Download App

Chapter 2: Chapter 2 Dia Sebenarnya

Berhari – hari bayangan wajahnya terus ada di pikiranku. Itu membuat kegundahan dalam hatiku semakin besar. Aku benci mengakui bahwa aku tertarik padanya. Sudah aku bilang aku tak ingin hatiku patah lagi karena cinta. Tapi aku juga sudah muak dengan perasaan yang tak aku mengerti ini. Ini mengusikku, aku tak bisa fokus kerja dan mengerjakan tugas kuliah yang lainnya. Apakah aku harus berhenti mengelak pada diriku sendiri? Bahwa tidak ada salahnya merasakan jatuh cinta kembali. Semoga saja ini yang terakhir dan berakhir bahagia. Tapi tak ada kata bahagia untuk perasaan sepihak bukan? Ah entahlah.

Namun sekerasnya hatiku mengelak, hatiku akan terhanyut kala mengetahui dia selalu memandangku bahkan pada saat perkuliahan berlangsung. Ya, aku tahu tentu saja karena aku melihatnya dengan mataku sendiri saat dia melihat ke arahku bahkan dia tak berhenti melihatku ketika aku membalas melihatnya. Hingga akhirnya aku sendiri yang malu dan memutuskan pandanganku darinya. Kejadian seperti ini bukan hanya sekali dua kali bisa dikatakan sering aku memergokinya sedang melihatku. Jujur saja aku tak ingin ini hanya asumsiku saja, jadi aku memutuskan untuk bercerita kepada Riana, dan menanyakan dari sisi pandangnya apakah yang dilihat Dzaqi adalah aku. Tapi saat itu rasanya perlu keberanian untuk bisa bercerita padanya, aku tak pernah cerita hal yang pribadi tentangku padanya, meskipun kita teman.

***

Hari minggu tiba, hari di mana tak ada jadwal perkuliahan. Namun saat itu aku ada pertemuan diskusi pembuatan film dengan semua anggota termasuk Dzaqi. Kami bertemu di kampus. Meskipun tak ada perkuliahan masih ada mahasiswa yang berada di kampus, kebanyakan dari mereka adalah mahasiswa yang aktif di organisasi.

Aku dan Furi sampai paling awal, kemudian disusul dengan Airin dan Anita. Sembari menunggu anggota lain, kami semua mengobrol dari mulai basa – basi sampai pada topik tentang Dzaqi. Aku tidak tahu siapa yang memulai pembicaraan tentangnya yang pasti bukan aku. Oh ya, narasumber dari cerita tentang Dzaqi ini adalah Furi. Dia ternyata teman satu SMA, SMP, bahkan SD-nya Dzaqi. Intinya mereka berteman cukup lama dan dekat. Saking dekatnya kadang Dzaqi sering cerita masalah pribadi padanya. Aku tahu ini dari Furi juga.

“Gimana ya rasanya jadi Dzaqi? Sebagai anak pertama dari Pak Arif” ujar Anita kala itu.

“Justru gue penasaran, bosan gak ya dia terus sekolah di tempat yang dikelola sama bokapnya mulu? Soalnya gue juga begitu, dari SMP sampai SMA di sekolah kakek gue mulu, benar – benar bosan” balas Airin.

“Kalau gue sih gue yang bosan ketemu si Dzaqi terus” balas Furi.

“Pak Arif itu yang suka di kampus kan ya? Beliau dosen mata kuliah apa?” tanyaku.

“Iya Pak Arif yang sering patroli di kampus. Dia dulu pernah ngajar juga tapi sekarang enggak. Cukup jadi pemilik, duit ngalir.” Jawab Furi.

“Pemilik? Maksudnya pemilik kampus?” tanyaku lagi.

“Heueuh”

Ini bukan cerita novel atau film kan? Di mana tokoh utamanya adalah seorang laki – laki tampan yang merupakan anak dari pemilik kampus yang disukai banyak mahasiswi di kampus. Aku benar – benar baru tahu saat itu siapa dia sebenarnya.

“Eh Nis sudah pada datang?”

Si tokoh utama yang lagi dibahas rupanya sudah datang, batinku.

“Iya, lama banget lu Qi” balas Furi.

Tadi Dzaqi panggil Nis ke Furi? Hm mereka juga punya nama panggilan masing – masing ternyata, ocehku dalam hati. Sepertinya badanku langsung lemas, sahabat jadi cinta banyak terjadi kan?

***

Saat itu aku sudah katakan aku tidak tahu apa pun tentang dia, termasuk masalah yang sedang dia hadapi yang ternyata hampir sama dengan naskah cerita film yang aku buat. Furi memberitahuku ketika pulang, hm aku merasa bersalah dia pasti tersinggung dan merasa terluka.

Seperti yang direncanakan, setiap anggota akan mempresentasikan ide naskah cerita masing – masing. Dari lima ide cerita, ide cerita dariku dan Furi yang terpilih. Namun tidak mungkin kami menggunakan ke dua cerita, jadi untuk memutuskan mana yang akan digunakan kami melakukan voting.

Layaknya dalam film, awal voting untukku dan Furi seri, tinggal Dzaqi yang memilih. Jantungku rasanya dag dig dug siapa yang dia pilih. Jujur saja aku berharap dia memilih ceritaku tapi jreng jreng dia memilih cerita Furi. Lemas, badanku langsung lemas rasanya. Aku pikir dia akan memilih ceritaku. Hm mungkin benar Dzaqi sepertinya menyukai Furi. Aku terlalu percaya diri mengira Dzaqi menyukaiku.

Aku berjalan pulang dengan badan lemas. Meskipun Dzaqi sempat bertanya kepadaku rasanya tetap saja lemas. Ya, dia bicara padaku, tapi dia bukan bertanya kenapa aku terlihat lemas tapi dia bertanya apakah benar aku bekerja sebagai guru. Jadi, setelah selesai diskusi waktu itu kami mengobrol ngaler ngidul termasuk tentang pekerjaan. Entah siapa yang bilang kalau aku guru aku tak fokus dalam obrolan, mungkin saja Anita. Dia teman Riana yang sempat hangout bareng denganku. Hingga akhirnya keluarlah pertanyaan Dzaqi itu kepadaku.

“Di..!!” teriak Furi dari arah belakangku.

“Ya, ada apa Ri?”

“Mau pulang ya?” tanyanya menghampiriku.

“Iya, kenapa?”

“Bareng, sambil aku mau ngobrol sama kamu. Naik angkot ya?”

“Iya naik angkot, kamu juga?”

“Haha enggak, rumah aku di belakang kampus, dekat rumah Dzaqi”

“Oh..”

Hm kayanya ada hal penting sampai bela – belain cegat aku begini, batinku.

Kami berjalan tanpa ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut kami. Aku menunggu Furi yang memulai karena tadi katanya ada yang mau dibicarakan tapi kenapa dia diam saja? Aku jadi bingung. Apa ini menyangkut tentang Dzaqi? Apa rasa sukaku kepada Dzaqi sangat terlihat?

“Kamu tunggu angkot di sini, Di?” tanyanya membuyarkan lamunanku.

“Ah ya di sini biar gampang.”

“Di, tadi ide cerita kamu bagus loh.”

“Ini bukan basa – basi karena merasa bersalah kepadaku kan?” candaku.

“Hahaha enggaklah. Beneran ide cerita kamu sebenarnya bagus tapi kebetulan saja cerita kamu mirip kaya kisah hidup Dzaqi. Jadi dia pilih ceritaku.”

“Maksudnya?” tanyaku lemas.

“Ide cerita kamu kan tentang seorang anak koruptor yang ditekan oleh ayahnya untuk menjadi dokter sampai dia bunuh diri. Dzaqi juga gitu, ayahnya emang bukan koruptor tapi ayahnya sering ngatur dia termasuk ingin Dzaqi jadi dokter. Dia sudah ikut ujian kedokteran di kampus negeri tapi gak lulus, dari mulai SNMPTN, SBMPTN bahkan sampe UMPTN tapi tetap saja gak lulus karena minat Dzaqi bukan itu. Sekarang pun dia ikutan bimbel biar tahun depan bisa masuk kedokteran. Makanya untuk sementara dia kuliah di sini dulu.”

“...”

Blank, aku tidak tahu harus ngomong apa.

“Aku tahu kamu gak bermaksud menyinggung dia, kamu juga pasti baru tahu. Yang lain juga gak ada yang tahu, jadi jangan dikasih tahu ke siapa – siapa ya?” sambungnya.

“Hm.. iya enggak.”

Tin tin tinn

“Pulang neng?” tanya sopir angkot yang baru saja datang.

“Iya mang”

“Aku pulang duluan ya. Makasih sudah kasih tahu aku.” Ujarku kepada Furi

“Sip” balasnya sembari tersenyum kepadaku.

Jadi, itu alasan dia tidak memilih ide ceritaku. Dia pasti terluka. Aku merasa bersalah banget sama dia, pikirku sembari melihat jalanan yang dilewati.

***


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C2
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login