Download App

Chapter 2: 2ND

Akhir bulan tiba dengan cepat. Proses perceraian yang sudah diurus sejak beberapa waktu lalu tidak berjalan terlalu lama. Hanya memakan waktu sekitar tiga jam kurang. Mengenai masalah hak asuh, Yessynah menyerahkan sepenuhnya pada si kembar untuk memilih. Meski sebenarnya sangat ingin bersama figur seorang ibu, mereka lebih memilih untuk bersama Kerthennis. Semua itu dikarenakan Yessynah memilih untuk pindah ke luar kota, sedangkan mereka sangat menyukai tinggal di Anchorage, bersama kakek dan nenek.

"Mama menyayangi kalian." Mantan istri dari Kerthennis Zwiger itu mengecup kedua pipi anak kembarnya.

"Kami pasti akan merindukanmu, Ma!" Mereka memeluknya.

Sedangkan Kerthennis sendiri hanya berdiri di samping mobil mengamati dengan seutas senyum tipis. Dia sangat mengerti perasaan anak-anaknya, tapi ini adalah keputusan terbaik dari pada bertengkar setiap waktu.

Di balik kaca mobil yang gelap di ujung parkiran, tiga orang pria menatap ke arah mereka dengan seringaian licik. Mereka yang sudah mengamati sejak beberapa hari belakangan terus mengikuti gerak gerik keluarga kecil yang luar biasa kaya raya itu.

"Ken, ayolah! Jika kau berlama-lama seperti itu maka kita akan sampai terlalu sore di rumah Nicta!" teriak Kimberly dari halaman.

"Sabar!" Kenneth setengah berlari membawa kunci mobil di tangannya.

Perjalanan dari daerah Anchorage ke Seward memakan waktu lumayan lama. Sekitar dua setengah jam dengan mobil.

"Apa jalanan sebelah sini selalu ramai?" tanya Kenneth.

"Ya. Tapi kadang-kadang sepi juga. Kenapa?"

"Tidak apa-apa. Hanya saja aku khawatir jika kau sering pergi ke rumah temanmu itu sendirian lewat jalan ini," ujar Kenneth dengan mata terus fokus ke jalan.

Kimberly tidak membalas ucapan Kenneth lagi. Dia terus memandangi jalanan yang sepi itu. Terkadang dia memang takut jika lewat jalan itu sendirian. Kimberly menyibak rambutnya ke belakang telinga dengan mata menyipit, memutar kepala ke arah pepohonan di tepi jalan.

"Ada apa?" tanya Kenneth memperhatikan Kimberly yang seperti orang ketakutan.

Kimberly menggeleng. "Tidak ada. Hanya saja … tadi sepertinya aku melihat seekor anjing yang lumayan besar dari ukuran normal."

"Mungkin itu sejenis buldog atau … ya, kau tahu, sejenis hewan peliharaan kepolisian," jelas Kenneth.

Seorang perempuan seusia mereka berdiri di depan pintu begitu mobil Kenneth berhenti di depan rumahnya. Kimberly turun, disusul oleh Kenneth.

"Apa kembaranmu ikut menginap?" tanya Nicta dengan raut heran.

Kimberly memutar badan, melihat Kenneth yang sedang berdiri di belakangnya. Dia mendesah sebal. "Kau kenapa ikutan turun?"

"Hanya ingin memastikan dari jarak dekat seperti apa rupa temanmu ini. Jika nanti kau kenapa-kenapa, aku tidak asal tuduh orang," jelasnya membuat Kimberly semakin geram dengan sikap over protective kembarannya itu.

Nicta yang mendengar itu langsung berteriak tidak suka. "Hell-o, Kembarannya Kimberly! Aku bukan kawanan penculik yang harus ditakuti!"

Kimberly langsung menarik lengan Kenneth ke mobil. "Pulanglah. Terima kasih sudah mengantarku. Sampai ketemu besok di sekolah."

"Ya sudah! Aku pulang dulu. Sudah mulai gelap." Dia mengecup pipi kiri Kimberly.

***

Nicta membongkar isi kulkasnya dengan kesal. Hampir semua persediaan makanan yang ada habis. Kembali ditutupnya kulkas itu lalu beranjak ke kamar.

"Kimi, aku mau ke supermarket di ujung jalan. Kau mau ikut tidak?"

Kimberly tampak berpikir sejenak. "Aku ikut saja. Nanti kalau ada hantu di rumahmu ini, maka aku bisa mati muda sebelum menikah!"

Mereka berjalan kaki menuju supermarket yang ada di ujung jalan. Menggunakan celana kain selutut dan baju sampai siku membuat Kimberly menyesal karena tidak memakai jaket. Udara malam di Seward yang sering tidak menentu membuat warga di sana harus waspada.

"Mau ke mana, Nona?"

Tiga orang pria berbadan besar menghadang jalan mereka. Sontak saja Kimberly memegang lengan Nicta yang berdiri di depannya.

"Jangan macam-macam!" teriak Nicta dengan berani.

Tiga orang pria itu saling pandang dan tertawa. Kimberly yang tidak memiliki sedikitpun ilmu bela diri merasakan lututnya melemas. Itulah alasan kenapa Kenneth selalu mengkhawatirkannya.

"Argh!" Kimberly menganga tidak percaya melihat salah seorang dari pria itu menarik lengan Nicta dengan kasar.

Nicta mencoba melawan dengan cara menendang dan mencakar lengannya. Namun, badan pria yang lebih besar dan tegap itu mengalahkannya. Pria itu menampar pipi Nicta dengan kuat sampai dia terjatuh di trotoar.

"Nicta!" pekik Kimberly.

Ketiga pria itu kembali beralih pada Kimberly yang sedang berdiri ketakutan. Seringaian mereka membuat Kimberly menitikkan air mata. Ini adalah kali pertama dia berhadapan dengan orang-orang jahat berbadan besar. Dia menyesal menyuruh Kenneth pulang.

"Hm…. Jadi, ini dia Nona Muda Zwiger?" Suara salah seorang dari mereka terdengar begitu menjijikan.

"Mau apa kalian?!" pekiknya tertahan.

Kimberly hendak mendekati Nicta, namun temannya itu langsung dicekal oleh salah seorang dari mereka. Saat hendak berlari, tangannya pun ikut dicekal. Dia memberontak, menendang, mencakar, dan menggigit lengan besar itu.

"Argh! Sial!" gerutu pria yang digigit Kimberly.

Nicta menendang selangkangan pria yang mencekal lengannya. Saat pegangan pria itu terlepas, segera dia membantu Kimberly melepaskan diri dari dua orang pria yang menahannya. Kimberly terperangah melihat salah seorang pria itu menusukkan pisau ke perut Nicta. Air matanya menetes melihat temannya itu terjatuh dengan tangan memegangi pisau yang tertancap di perutnya.

"Nicta!" Kimberly mencoba menendang-nendang lagi. Namun, kesadarannya mulai hilang saat sebuah kain ditempelkan di hidungnya. Tiga pria itu membawa Kimberly ke mobil mereka dengan tawa penuh kemenangan. Nicta yang masih setengah sadar ditinggalkan begitu saja di trotoar.

Mobil itu melesat pergi. Nicta yang menguatkan dirinya untuk tetap sadar meraih ponsel di saku. Sedikit meringis saat pisau yang masih tertancap itu tersenggol oleh tangannya. Rasa asin terasa di lidah. Darah yang keluar dari perutnya semakin banyak.

Dia mencari-cari sebuah kontak. Begitu berhasil ditemukan, dia segera menghubunginya. Panggilannya baru dijawab setelah nada sambung kelima.

"Siapa? Kalau tidak penting akan langsung kumatikan!" suara dari seberang.

"Kenneth? A-Aku… teman Kimberly. Kim … Kimi…," suaranya tercekat seiring dengan rasa sakit semakin menjalar di perutnya.

"Kau Nicta? Kimi kenapa?!" suaranya panik.

"Kim-Kimberly...." Hilang sudah kesadaran Nicta. Ponsel di telinganya terjatuh. Ikut tergeletak di samping tubuhnya yang terbaring di trotoar.

"Halo? Nicta?! Kau jangan bercanda! Halo! Halo!"

***


CREATORS' THOUGHTS
IniBarbie IniBarbie

I tagged this book, come and support me with a thumbs up!

Creation is hard, cheer me up!

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

Like it ? Add to library!

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login