di jalanan atau trotoar hanya untuk menghindari sengatan matahari. Tetapi tidak untuk seorang gadis dengan kaos oblong putih dan celana jeans. Dia malah berdiri di tengah-tengah jalanan pertokoan yang banyak dilalui orang. Ditangannya terdapat banyak brosur pengobatan tradisional Cina.

Gadis itu terus menawarkan pada semua orang yang lewat. Laki-laki dan perempuan, baik muda atau pun tua. Ada beberapa orang yang mengambil brosur itu dan membaca sekilas, lalu memasukkannya ke dalam tas. Ada juga yang langsung menolak dengan mengangkat telapak tangan. Sebagian pergi begitu saja tanpa merespons. Kadang dengan terpaksa menerima, tapi langsung dibuang di tempat sampah yang ada di ujung persimpangan jalan.

Dia hanya bisa mengelus dada. Tidak ada yang mau menjadi seperti dirinya. Lahir dari keluarga kurang mampu yang harus bekerja keras untuk membantu keuangan keluarga. Dia sempat kuliah tapi hanya berjalan tiga semester, setelah itu berhenti begitu saja karena tidak ada biaya.

Pekerjaan tersebut adalah pekerjaan sampingan. Usahanya itu kadang tidak membuahkan hasil sama sekali, karena di jaman sekarang orang lebih memilih berobat ke dokter dari pada ke pengobatan alternatif, apalagi kota besar seperti Jakarta. Jika pun ada hanya beberapa saja.

“Aduh, panas banget hari ini,” keluhnya pelan seraya mengambil botol air minum di tas. Sempat juga dia menyeka keringat di dahi dengan punggung telapak tangan.

Tepat saat dia akan minum, tiba-tiba ....

Brukkk!

Botol terjatuh dari tangannya tanpa ada setetes pun yang masuk ke mulut.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C1
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login