Download App

Chapter 2: Hutan

"AGH!"

Aku terjatuh ke lantai dengan darah segar yang terus mengalir dari perutku, dan membuatku benar-benar ketakutan serta panik yang luar biasa. Itu menyakitkan! Benar-benar menyakitkan hingga aku ingin menangis dan tubuhku bergetar tiada henti.

Aku mendongak dan melihatnya telah berdiri di depanku dan hanya menyaksikanku merasakan rasa sakit yang luar biasa.

Sejak kapan dia memegang pisau dapur itu!

Dan bagaimana dia bisa menusukku dengan begitu cepat, hingga aku tidak bisa melihat kapan itu datang!

Aku tidak tahu.

"Wah, pasti menyakitkan."

"Si-sialan! Kau ... Agh ... Akh ....!"

Dia kemudian berjongkok dan memiringkan kepalanya, lalu melihatku dengan mata yang begitu meremehkan dan sinis. Dia menyipitkan matanya dan seringai lebar segera terbentuk di wajahnya yang menjijikkan.

Aku benar-benar ingin memukulnya! Aku benar-benar ingin! Namun, aku tidak lagi punya kekuatan untuk menyerangnya atau mengumpat.

"Aku sudah memperingatimu. Tapi, kau tidak mendengarkanku. Ah~ Sayang sekali. Aku kira kau bisa sedikit lebih pintar saat ini, tapi ternyata kau tetap bodoh."

Aku tak ingin mendengar omong kosongnya lebih lama lagi. Penglihatanku mulai mengabur dan menipis, tubuhku terasa seperti beton yang begitu berat dan kekuatan kakiku hampir mencapai batasnya. Aku mencoba sekuat tenaga menekan luka pada perutku agar pendarahan bisa berhenti. Namun, kesadaranku seakan terasa mulai terpecah dan menghilang di udara.

Tidak! Aku tidak boleh pingsan di saat yang seperti ini.

Aku tidak mau mati!

Dan akhirnya ....

BRUK...!

"Ah- dia pingsan."

*****

Aku membuka mata dan mendapati diriku sedang berdiri di antara pepohonan yang tinggi dan besar.

"Hutan? Kenapa aku ada di hutan?"

Aku melihat ke sekelilingku dan hanya melihat pepohonan dan bebatuan yang begitu besar. Hutan ini memberikan perasaan kesepian dan kesedihan yang begitu kuat, namun juga kebencian dan kemarahan yang membuat dadaku terasa begitu sesak dan sakit.

Aku seperti berada di dalam hutan yang hidup dan memiliki emosi layaknya seorang manusia.

Dimana sebenarnya aku berada?

Aku tidak tahu.

Aku hanya merasa seperti hutan ini ingin membuatku mengerti tentang rasa sakitnya dan keinginannya yang begitu dalam.

Aku kemudian mulai berjalan tak tentu arah, dan mataku tertuju pada sinar matahari yang berwarna kebiruan dan terlihat jauh lebih besar dari biasanya. Sinarnya begitu menghipnosisku dan membuatku hanya terfokus pada cahaya itu.

Hingga sebuah suara seketika menggapaiku, dan membuatku terdiam membeku.

[ Kemarilah. ]

Layaknya sebuah robot, kakiku tiba-tiba bergerak dan patuh oleh suara asing itu. Aku berusaha menghentikan kakiku, namun itu berakhir sia-sia. Dan akhirnya, aku hanya bisa pasrah dan menyerah.

Hingga, setelah berjalan cukup lama. Kakiku akhirnya berhenti bergerak dan aku bisa melihat siluet hitam yang berdiri tak jauh dari tempatku. Sosok itu menatap jurang terjal yang berada di depannya dan hanya terdiam di sana. Auranya terasa aneh dan tidak bisa dimengerti, hutan di sekitarku seketika mulai mengeluarkan suara gemuruh dan angin kencang mulai menerpaku dengan ganas.

Dia kemudian berbalik dan mulai berjalan mendekatiku. Setiap langkahnya tak memberikan suara sedikitpun dan sangat tenang. Rambut hitamnya menari-nari dengan angin yang begitu tidak bersahabat dan terasa begitu dingin. Sedikit demi sedikit, dia mulai memperpendek jarak antara kami berdua.

Hingga akhirnya, dia benar-benar berada tepat di depanku.

[ Hmm, jadi kau Charles Fraud. ]

Lagi-lagi seseorang yang entah kenapa tahu namaku tanpa aku tahu siapa dirinya.

"Siapa kau?"

Hmm, aneh. Aku sama sekali tidak bisa melihat wajahnya. Dan benda hitam apa itu? Sesuatu yang aneh seperti menyensor wajahnya hingga tidak bisa kukenali. Bayangan hitam menyelimuti wajahnya dan tak membiarkan sedikitpun cahaya matahari melewatinya dengan mudah.

[ Aku? Oh, aku adalah Charles Lorrian ]

"Charles Lorrian?"

Tunggu! Nama itu terdengar tak asing di telingaku. Aku seharusnya pernah mendengarnya, tapi ... dimana? Dan siapa ....

Alex.

Benar, bajingan itu menyebut nama Charles Lorrian sebelumnya, sesaat sebelum dia menusukku dan menertawakanku yang sedang sekarat. Tapi, kenapa ....

[ Apa kau terkejut? kita berdua memiliki nama belakang yang sama. ]

"Bukan, bukan bagian itu yang membuatku terkejut."

[ .... ]

Ini mungkin hanya sebuah kebetulan belaka, ini pasti hanya mimpi. Seharusnya aku tidak perlu seterkejut itu. Iya, pasti karena itu. Aku tidak perlu bereaksi berlebihan hanya karena hal sepele.

"Lupakan itu. Dimana sebenarnya ini?"

[ Pfft, aku juga tidak tahu. ]

"Apa?!"

[ Oh, kau tidak perlu semarah itu. Aku sendiri tidak tahu dimana ini, walau tempat ini sebenarnya tercipta berdasarkan tempat yang menjadi kuburanku. ]

"Kuburan?"

[ Iya, sesuatu seperti itu. ]

"Apa ... apa itu artinya aku berada di alam baka? Apa aku sudah mati?!"

Apa aku benar-benar mati dibunuh bajingan itu!?

[ Sudah kukatakan sebelumnya, jika aku sendiri tidak tahu dimana tempat ini. Tapi ....]

"Tapi?"

[ Aku bisa pastikan jika kau masih hidup. Hmm, untuk sekarang. ]

"Apa maksudmu itu? Maksudmu aku sekarat? jelaskan secara jelas!"

Aku secara spontan membentaknya dengan keras. Otakku terasa akan meledak dan aku mulai merasakan rasa sakit kepala yang begitu menyebalkan.

"Aku yakin ini hanya mimpi."

[ Kau yakin? ]

"Ini terlalu absurd untuk menjadi kenyataan. Ini mungkin hanyalah lucid dream atau semacamnya, aku akan terbangun pada saatnya. Agh! Menyebalkan. Dan aku juga berharap, bajingan itu hanyalah mimpi buruk yang mengerikan."

Saat dia mendengarnya, aku seketika mendengarnya mulai bergumam akan sesuatu. Suaranya tidak terlalu jelas, namun aku bisa mendengar beberapa kata darinya, seperti-

'Maafkan aku.'

Mungkin aku hanya salah mendengar, tapi mungkin juga tidak. Mau bagaimanapun, aku rasa itu tidak penting sekarang.

[ Ah- sepertinya aku membuang-buang waktu untuk hal yang tidak penting. ]

"Apa maksudm-"

Aku tak sempat untuk menyelesaikan ucapanku. Lelaki itu tiba-tiba mengeluarkan pedangnya dengan bilah pisau yang berwarna hitam pekat dan berkilau.

"Ap-apa yang ingin kau lakukan?"

Suaraku seketika bergetar, rasa takut segera mengalir pada seluruh pikiranku dan aku tidak bisa melarikan diri.

[ Menurutmu? ]

"A-apa kau ingin ... membunuhku?"

Dia hanya terdiam dan melihatku dengan wajah yang menghitam. Tangan kanannya mencengkeram erat gagang pedang yang memberika aura mematikan. Bilah tajamnya memancarkan pendar merah, yang mengeluarkan aroma amis darah segar, dan aku hanya bisa terdiam tanpa bisa melakukan apapun.

"Ini hanya mimpi. Kau tidak mungkin nyata!"

[ Berharaplah. ]

Tapi, rasa takut ini terasa begitu nyata. Tubuhku yang bergetar dan dadaku yang terasa begitu sesak, benar-benar menusukku dengan jawaban jika ini bukanlah mimpi.

Tidak mungkin!

Ini tidak mungkin kenyataan. Namun, perasaan ini ....

Sial! Apa akhirnya aku mati juga! Setalah bajingan itu menusukku dengan pisau dapur. Apa aku akhirnya benar-benar mati dan lenyap?!

Apakah ini kenyataannya?!

Aku ... aku tidak tahu.

Orang itu pun mulai mengangkat pedangnya ke udara, dan aku hanya bisa mengamati ujung pisaunya yang memantulkan sinar matahari yang silau.

Dan sebuah retakan tiba-tiba muncul pada sensor yang selama ini menutupi wajahnya.

Dari mata, hidung dan akhirnya ke mulutnya. Sensor itu mulai terpecah dan mengilang seperti debu, hingga akhirnya ... aku melihatnya.

"KAU!"

SLASH...!

Eh?

Apa ... apa yang terjadi?

Kepalaku. Kenapa?

Tidak-

[ Maafkan aku. Tapi hanya ini satu-satunya cara. ]

Apa maksud omong kosongnya itu.

Aku pun melihatnya, kepalaku yang terputus dan terjatuh ke tanah, berdampingan dengan tubuhku yang tergeletak di dekatnya. Mataku menatap wajah orang itu, yang memiliki rupa sama persis dengan wajahku.

Dia menatapku dengan wajah yang sedih dan suram. Kedua tangannya bergetar dan aku bisa merasakan perasaan kesedihan yang benar-benar luar biasa menyesakkan.

Aku mencoba sekuat tenaga untuk membuka mulutku.

"Ke-kenapa ... kenapa ka-kau ... membunuhku?"

[ Aku tidak punya pilihan lain. Aku harus membunuhmu untuk membalaskan dendamku. Aku akan melakukan segalanya untuk melakukan itu, walau ... walau aku harus membunuh diriku sendiri. ]

"...."

Cahaya matahari tiba-tiba semakin menyilaukan hingga aku kehilangan kesempatan untuk melihatnya. Dan lagi-lagi, kesadaranku mulai memisahkan diri dari tubuhku dan menghilang. Aku kemudian kembali melihat tubuhku yang tergeletak di tanah dengan keadaan yang sangat menyedihkan.

Air mata segera mengalir membasahi wajahku.

"Haha ...."

Tawa kecil keluar dari bibirku yang bergetar.

Aku bahkan tak sempat untuk mengucapkan selamat tinggal pada kedua orang tuaku dan ketiga sahabatku.

Ini tidak mungkin terjadi.

Aku tidak mungkin bisa menerimanya!

Namun ....

Aku tidak bisa melakukan apapun.

Jiwaku tertelan dan terbang sedikit demi sedikit.

Mataku mulai mengantuk dan aku bisa dengan samar melihat Charles Lorrian berdiri dan menatapku dengan tatapan yang tidak bisa kujelaskan.

Apa hakmu membunuhku?

Sialan!

Aku untuk pertama kalinya merasakan kemarahan yang luar biasa. Perasaanku seketika mengamuk dan menolak untuk mati dengan cara yang seperti ini. Aku menatap Lorrian dengan kebencian yang begitu kelam dan dalam.

"Kau tidak akan pernah kumaafkan!"

Oleh karena itu.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login