Download App

Chapter 199: ●Yang Mulia Calya

"Persekutuan tak selamanya abadi, Haga. Walau kita bersumpah untuk saling membela, jika kebenaran dan keadilan dipertaruhkan; keberanian untuk membela kebaikan harus diutamakan."

Haga menyaksikan benteng utama Aswa runtuh. Tubuh elang raksasanya memanggul Gosha yang terluka parah, sepasang kaki bercakarnya menggenggam erat tubuh malang Shunka. Raja Ame memerintahkan Haga meninggalkan Shunka di kerajaan Paksi, sementara Gosha harus segera dirawat di Wanawa. Haga tak mengerti, mengapa Gosha tak disembuhkan oleh para pandhita Paksi yang sakti mandraguna. Pada akhirnya, jauh sesudahnya, Haga mengerti akan kebijaksanaan Ame.

❄️💫❄️

Milind menghancurkan meja dan kursi di aula Kahayun menggunakan pedang Tanduk. Berita dari Haga membuatnya kemarahan yang selama ini tak pernah ditampakkannya, naik ke permukaan. Merah padam mukanya. Nyalang sepasang tatapan matanya.

"Aku menghantarkan Gosha, langsung ke istana utama Wanawa, Milind. Hanya Raja Vanantara dan Pandhita Garanggati yang dapat mengobatinya," lapor Haga.

"Aku akan ke Giriwana," Milind berujar, mencabut pedang Tanduk yang telah menghancurkan sebagian barang di bilik kerjanya.

"Raja Vanantara memintaku menyampaikan pesan agar kau menunggu di Girimba," Haga berkata hati-hati.

"Kau tak berhak melarangku menemui rajaku!" tolak Milind.

Haga menggeleng, berusaha menenangkan Milind.

"Kali ini, patuhilah rajamu, Milind. Kau harus memusatkan pikiran dengan pasukanmu bersama Janur. Giriwana dan Jawar pasti juga mempersiapkan diri. Gosha telah aman berada bersama Pandhita Garanggati. Kau punya tugas utama di sini; mengawal keselamatan Putri Yami dan Putri Nisha. Dan sekarang, bertambah Putri Calya."

"Bagaimana mungkin…?" Milind tak percaya. Ia meremas hulu pedang Dahat dan pedang Tanduk.

"Tala telah merencanakan lama, Milind," Haga menjelaskan. "Istana Raja Shunka dan Ratu Laira melemah. Para prajurit, terutama Sembrani dan Turangga memusatkan perhatian pada Mandhakarma. Sama sekali tak menyangka Tala dan pasukannya akan menikam diam-diam."

"Kami baru saja bertemu di acara Perayaan Gangika," bisik Milind. "Gosha berkata bahwa ia dan Saguna bertahan di Aswa bersiaga menghadapi Mandhakarma. Aku sama sekali tak mengira ketika para raja kembali ke kerajaannya, Tala justru naik ke atas menyerang Raja Shunka!"

Janur menghadap.

Jagra mengiringi.

"Pasukan telah siap, Panglima! Apakah kita akan menyerang walau Mandhakarma baru menyerang Aswa dan belum tiba di Wanawa?"

Milind memukul dinding bilik aula Kahayu hingga Janur dan Jagra terkesiap.

"Baru menyerang Aswa?! Apa maksudmu, Janur??" kecam Milind.

Janur tampak pasi sesaat, memberi hormat dan memohon maaf.

"Sekutu terbaik kita, Pasyu Aswa telah hancur! Ratu mereka diculik Tala dan raja mereka dihabisi Vasuki! Jaga baik-baik perkataanmu!!"

Janur menunduk dalam. Tatapan Milind bagai melumat kali ini. Belum pernah dilihatnya panglima Wanawa dalam balutan kemurkaan yang sedemikian tampak.

Milind berjalan menuju pasukannya yang telah disiapkan Janur.

Prajurit berpakaian hijau, dengan pedang di pinggang dan perisai di tangan. Sebagian membawa tombak sebagai senjata lempar jarak jauh yang kuat untuk membungkam musuh-musuh bertubuh besar. Sebagian membawa panah dan busur untuk menyerang lawan dari jarak jauh. Rambut-rambut panjang para prajurit, diikat satu ke belakang, dengan untaian sehelai daun yang menandakan kedudukan serta keahlian tempur. Prajurit pedang menyelipkan helai sejenis daun bambu, prajurit tombak menyelipkan helai sejenis daun trembesi dan prajurit panah menyelipkan sejenis dedaunan cemara.

Milind, mengenakan pakaian tempur tanpa jubah yang dijahit Ratu Varesha, seperti yang biasa dilakukannya. Jubah hijau miliknya telah ia serahkan sebagai perlindungan dan pengobatan bagi Raja Vanantara.

Sesosok utusan, tetiba hadir. Melipat sayap putih perak, beralih rupa ke wujud Apasyu, seorang pemuda tegap prajurit Aswa. Sembrani Perak, tampak lelah dan berantakan, menghadap para petinggi Akasha Wanawa dan Pasyu Aswa yang berkumpul di Girimba.

"Prajurit! Apa yang terjadi pada Saguna?" tanya Jagra cemas.

"Panglima Muda Saguna memundurkan pasukan ke benteng barat," ujarnya.

"Kenapa? Kenapa ke barat?" tanya Jagra.

"Benteng utama telah runtuh," prajurit Sembrani Perak tampak tak percaya walau kesedihan tergambar jelas di wajah. "Kami harus mempertahankan benteng-benteng yang ada."

Jagra tampak gundah. Kacau. Tak menentu.

"Panglima Jagra," prajurit itu berujar. "Panglima Muda Saguna menunggu perintah."

Jagra menatapnya bingung.

"Kami menunggu perintah dari panglima tertinggi. Dari Yang Mulia…"

"Panglima Gosha terluka parah. Dan Baginda Raja Shunka…," Jagra tak dapat melanjutkan perkataan.

Sang prajurit menatap lelaki muda di depannya bersungguh-sungguh.

"Kami...kami…para prajurit dan Panglima Muda Saguna menanti perintah dari Panglima Jagra. Dan Yang Mulia Putri Calya."

Jagra terbelalak. Tampak terkejut dan tak percaya.

"Aku bukanlah panglima, prajurit!" tegas Jagra.

Milind, yang menyimak sejak awal, menarik napas panjang. Menoleh ke arah Janur.

"Janur! Jemputlah Yang Mulia Putri Calya di bilik putri. Ia adalah pimpinan tertinggi Kerajaan Aswa sekarang," ujar Milind lekas dan tegas. Pandangannya beralih ke sosok di sisi Janur, "Panglima Jagra, terimalah salam hormat sekutu paduka : Milind banna Wanawa."

❄️💫❄️

Calya, tampak layu dan lemah, bagai sehelai bunga yang habis masa berkembangnya. Rambutnya tampak tak terurus. Pakaiannya acak-acakan. Wajahnya tampak demikian tirus, mata sembab dengan kantung berair yang membuatnya tampak seperti seorang nenek sihir kehabisan mantra. Yami dan Nisha mendampinginya, memapahnya.

Janur dan Jagra sangat iba melihatnya.

"Putri Calya," Milind berkata, "prajurit Sembrani Perak menunggu titahmu."

"Ti…tah?"

"Ya. Apa perintah yang akan Tuanku sampaikan kepada Sembrani dan Turangga."

Calya tampak kebingungan. Ia bahkan mengusap wajah basahnya berkali-kali. Kesedihan dan kegundahan menjadi mahkotanya hari itu.

"Putri Yami, Putri Nisha," Milind berkata. "Perbaiki penampilan Putri Calya. Ia harus tampil baik di depan anak buahnya."

"Milind!" Yami sedikit memohon dengan suara keras. "Putri Calya sedang terguncang!"

"Begitupun dengan Panglima Jagra, Saguna dan semua prajurit Aswa!" Milind berkata tegas. "Bila Putri Calya tak segera bersikap tegar dan berani, Aswa selamanya akan musnah. Saguna dan Sembrani tak akan dapat mempertahankan benteng Aswa, Jagra dan Turangga akan mati di negeri asing!"

Mata Calya terbelalak. Tak percaya. Wajah Jagra dan prajurit Sembrani Perak menatapnya dengan penuh pengharapan.

Nisha, cepat menguasai keadaan.

"Hamba akan membantu Yang Mulia Tuan Putri Calya berbenah diri," Nisha memberikan hormat yang dalam. Mencontohkan yang lain bagaimana seharusnya menghadapi seorang ratu.

Yami, terkejut melihat perilaku Nisha. Ia mengangguk, menyetujui kecerdasan adiknya. Setelah Nisha, Yami dan seluruh yang hadir memberikan penghormatan yang hanya diberikan kepada seorang ratu. Tubuh membungkuk dalam, kepala merapat, kedua belah telapak tangan terkatup di depan dahi.

Melihat penghormatan yang diberikan mereka di sekelilingnya, Calya tercerabut dari rasa sedih berkepanjangan. Jejak luka masih basah di benak dan relung hati. Tapi ia tak bisa berlama-lama berkubang tangis, sebab perkataan Milind mengandung kebenaran.

"Jagra…dan kau prajurit Sembrani Perak," lemah suara Calya, walau mengandung kesungguhan di dalamnya, "apakah…apakah kita bisa bicara …di bilikku?"

Jagra menyungging senyum samar, membungkuk hormat.

❄️💫❄️

Berbeda dengan serangan sebelumnya yang mengarah ke Jaladhi dan Gangika, gerakan Mandhakarma kali ini menyasar Wanawa. Setelah menggulung benteng utara, timur laut dan benteng utama Aswa; Gelombang Hitam yang membeku di sebagian permukaan Jaladhi dan Gangika tak berniat meluaskan serangan di perairan. Pandangan mata Mandhakarma tertuju pada wilayah luas kehijauan. Kesuburan, ketenangan, kedamaian dan kekayaan yang tersembunyi di dalamnya dapat dikenali dari jarak tinggi di angkasa.

Walau Gangika dan Giriya telah menjadi sekutu Vasuki, tampaknya tak cukup. Seluruh dunia wajib bersatu di bawah satu kendali. Dahulu, Vasuki pernah berpikir untuk memusuhi Mandhakarma saat pertama kali mencuri dengar berita langit. Lambat laun, wangsa Pasyu dari klan bercakar berubah pikiran. Mengapa tak merangkul kekuatan dahsyat untuk mengalahkan musuh yang sulit ditaklukan? Lagipula Mandhakarma dan Vasuki punya tujuan sama : menghancurkan tiga wangsa utama dunia, menyisakan yang bersedia terikat persekutuan baru.

❄️💫❄️


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C199
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login