Download App
40% Arwah Goyang Karawang / Chapter 2: 2. Pemakaman Asih

Chapter 2: 2. Pemakaman Asih

Asih dikebumikan pukul tujuh pagi, tepatnya hari kamis, tanggal delapan September dua ribu sebelas. Diacara pemakaman, tidak banyak orang yang datang untuk mengantarkan Asih ke tempat peristirahatannya yang terakhir untuk Asih.

Hanya segelintir orang yang dekat dengan Asih, Ketua RT, dan Pak Ustaz.

Sang penggali kubur pun sudah selesai menggali liang lahadnya Asih. Orang yang akan menurunkan Asih ke tempat peristirahatan terakhirnya telah turun ke lubang kuburnya, bola tanah pun sudah di buat untuk mengganjal mayat Asih yang terbalut dengan kain kafan.

Mayat Asih di angkat dari keranda dan akan di turunkan ke liang lahad.

"Astagfirullahalazim...." Ucap semua orang yang menghadiri pemakaman Asih.

Mayat Asih tak muat dengan ukuran liang lahad yang di buat oleh tukang penggali kuburan.

"Pak Udin, kumaha sih ieu teh? Ninganan teu mahi lobang kuburna sareng mayitna si neng Asih? Emangna teu di ukur?" (Pak Udin, gimana sih ini? Kok gak muat lubang kuburnya sama mayatnya si neng Asih? Emangnya gak di ukur?) Ucap Pak Ustaz Hasan.

"Atos Pak, tos diukur ku abdi sareng si cecep. Naha kunaon jadi teu mahi kieu nya?"( Sudah Pak, sudah di ukur tadi sama saya dan si cecep. Kenapa jadi gak muat gini ya?) Pak Udin tukang gali kuburan profesional yang tak pernah gagal dalam menggali lubang kuburan pun keheranan dengan liang kuburan Asih yang tak muat dengan mayatnya Asih.

"Hakan tah maneh Asih, osok ngagoda salaki batur sih! Jadi weh teu di tarima ku bumi." (Makan tuh kamu Asih, suka ngegodain suami orang sih! Jadi aja gak di terima sama bumi.) Hardik Leha, musuh bebuyutan Asih. Dia datang ke pemakaman Asih bukan karena berduka, melainkan puas dengan kematian Asih.

"Hus, ulah kitu Teh. Pamali, jalmi anu tos maot kuduna di doa keun. Lain na kalah di sumpahkeun kos kitu!" (Hus, jangan gitu Teh, pamali, orang yang sudah meninggal harusnya di doakan. Bukannya malah di sumpahin seperti tadi!) Pak Ustaz Hasan mengingatkan Leha.

Leha diam seketika, pipinya merah bukan hanya sekedar efek dari blush on yang dia pakai, tetapi karena malu di tegur oleh Pak Ustaz Hasan di depan banyak orang.

"Nya ntos Pak Udin sareng Cecep, sok pang galikeun deui liang lahadna di tambahkeun panjangna. Sateuacan na, ukur heula sareng mayitna neng Asih." (Ya sudah Pak Udin dan Cecep, cepat tolong galikan lagi liang lahadnya di perpanjang saja. Sebelumnya ukur dulu sama mayatnya neng Asih.) Titah Pak Ustaz.

"Muhun Pak Ustaz." (Baik Pak Ustaz.) Ucap Pak Udin dan Cecep dengan serentak.

Pak Udin dan Cecep pun kembali mengukur mayat Asih, sebelum menggali kuburannya lagi untuk di perpanjang.

Setelah dirasa sudah muat, bahkan untuk antisipasi Pak Udin menambahkan ukuran panjangnya liang lahad Asih.

Pemakaman segera di lakukan kembali. Namun naas, saat akan di turunkan kembali. Mayat Asih masih tidak muat dengan ukuran liang lahadnya, entah karena mayat Asihnya yang memanjang sendiri, atau kuburannya yang menyempit.

Tetapi jika di ukur, ukuran kuburannya pun tetap sama dengan yang di gali oleh Pak Udin dan si Cecep sebelumnya.

Bahkan mayat Asih pun masih sama dengan ukuran yang sebelumnya. Tetapi kenapa saat mayat akan di kebumikan selalu tidak muat dengan ukurannya?

"Cobian deui nambahkeun panjangna, Pak Udin." (Coba lagi tambahin panjangnya, Pak Udin.) Titah Pak Ustaz Hasan untuk yang ke sekian kalinya.

"Asih, Asih, maneh mah loba dosa sigana. Komo deui dosa ka urang mah, meni geus numpuk meren. Da tangkurak sia mah gogoda salaki aing wae!" (Asih, Asih, kamu tuh banyak dosa kayaknya. Apa lagi dosa sama saya, udah numpuk kayaknya. Soalnya kamu tuh suka godain suami saya!) Hardik Leha kembali.

"Hih, si Teteh Leha naha eta sungutna teh teu di jaga pisan? Ulah kitu atuh Teh, pamali. Keun, engkin di datangan siah ku si Asih. Rasakeun engke moal aya nu nulungan. Pek tah Asih, mere si Leha!" (Hih si Teteh Leha kenapa sih mulutnya tuh gak bisa di jaga banget? Jangan gitu dong Teh, pamali. Biarin, nanti di datangin loh sama si Asih. Rasain nanti tuh gak ada yang nolongin. Silahkan Asih, tuh saya kasih si Leha!) Bu Wati geram dengan Leha yang tidak mau di jaga mulutnya.

"Hus, sangeunahna. Amit-amit jabang bayi, awas weh mun wani ngagentayangan urang mah. Di pasak ku urang!" (Hus, seenaknya aja. Amit-amit jabang bayi, awas aja kalau sampai berani gentayangin saya mah. Di masak sama saya!) Leha makin meradang dengan membalas perkataan Bu Wati.

Akhirnya Pak Udin dan Cecep sudah selesai kembali menambahkan panjang liang lahadnya Asih, namun tetap saja mayat Asih masih tidak muat dengan ukuran liang lahadnya. Mayatnya seperti memanjang, tetapi saat di ukur tidak pernah bertambah sama sekali, panjang mayat Asih dan panjang kuburan masih di ukuran yang sama.

Hingga Pak Udin menambahkan liang kubur Asih mencapai dua meter pun tetap sama, mayat Asih lagi-lagi tidak bisa masuk ke lubang kuburnya.

Di tambah jadi dua meter setengah pun tetap sama saja, mayat Asih tidak muat seperti sebelumnya.

"Kumaha atuh Pak Ustaz? Ieu tos dua meter satengah tapi teu acan keneh mahi." (Gimana dong Pak Ustaz? Ini sudah dua meter setengah tapi belum juga muat.) Pak Udin sudah hampir menyerah karena tidak pernah muat ukuran lubang kuburnya dengan mayatnya Asih.

"Punten Pak Ustaz, kumaha lamun misalkan kaki na neng Asih di lipet wae? Biar selesai secepatnya Pak, karunya ieu anu ngalayat kalilaan teuing di kuburan ti tabuh tujuh, ayeuna tos tabuh sapuluh." (Permisi Pak Ustaz, gimana kalau misalkan kakinya neng Asih di lipat saja? Biar selesai secepatnya Pak, kasihan yang melayat di sini terlalu lama di kuburan dari jam tujuh, sampai sekarang sudah jam sepuluh.) Pak RT mengusulkan ide.

"Sabenerna mah teu meunang, tapi nya bade kumaha deui? Nya ntos weh sok mangga, cobian di lipet kaki na. Mudah-mudahan weh tiasa di kabumikeun ayeuna keneh." (Sebenarnya tidak boleh, tetapi ya mau gimana lagi? Ya sudah silahkan, cobain dilipat kakinya. Semoga  saja bisa dikebumikan sekarang juga.) Pak Ustaz setuju dengan idenya Pak RT.

Setelah percobaan gagal beberapa kali, akhirnya untuk kali ini berhasil. Mayat Asih akhirnya dikebumikan, meskipun kaki Asih harus terlipat agar muat dengan liang lahadnya.

Asih di Azankan oleh Pak Ustaz dan doa terakhir untuk Asih di pemakamannya di pimpin kembali oleh Pak Ustaz.

Semua sudah selesai, warga pulang ke rumah masing-masing.

Asih yang cantik dan baik hati, kini telah pergi untuk selamanya. Kematiannya hanya di ketahui akibat bunuh diri, belum ada yang tahu kenapa Asih memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri dengan menggantung tubuhnya di pohon depan rumahnya.

Yang pasti di balik kematian Asih, hanya segelintir orang yang turut berduka. Sisanya bersuka cita, karena menurut mereka perusak rumah tangga mereka kini telah tidak ada.

Meskipun Asih tidak berniat untuk membuat sepasang suami dan istri bertengkar, tetapi kecantikannyalah yang teramat bahaya untuk para istri di kampungnya.

Ternyata menjadi orang cantik sangat tidak mudah, ketika kecantikan menjadi awal mula bencana bagi kehidupan Asih, Asih yang putus asa pun memutuskan untuk mengakhiri hidupnya karena kecantikannya.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login