Download App

Chapter 2: This is Not Normal

"Jadi kamu tinggal sendirian di apartemen ini?" tanya Martin sembari memandang berkeliling ke ruangan apartemen Cassandra yang bernuansa minimalis itu. Tak banyak ornamen dan interior yang dipilih Cassandra untuk apartemennya. Didominasi warna hitam, abu-abu, putih dan sentuhan warna merah, secara kesuluruhan apartemen itu tampak simpel dan modern.

Sementara itu Cassandra tengah berkutat dengan butter, daging ham dan irisan bawang bombay di atas pinggan anti lengketnya, sembari sesekali memeriksa coffee maker di sebelahnya.

Wangi aroma ham yang tampak mengilat dan berlemak berpadu dengan aroma harum tumisan bawang bombay memenuhi memenuhi area kitchen bar apartemen Cassandra, menerbitkan rasa lapar bagi yang menghirupnya. Ini benar-benar aneh. Baru pertama kali Cassandra membiarkan paginya dihabiskan bersama partner kencan satu malamnya, apalagi ditambah kali ini ia membuatkan sarapan untuk partner kencannya.

Usai berkutat dengan ham yang kini sudah matang, Cassandra beralih pada buah-buahan yang sudah ia siapkan, mencuci dan memotongnya, menyajikannya di atas piring. Usai memotong buah, di saat yang bersamaan mesin pembuat kopi mendentingkan bunyi "biiippp...".. Cassandra pun mengambil dua buah mug keramik dari rak piring. Menoleh sekilas pada Martin yang tengah memandanginya dan bertanya, "Pakai gula?" tanyanya. Martin menggeleng. "No, thanks. I don't add sugar to my coffee," ujarnya.

Cassandra pun menuangkan kopi pada dua mug keramik kosong itu, menambahkan gula diet pada kopi miliknya dan memberikan kopi tanpa gula pada Martin.

Martin mengucapkan terima kasih dan menghirup kopinya dengan nikmat. Cassandra melanjutkan menata buah pada piring dan meletakkannya di depan Martin. Sementara ia sendiri kini menyiapkan dua tangkup toast berisi ham, keju, tumisan bawang bombay dan sayuran yang ada di dalam lemari pendingin. Dengan terampil, Cassandra mengiris tomat, mencuci selada dan menatanya pada sandwich mereka. Tak lupa, ia pun menambahkan dressing rendah lemak pada sandwich yang tampak lezat itu, kemudian berjalan memutar dari kitchen bar, meletakkan dua piring sandwich lalu mengambil posisi duduk tepat di depan Martin.

"Wow... perfect Sunday morning," decak Martin sembari mengunyah potongan buah melon yang tadi disuguhkan Cassandra.

Cassandra hanya tertawa kecil sambil menggeleng-geleng, "untuk tamu spesialku pagi ini," jawabnya. "Tamu spesial??? What the hell, Cassandra???" umpatnya dalam hati pada dirinya sendiri.

Martin tertawa kecil. "I'm flattered," ujarnya berterima kasih.

Cassandra yang masih mengenakan kimono mandi berwarna putih itu pun duduk dengan anggun di bangku kitchen bar, menyilangkan kaki dan menyesap kopinya. Rambut ikal panjangnya yang masih setengah basah ia biarkan tergerai menyamping. Martin memandangi Cassandra yang tampak cantik dan begitu segar tanpa sedikitpun pulasan make up. Dari sana Martin jadi mengetahui bahwa alis Cassandra memang tebal dan asli. Juga bibir penuhnya yang memang merah dan indah merekah. Cassandra memiliki fitur wajah yang unik, perpaduan antara Asia dan kesan Timur Tengah. Martin pun penasaran dan menanyakannya.

"Kamu ada keturunan Timur Tengah?" tanyanya membuat Cassandra sedikit tersedak menahan tawa.

"Timur Tengah? Hahaha... Kamu orang ke seribu sekian yang menanyakan itu, Martin. But., no... aku nggak punya darah Timur Tengah," jelas Cassandra.

Martin tampak tertarik. "Oh, ya? Soalnya fitur Timur Tengah kamu cukup kental menurutku..." ujarnya.

Cassandra menggeleng. "No, the the truth is... Mamaku orang Manado blasteran Belanda, dan mungkin juga ada darah Cina, sedang Papa orang Ambon dengan campuran darah Portugis dari Oma," ujarnya.

"Oh... No wonder.." ujarMartin sembari melahap toast buatan Cassandra.

"No wonder what?" tanya Cassandra menoleh penasaran pada Martin.

"Perfect combination," jawab Martin mengerling menggoda pada Cassandra.

"Nggak usah gombal," ujar Cassandra membuang muka sambil berusaha menyembunyikan sebuah senyuman.

Cassandra Allodya Da Silva. Itulah nama lengkap Cassandra. Kelahiran Bandung, 6 Juni, dua puluh sembilan tahun yang lalu. Seorang Gemini. Dengan tinggi badan di 168cm dan berat badan 50 kg, tubuhnya tampak sintal semampai dan begitu indah dipandang. Ditambah perhatiannya pada kesehatan dan kebugaran, juga rajinnya ia merawat keindahan kulit serta rambutnya, Cassandra selalu berhasil membuat siapapun terpesona memandangnya.

Cassandra kini bekerja sebagai marketing executive sebuah perusahaan telekomunikasi internasional di ibukota. Tinggal seorang diri di sebuah apartemen yang ia sewa sejak empat tahun yang lalu, kehidupan Cassandra di usia akhir dua puluh tahunannya dihabiskan untuk berkarir dan bersenang-senang.

Di hadapan Cassandra kini adalah partner kencan satu malamnya, Martin Bayu Haryoprasojo, tiga puluh satu tahun. Putra sulung keluarga Haryoprasojo. Ayahnya adalah salah seorang guru besar ternama di sebuah kampus di Indonesia, sedang ibunya adalah seorang desainer serta pemilik galeri batik dan kebaya yang cukup besar di ibukota. Keluarga Martin adalah keluarga terpelajar dan juga priyayi Jawa yang cukup modern. Martin sendiri mewarisi bakat kedua orangtuanya secara berimbang, keilmuan dan bisnis. Ia baru saja lulus master degree jurusan bisnis dan manajemen dari sebuah universitas di Singapura, usai sebelumnya ia telah terlebih dahulu menuntaskan pendidikan sarjananya di bidang teknologi informasi di negara yang sama. Kini Martin tinggal di rumah pribadinya, sebuah rumah modern minimalis di bilangan Jakarta Selatan, yang juga ia fungsikan sebagai kantor web dan IT developer. Belakangan Martin dan timnya sedang dalam proses membuat aplikasi kesehatan dan farmasi. Calon-calon investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya pada aplikasi buatan Martin dan timnya pun sudah di tangan, di antaranya adalah Bram. Selain itu, ia juga tengah membuat aplikasi-aplikasi lain kaitannya dengan dunia bisnis serta pendidikan, juga kerjasama dengan perusahaan-perusahaan besar di Indonesia.

Sekilas, penampilan Martin tak menampakkan bahwa dirinya adalah seorang pengusaha muda sekaligus seorang intelektual yang berbakat. Sehari-hari, Martin hanya bepergian dengan motor sport serta jaket kulit kesayangannya.

"Jadi kegiatan kamu?" tanya Martin setelah menyelesaikan kunyahan sandwich-nya, mengalihkan topik agar tak tampak tampak terlalu gombal pada Cassandra.

"Kerja, bidang marketing, sudah lima tahun," jawab Cassandra, "Kamu?" tanya Cassandra.

Martin mengangguk-angguk. "Sama, kerja, bidang IT. Tapi banyakan mainnya..." jawabnya tergelak.

Cassandra menyisir rambutnya dengan jemari, agak merasa aneh dengan percakapan yang tengah berlangsung. Sebelumnya, ia benar-benar tidak pernah melakukan ini. Berbicara hal-hal yang cukup pribadi seperti keluarga dan pekerjaan pada partner kencan satu malam. Namun Martin tampak santai. Untuk itu Cassandra berusaha tak terlihat rikuh. Ia menegakkan kepalanya, berusaha tampil bagaikan seorang pro.

"Kamu tinggal di daerah mana?" tanya Cassandra memecah kecanggungan.

"Deket-deket Cipete," jawab Martin.

"Oh, nggak jauh-jauh banget ya, dari sini," ujar Cassandra. Apartemen Cassandra berada di bilangan Fatmawati.

"Emang kenapa kalau nggak jauh?" goda Martin.

"Ya nggak ada apa-apa, just saying," elak Cassandra. Lelaki ini sungguh lihai, atau cerdas? Batinnya.

"Oh, kirain..." ucap Martin sembari menyesap kopinya.

"Sandwich-nya enak banget," puji Martin tulus. Aneh, namun Cassandra merasakan kupu-kupu di perutnya.

"It's just a sandwich," ucap Cassandra merendah.

Martin mengangguk-angguk sembari mengerucutkan bibirnya. The best sandwich I ever had, I guess," ujarnya.

Cassandra tertawa.

"Kamu tuh, ya... usaha aja terus..." ujarnya sembari turun dari kursi kitchen bar yang cukup tinggi. Cassandra melangkahkan tungkainya yang jenjang menuju dispenser, mengambil gelas dan mengisinya dengan air dingin. Sebenarnya ia tak haus, toh sedari tadi ia sudah minum kopi. Namun entah kenapa kerongkongannya terasa kering, dan sebenarnya ia hanya tak ingin tampak grogi di depan Martin yang pesonanya jadi semakin kuat setelah mereka berdua banyak mengobrol pagi ini.

Usai meneguk habis segelas air di tangannya, Cassandra kembali berjalan ke arah kitchen bar, duduk dan menghadapi Martin dengan tatapan percaya diri.

"Udah ngerayunya?" tanya Cassandra sembari mengulum senyuman.

"Nggak ada yang ngerayu dari tadi... Aku Cuma bilang apa yang memang seperti itu," jawab Martin sembari tertawa kecil.

Cassandra melahap sandwichnya, berpikir hal apa lagi yang bisa ia obrolkan dengan pria asing yang ternyata menarik ini. Tiba-tiba Martin menyodorkan ponselnya dalam posisi kontak yang terbuka, menunggu untuk diisi oleh sebuah nomor telepon.

"Please fill the blank, if you don't mind," ujar Martin.

Cassandra mendengus tawa.

"Are you a newbie?" ujar Cassandra.

"Sorry?" tanya Martin sambil memiringkan kepalanya.

"One night stand partner normally doesn't share their number, Boy..." jawab Cassandra seolah sedang menjelaskan kepada seseorang yang baru saja mengenal kehidupan semacam ini.

Martin tertawa dan mengangguk-anggukkan kepalanya.

"But I guess this one is indeeed not normal, Girl..." ujarnya tanpa gentar dan tidak sedikitpun menggeser posisi ponselnya dari hadapan Cassandra.

Cassandra sempat berpikir sekian detik lamanya. Namun tak urung jemari lentiknya akhirnya mengetikkan sebelas digit nomor di layar ponsel milik Martin.

Diam-diam Cassandra pun membatin, "Ya tampaknya ini memang sesuatu yang tak normal."

***


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login