Download App

Chapter 9: KEDATANGAN MERTUAKU

"Saya mau cari Arum. Tapi kok kayaknya nggak ada orang ya?" ujar ibu-ibu itu.

Marmi melihat ke arah rumah Arum dan memang nampak sepi sekali. Dia juga belum melihat ada tanda-tanda kehidupan di rumah yang berada di sebrang rumahnya.

"Oh, mau cari Mbak Arum. Mbak Arumnya lagi pergi keluar kota, Bu. Tapi setahu saya sih suaminya ada di rumah. Memangnya ibu siapanya Mbak Arum?"

"Saya Sari mamanya Arum."

"Ya allah, ibunya Arum ternyata? Kenalkan saya Marmi, Bu. Tetangga baiknya Mbak Arum. Maaf ya saya nggak tahu kalau anda ibunya Arum."

"Iya, nggak apa-apa, Mbak Marmi."

"Ya sudah kalau begitu saya bantu panggil Mas Bara ya, Bu."

"Terima kasih banyak, ya."

Sikap Marmi membuat Sari senang karena anaknya memiliki tetangga yang baik seperti Marmi. Kesibukannya menjadi seorang dokter membuat dia jarang sekali berkunjung ke rumah anaknya.

Ting! Tung! Ting! Tung!

Seli memencet bel rumah Arum. Memang tidak seperti biasanya. Biasanya jam segini Bara sudah duduk di depan teras membaca koran dan ditemani secangkir kopi panas.

"Mas Bara, Mas, ini ada ibu mertuanya Mas Bara," teriak Marmi. Suaranya memang sangat lantang dan seharusnya siapa pun yang berada di dalam rumah itu akan mendengar suara Marmi.

Tapi kenyataannya tidak ada jawaban dari dalam sana. Bahkan rumah Arum nampak begitu sepi seperti tidak ada penghuni.

"Apa Bara ikut Arum keluar kota, ya, Mbak Marmi."

"Waduh, kayaknya nggak mungkin deh, Bu. Karena setahu saya Mas Bara itu kerjaannya di rumah dan saya nggak pernah lihat Mas Bara keluar kota bareng Mbak Arum," ujar Marmi.

Dia pun mengintip ke kaca jendela dan terlihat di dalam rumah itu memang sangat sepi. Dia jadi merasa heran kenapa Bara tidak ada di rumahnya.

"Hm, gimana kalau Bu Sari telepon Mbak Arum saja. Barangkali Mbak Arum tahu dimana suaminya."

"Wah, kamu banar juga. Kenapa saya nggak kepikiran dari tadi ya?"

Sari pun mengambil ponsel di tas dan menelpon anaknya.

Di dalam mobil. Arum masih menatap laptop, membaca bahan yang akan dia bawa untuk meteeng hari ini. Tiba-tiba terdengar suara ponselnya.

"Mama?" ucap Arum.

"Hallo, Mama," sapa Arum pada ibunya yang berada di sebrang sana.

"Apa, Mama?"

Rayhan menoleh ke samping saat mendengar suara Arum yang sepertinya sangat kaget. Dia penasaran apa yang sedang terjadi dengan rekan kerjanya itu.

"Jadi Mama sekarang dirumahku dan Mas Bara nggak ada di rumah? Masak sih, Mama? Mas Bara itu di rumah dan nggak kemana-mana," ujarnya.

Saat ditanya oleh mamanya dia pun bingung. Karena baru pertama kali dia tahu suaminya tidak berada di rumah dan tidak memberi kabar padanya.

"Mungkin Mas Bara masih tidur, Mama?"

Arum pun jadi merasa khawatir. Memang dari semalam suaminya itu tidak memberi kabar apa pun dengannya. Tidak seperti biasa.

"Ya sudah, Mama. Kalau begitu biar aku telfon Mas Bara dulu. Assalamu'alaikum."

Arum menutup ponselnya dengan pertanyaan yang sangat banyak. Dia bingung harus berbuat apa? Pikirannya cemas sekali dan takut ada sesuatu yang terjadi pada suaminya di rumah.

"Kenapa, Arum?" tanya Rayhan yang masih menyetir.

"Ini mamaku ada di rumah sekarang. Tapi Mas Bara nggak ada katanya. Aku jadi khawatir sesuatu terjadi pada suamiku."

Rayhan mengangguk. Karena hal itu wajah Arum pun terlihat tidak semangat. Padahal dia sangat membutuhkan kesemangatan Arum untuk meeteng hari ini.

"Mungkin suamimu masih tidur."

"Tapi nggak mungkin, Rayhan. Aku kenal betul siapa suamiku. Mas Bara nggak mungkin nggak di rumah. Dia itu orang yang nggak suka menyia-nyiakan waktu dan nggak suka keluar."

Rayhan mengangguk. Karena tidak tidak mengenal begitu dekat suami rekan kerjanya itu.

Arum mencari nomor ponsel suaminya dan berniat ingin menelponnya. Dia penasaran apa benar suaminya itu tidak di rumah.

"Hallo, Assalamu'alaikum. Mas Bara ini aku Arum. Mas, apa benar kamu tidak ada di rumah."

Tanpa basa-basi Arum langsung bertanya keberadaan suaminya. Dia masih ingin memastikan kalau yang dikatakan mamanya barusan tidak benar.

"Iya, Mas. Soalnya mama ada di rumah kita sekarang. Dan katanya di rumah nggak ada orang," ucap Arum pada suaminya yang berada di sebrang sana.

Dan di kamar Seli, Bara masih telanjang dan hanya dibaluti selimut saja. Bahkan janda itu pun masih memeluk tubuhnya dan memejamkan mata.

"Apa? Mama di rumah kita?" Bara syok sekali saat tahu mertuanya berkunjung ke rumah. Sedangkan dia masih asyik di kamar janda sebelah.

Seli terbangun saat mendengar suara keras dari laki-laki yang tengah dipeluknya.

"I-iya, Sayang. Aku ini lagi joging. Habis ini aku pulang, okay. Kamu bilang sama mama suruh dia tunggu aku pulang."

"Iya, Sayang," sambunya.

Setelah selesai bercakap-cakap Bara pun menutup teleponnya lalu menarik napas dalam-dalam. Dia tidak bagaimana caranya dia keluar dari rumah Seli yang berada tepat di sebelah rumahnya.

"Sayang, ada apa?" tanya Seli penasaran.

"Mertuaku ada di depan rumah sekarang."

"What? Kamu serius?"

"Iya, aku serius, Sayang."

Bara pun memakai celana yang berada di lantai. Lalu dia berjalan mendekati jendela untuk melihat mama mertuanya di depan rumah. Dan benar, mertuanya itu sedang bersama Marmi.

"Astaga, apa yang harus aku lakukan sekarang?" Bara mengacak-acak rambutnya.

Seli berjalan mendekati Bara dan menutupi tubuhnya menggunakan selimut. Dari balik jendela dia melihat wanita asing yang tengah bersama Marmi, tetangga yang super julid.

"Itu mertuamu, Bara?"

"Iya, Seli. Sekarang aku harus bagaimana? Aku nggak mungkin keluar lewat pintu utama karena mertuaku ada di depan."

Bara sangat panik. Meski dia mencintai Seli tapi dia masih takut kalau hubungannya dengan janda sebelah diketahui oleh mereka.

"Kamu jangan panik dong, Sayang."

"Gimana aku nggak panik. Aku sudah terlanjur bilang sama Arum kalau aku sedang pergi joging."

"Hm, kamu bisa keluar lewat pintu belakang. Aku jamin kamu nggak akan ketahuan," ujar Seli.

Dia berjalan mendekati ranjang dan memakai pakaiannya. Meski dia belum ingin berpisah dengan Bara tapi dia sadar kalau kekasihnya itu harus pergi untuk menemui mertuanya.

Seli berusaha untuk mengalah dan membiarkan laki-laki itu kembali menjalankan peran sebagai suami Arum. Karena memang hubungan mereka hanyalah hubungan yang terjalin di balik pintu saja.

"Ya ampun, Sayang. Terima kasih ya. Kamu memang wanita super pengertian. Hm, coba saja Arum kayak kamu."

Seli hanya diam. Tentu saja dia tidak mau disama-samakan dengan Arum. Karena menurutnya dia lebih cantik dari istri selingkuhannya itu.

"Ya sudah, kalau begitu kamu antar aku ke pintu belakang, ya. Biar aku cepat-cepat menemui mertuaku."

Seli mengangguk. Dia pun menunjukan dimana pintu keluar yang bisa dilewati Bara.

Di depan rumah. Pandangan Marmi tertuju pada kamar Seli. Dia jadi teringat bayangan semalam yang dia lihat. Menurutnya postur tubuh bayangan laki-laki itu mirip sekali dengan postur tubuh Bara.

Tapi dia tidak mau suhudzon sebelum dia memastikan sendiri kalau bayangan semalam itu memang lah suami Arum.

"Hm, kenapa Bara lama sekali ya?" Sari mengipas-ipas tangannya.

"Iya, Bu Sari. Saya juga heran."

Marmi masih mengamati rumah Seli. Dia ingin mencari sesuatu yang dari rumah janda sebelah itu.

"Mama," sapa Bara yang baru saja datang.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C9
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login