Setidaknya Mile berniat disiplin, kan? Namun, baru 10 menit berlalu, pintu kamarnya sudah diketuk urgen. Ada suara rengekan Abby di baliknya. Bocah itu memeluk boneka Baimax saat Mile membuka pintu.
"Uncle, aku tadi mimpi buruk ...." kata Abby sambil mendongak. Dia menatap Mile dengan mata kucing. Lalu Mile mendorong punggungnya ke dalam.
"Ya sudah, sini. Tidur dengan Uncle. Besok kau pun harus sekolah."
"Oke ...."
Abby pun naik ke ranjang. Langsung bergelung ke selimut Mile, bahkan mendusel ke pelukan pamannya. Dia tampak baru menangis, sementara pelayan yang mengantar pun langsung pamit. Well, sebelum orangtuanya meninggal Abby sudah biasa tidur sendiri. Toh di kamarnya ada CCTV. Apapun yang terjadi di dalam pun bisa diketahui babysitter, tapi kadang pengawasan tidak cukup untuk memberinya kehangatan. Sesekali bocah itu bisa mimpi buruk, mungkin karena dulu melihat orangtuanya dikremasi secara langsung.
Jujur, dulu Mile baru pulang dari USA saat prosesi itu. Dia pun tidak tahu kenapa Nathanee terlalu jujur kepada Abby tanpa menunggu waktu, tapi efeknya sekarang memang lebih menerima. Bocah itu jadi sosok realistis, walau childish. Tapi Mile pikir Abby masih masanya manja.
"Granny, apa Ayah sama Ibu ke syurga duluan?" tanya Abby sambil memeluk guci abu orangngtuanya.
"Iya, Sayang."
"Kok ... aku tidak diajak? Granny bilang di sana kan punya banyak mainan."
"Tidak, Sayang. Abby itu harus sekolah dan pintar dulu. Jangan khawatir. Nanti ditemani sama Uncle Mile kok ...."
"Oh ...."
Mile pun menyanggupi permintaan asuh Abby, toh dia belum naik ke kursi CEO. Mile akui dia belum pantas, dan baginya pendidikan saja tak cukup. Mile harus sering terjun ke lapangan demi belajar. Setidaknya hingga Abby naik ke singgasananya.
"Jadi, sekarang KK dan akta Abby akan kubawa, Mae?"
"Ya."
"Terus yang ini surat wali-nya ...."
"Benar. Karena menurutku tetap kau yang lebih masuk akal," kata Nathanee. "Kalau Papa dan Mae ini sudah bukan masa-nya, Mile. Sekarang waktu yang tepat untuk kita ganti generasi, tapi keluarga harus bertahan dengan cara apapun."
"Aku tahu."
".... kalau begitu pikirkanlah pasangan yang tepat mulai sekarang. Jangan lama-lama. Abby itu butuh tempat bergantung ...."
Mengingat semuanya, Mile pun balas memeluk si bocah. Mengelus-elus punggungnya, lalu mereka terlelap bersama ke dalam mimpi.

Paginya, Mile turun tangga dengan wajah sumeringah. Dia tidur berkualitas dengan mood membaik, sampai-sampai Abby menatap curiga di meja makan.
"Uncle! Uncle! Ada berita bagus ya kelihatannya? Bilang atau nanti kulaporin ke Granny ....!" ancam Abby sambil mengetuk sendok dan garpunya ke meja.
Untung Songkit dan Nathanee belum gabung mereka. Jadi, Mile mencubit pipi sang keponakan tanpa khawatir diwawancara.
"Iya, bagus. Uncle tadi malam mimpi menikahi idolamu. Siapa kemarin namanya?"
"Eh? Whuaaat?! Phi Apo kaaah? Uncle serius atau mengerjai Abby?"
Mile justru tertawa keras. Parahnya, Songkit dan Nathanee keluar di saat yang sama. Sehingga Abby benar-benar lapor kepada mereka. Si bocah gembar-gembor mimpinya dengan muka yang cerah, padahal Mile bilang belum diberikan kepastian pihak yang bersangkutan.
Menanggapi itu, Songkit dan Nathanee pun tak menyangka Mile menjaring pihak di luar rencana, tapi keduanya tidak menentang apapun. Mereka tahu rupa Apo di saat pesta, bahkan sempat bicara sebentar dengan lelaki itu. Ehem, hanya sebagai tuan rumah dan idola, tentu saja. Mile yakin orangtuanya belum tahu sifat asli Apo, tapi itu dipikirkan belakangan saja. Dirinya dan Apo perlu mengenal. Jadilah dia mendengarkan bayak nasihat orangtuanya pagi itu.
Songkit bilang Mile harus pandai mengurus pasangan dari dunia entertainment. Sebab efeknya seperti pedang dua mata. Sebagai pebisnis Mile dituntut paham cara memanfaatkan peluang. Jangan sampai pemor Apo menciptakan skandal, apalagi dia punya fans membludak di luar sana.
"Apo Colleagues! Apo Colleagues! Apo Colleagues! Abby juga bagian dari Apo Colleagues!" kata Abby sumeringah. Dia tak menyangka Mile cinta-cintaan dengan idolanya. Lalu memekik girang saat Mile mengesun di pipi.
"Sudah, ya. Dadah dulu. Uncle kan harus bekerja."
"Aaaaaaak! Owkieeeee! Hati-hati juga selama di jalan! Dadaaah!"
Abby pun melambaikan tangan ke tiga anggota keluarganya, tapi dia sendiri tidak bersiap-siap. Kenapa? Ya, karena status bocah itu masih home schooling. Fakta Mile belum tenang melepas Abby sekolah di luar karena alasan pemantauan, dan Mile tipe yang tak mudah percaya pada bawahan. Baginya mereka tetaplah orang luar, bukan keluarga. Dan Mile selalu memberikan jarak pada batas tertentu. Kecuali pada istrinya nanti, misal? Mile mungkin baru melepas Abby, tapi dia tak yakin Apo mau melepas pekerjaan begitu saja.
"Ah, sudahlah. Aku harus segera pergi kantor ...." kata Mile. "Tak ada gunanya memikirkan itu terus menerus. I'm over, dan mari lakukan saja permainan ini hingga selesai ...."

Sesampainya di kantor, Nodt ternyata sudah menunggu di ruang Mile sambil mengangkat map hasil penelitiannya. Isi benda itu merupakan data diri Apo yang diminta Mile. Dan sang klien memujinya cepat bekerja.
Di dalam ada informasi para friend with benefit Apo (salah satunya Flo) dan ternyata jumlahnya banyak sekali. Mile sampai membalik beberapa halaman. Lalu berpikir keras karena mayoritas bukan orang sembarangan. Ada yang dari kalangan entertainment, vlog blogger ternama, selebrita sosmed, kaum sosialita, pria wanita, bahkan yang usianya baru 19--HEI!
Mile juga dapat perkiraan circle si penyanyi itu, foto lengkap data diri. Bahkan almamater dan informasi sosial media mereka.
"Ho, jadi tinggal informasi keluarga ya ...." kata Mile.
"Iya, Tuan. Yang itu menyusul, tapi segera saya kirimkan."
"Bagus. Dan cobalah tidak lebih dari dua hari. Kalau bisa akan kuberikan bonus."
"Siap."
"Aku paling butuh itu untuk tahu asal-usulnya ...." batin Mile. Dia pun mengangguk sambil mengecek belakang. Dan ternyata itu profil si mantan terindah--damn it. Mile akui dia tampan dan gagah seperti perkataan Apo. Bahkan juga punya aura seksi sekaligus panas dari dalam.
"Namanya Michelle Morrone, huh? Berprofesi sebagai aktor dengan darah Italia. Benar-benar diluar ekspektasi," kata Mile. "Kupikir masih orang Asia ...."
Lelaki itu pun menatap foto Michele lama. Lalu membaca garis besar analitis Nodt Nutasid.
Tersebutlah Michelle dan Apo bertemu saat main film, tapi dulu Apo hanya berperan sebagai figuran. Dia belum bersinar seperti sekarang, maka sedikit banyak Mile mengerti alasan Michelle tidak sejatuh cinta itu. Tapi, hei ... menurutnya Apo versi dulu tidak buruk-buruk amat kok. Manis, malah. Walau kulitnya cenderung gelap. Hmmm ....
Michelle kini diketahui berusia 32 tahun, masih depan belakang dengannya, tapi karena tingginya mencapai 190, Mile sudah bisa membayangkan dia kalah postur jika mereka hadap-hadapan.
"Bangsat memang. Jujur hal ini agak menyakitiku ...." desah Mile usai Nodt dipersilahkan keluar. Dia pun kembali menatap foto Michelle Morrone. Meremasnya. Lalu membuang benda itu ke tempat sampah. "Tapi setidaknya mereka sudah berpisah, jadi percuma aku khawatir seperti ini. Hahhh ...."
Pagi itu, pagi yang teras sial bagi Mile. Dia pun ambil memijit kening karena rasa sentimental, barulah mereka mengerjakan tugas dengan perasaan berat.
Bersambung ....
— New chapter is coming soon — Write a review