Download App

Chapter 2: Bab 2 - Penculikan Berdarah

Matt mendengar baik-baik laporan yang diberikan Tosa mata-mata yang disusupkan Alwin di antara Para Pria yang bersama Asmir. Tosa juga mengirimkan Denah Lokasi mana saja yang diblok oleh orang-orang Asmir, sehingga sangat sulit dapat menghentikan Asmir melakukan sesuatu yang berbahaya ke Kedua anak Armanto.

Matt meremas jemari tangannya, merasa kesal. Tapi Dia tidak menyerah begitu saja, otaknya memikirkan apa yang harus dikerjakan untuk menyelamatkan Kedua anak Armanto yang sedang diincar Asmir.

"Kamu awasin sebisa mungkin apa pun situasi yang akan terjadi." Matt menurunkan perintah ke Tosa, "Upayakan pula melarikan Tuan Muda dan Nona Cilik keluar dari rumah itu, atau bisa bersembunyi di Bangker lewat Pintu Ketiga yang terdekat dari Kamar Mereka."

"Baik Pak Matt." Tosa paham.

"Koordinasikan ju," perkataan Matt terhenti sebab telinganya mendengar suara Senapan Mesin mendesing-desing disertain kemudian suara jeritan Manusia, "Dams!" rutuknya, segera matikan Panggilan Masuk dari Tosa. "Kun!" serunya ke Kun sambil melempar Ponselnya, "Cepat kerahkan Pasukan Rahasia di semua titik lokasi yang dikirim Tosa ke saya." Lalu cepat berlari ke Motor Treelnya, bergegas memakai Helm, lalu digasnya Motor, sehingga melesat cepat ke jalan raya.

Tuhanku, bisik hatinya berdoa, Kumohon selamatkan Tuan Muda dan Nona Cilik.

Matt menambah kecepatan Motornya, menuju Rumah Armanto lewat jalan yang hanya Dia, Kun, dan Alwin yang tahu. Jalan tersebut memang sedikit panjang, namun dengan ketrampilannya dalam ngebut dengan Motor Treel, bisa cepat sampai ke rumah Armanto.

+++

Penthouse Cantini

Singapura

Pintu kamar Cantini di buka dari luar, lalu masuk empat Pria yang ditugaskan Asmir menjaga Cantini.

Tampak di lantai, Cantini tergeletak antara sadar dengan tidak, bibirnya terhias darah yang disemburkan keluar dari dalam perutnya.

Salah satu Pria menempelkan Jari Telunjuknya di depan kedua lubang hidung Cantini, ngecek apa Cantini masih hidup atau sudah meninggal.

"Gimana?" tanya Pria yang lain.

"Nyonya masih hidup."

"Kalo begitu, bawa Nyonya ke Tempat yang Tuan Besar sewa."

Lalu Pria itu perlahan menggendong tubuh Cantini, dibawa keluar dari Kamar. Pelan Pria itu berbisik ke telinga Cantini,

"Nyonya bertahanlah. Saya akan menyelamatkan Anda sesuai instruksi Tuan Alwin."

Cantini dengan sisa tenaganya memandang Pria yang menggendongnya, dicoba mengenali siapa Pria itu yang mengaku diutus Alwin untuk menyelamatkannya dari maut saat ini.

"Fauzi?" dia mengenali si Pria yang menggendongnya.

Fauzi salah satu Wakil Matt di Pusat Pasukan Pengamanan Keluarga Satyawan. Dia sehebat dan selihai Kun wakil Matt juga.

Fauzi mengedipkan kedua matanya, artinya Cantini jangan menyebut namanya. Dia sedang konsentrasi saat ini untuk sampai ke Tangga Darurat tempat yang sudah di atur Matt untuk melarikan Cantini dari Grand Himalaya Residence ini.

Begitu langkah mereka berempat tiba di depan Lift, salah satu tangan Fauzi bergerak cepat melempar panah-panah bius ke leher ketiga Pria yang bersamanya.

BRUK..BRUK..BRUK..

Ketiga Pria itu ambruk pingsan di lantai.

Dia lalu bergegas membawa lari Cantini ke arah pintu tangga darurat. Di sana sudah menanti Ahsan dan Ruben dua tangannya.

Ternyata salah satu dari Pria yang terkena panah tidak sepenuhnya pingsan. Cepat dia berteriak lantang,

"Tolongg! Tawanan dibawa lari! Tangkap! Lekas tangkap kembali!"

"Celaka!' Fauzi mendengar teriakan ini, dipercepat langkahnya. Telinganya yang tajam mendengar suara langkah lari beberapa Pria yang bekerja sama Asmir mengejarnya dan Cantini. Telinganya kemudian mendengar desingan beberapa Peluru Timah melesat ke arahnya. Dia dengan gesit Sling ke sana kemari menghindar dengan Cantini masih dalam gendongannya.

Ruben dan Ahsan bergegas lari menolong Fauzi. Mereka tembakan Senapan Mesin ditangan ke para Pria yang mengejar Fauzi.

Fauzi berhasil mencapai Pintu tangga Darurat, didekapnya Cantini ke dadanya, lalu dengan gesit meluncurkan dirinya di pegangan tangga tanpa membuat Cantini cedera.

Ahsan dan Ruben berhasil menghabisi para Pria itu, cepat menyusul Fauzi. Mereka pun meluncurkan diri di pegangan tangga.

+++

"Dams!" maki Asmir saat menerima laporan dari Gabon di Ponsel, "Lekas tangkap kembali Cantini! Jangan biarkan Perempuan itu membuka mulutnya. Bawa ke Hotel itu, nanti berikutnya saya yang menanganin!" dimatikan Ponselnya, disimpan ke dalam saku depan celana panjangnya, lalu cepat tembakan Senapan Mesinnya ke semua Penjaga di Rumah Armanto yang menghadangnya atas perintah Alwin.

Para Pengawal itu sebagian terkena dan tewas, sebagian lagi membalas. Terjadilah adu Senjata Api saat ini yang memekakan telinga, menggidikan bulu kuduk. Malam kelam menjadi saksi situasi saat ini.

+++

Perjalanan Matt ternyata sudah diperhitungkan Asmir. Dia berhasil tahu Jalan Rahasia itu dari menyadap Ponsel Cantini beberapa waktu lalu yang pergi dari Rumah Armanto lewat jalan tersebut.

Matt melihat ada Kontainer besar menghadang jalannya, lalu dari atas Kontainer terjun banyak Pria dengan Senapan Mesin ditangan. Matt tidak gentar dihadang seperti ini. Ditambah lagi kecepatan Motornya, dan dengan gesit meliuk-liukan badannya yang masih di atas Motor untuk menghindar dari serangan puluhan Peluru Timah dari Senapan Mesin milik para Pria yang menghadangnya.

Telinga Matt yang terpasang Head Set mendengar suara panggilan Robert, lalu kedua matanya cepat melihat ke atas, dimana ada Helikopter milik Pasukan Keamanan Keluarga Satyawan, lalu satu tangannya cepat pula ditengadahkan ke Udara, lalu TAP satu Granat ditangkapnya.

Matt kemudian melepas tungkai pengikat Granat hanya dengan Jempol tangannya, dan cepat dilempar ke Kontainer..

BLUMMM..

Kontainer meledak dashyat, mengenai para Pria yang menghadangnya. Api bergulung-gulung ke atas dari ledakan Kontainer tersebut.

Matt menambah kecepatan Motornya, dan dengan berani menerobos gulungan Api tersebut.

Helikopter berputar dan segera menyusul Matt.

+++

Kamar Armatia

Artito masih dengan sabar dan penuh kasih sayang membacakan Dongeng entah Judul ke berapa saat ini, sebab Armatia tidak mau tidur sama sekali. Armatia juga terlihat gelisah. Artito berhenti membacakan dongeng, angkat Armatia dari permukaan Kasur, dipangkunya,

"Tia kenapa masih belum bubu?"

"Tia nunggu Ayah ama Ibu, Mas Ito."

"Sebentar lagi kan Ibu pulang."

Armatia tiba-tiba menangis tersedu-sedu. Jiwa sucinya mengetahui sedang berlangsung Drama sadisnya Asmir di Rumah ini. Dan Dia tahu tidak akan bertemu dengan orangtuanya lagi.

"Tia kenapa menangis?" Artito menjadi keheranan, digoyang-goyangkan kedua pahanya, dibikin Armatia nyaman dan mau berhenti menangis.

"Tuan Muda," Mbok Sari menegur Artito, "Mungkin Non Cilik lapar." Dia menduga-duga kenapa Armatia menangis, "Biar Mbok bikinkan segelas susu coklat kesukaannya." Beliau cepat berdiri, dan bergegas ke Pintu Kamar yang tertutup rapat ini.

BRAKKK..

Pintu dibuka kasar dari luar..

Dan belum sempat Artito, Mbok Sari, dan Aning bersuara,

DORRR..

Dua Peluru Timah menembus ke Jantung kedua perempuan malang ini, dan

BRUKK..

Keduanya jatuh tewas di lantai.

Kemudian tampak Asmir dan beberapa Ajudannya berdiri di pintu.

Artito cepat menggendong Armatia, dipeluk erat adiknya ini yang tampak ketakutan, kedua matanya waspada melihat Asmir yang menggenakan pakaian hitam-hitam dan wajah ditutup kaos hitam pula.

Armatia masih menangis tersedu-sedu dan peluk erat Artito.

Sementara di lantai luar kamar, tergeletak tewas beberapa Ajudan Armanto yang ditugaskan menjaga Artito dan Armatia.

"Kemarikan adikmu, Tito." Pinta Asmir sambil mengulurkan kedua tangannya ke arah Artito yang semakin memeluk erat Armatia dalam gendongannya, "Maka Aku akan membiarkanmu tetap hidup." Ujarnya berjanji, didekatin Artito perlahan. Dia tidak mau Artito terluka, hanya inginkan Armatia.

"Pade Asmir?" Artito terkesiap, dia mengenali suara Asmir, "Kenapa? Kenapa Pade inginkan Tia?" ditatap Asmir yang adalah suami sah dari Cantini adik semata wayang Armanto.

Asmir tidak menjawab, hanya terus mendekati Artito untuk menyerahkan Armatia.

Dari luar kamar, merayap masuk Rudi Kepala Ajudan kedua anak ini. Tubuhnya sudah babak belur saat ini, yang lebih dari terkena Peluru Timah. Rudi berusaha berdiri, dan menusukkan Belatinya ke tekuk salah satu Pengawal yang menemanin Asmir, dan langsung tewas.

Rudi pun tidak gentar menghadapi Asmir dengan Kungfunya disisa tenaga dan nafas tersendat sakaratul.

"Tuan Muda lekas lariii!!" jeritnya ke Artito yang melihat semua ini, "Lekaslah! Di luar sudah menunggu Tosa!"

"Tosa?!" Asmir terkesiap mendengar ini, "Dams!" jeritnya memaki, "Pantasan Alwin tahu rencanaku!" jeritnya kesal, "Baik, kita lihat siapa yang lebih hebat saat ini." Dia pun menguatkan semangat berperangnya saat ini.

Artito bergegas membawa lari dirinya dan Armatia keluar dari kamar ini, namun dihadang oleh beberapa Pengawal Asmir. Dia pun menghadapi para Pengawal itu dengan Kungfunya di mana Armatia tetap aman dalam gedongannya.

HIAT..HIAT..BAK..BUK..

Di dalam kamar, Asmir berhasil menewaskan Rudi dengan mematahkan leher Pria ini, lalu bergegas keluar, dan melihat Artito berhasil mengatasin para Penghadang itu, dan berlari menurunin tangga.

"Ini pilihan, nak?" tanya Asmir geram, "Baik, jangan salahkan Pade." Lalu cepat dimuntahkan Pistolnya berkali ke arah Artito..

DUESS..

Beberapa Peluru mengenai bahu belakang Artito, membuat Artito terjungkal saat menurunin anak tangga berikut, kemudian dia terguling dengan Armatia dalam pelukannya. Terdengar suara lengkingan tangis Armatia saat itu.

"Huaaaaa!!!!"


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login