Download App

Chapter 2: Berangkat ke Bali

Tiga hari sebelum Bali Model Contest diselenggarakan, Mirna dan Amira telah bekerja keras mempersiapkan diri hampir satu bulan. Mereka berdua sudah merancang dua gaunnya sendiri dengan terbaik. Amira dibantu Sofie, sedangkan Mirna dibantu Amanda. Amira sudah tahu dari Sofie kalau Mirna juga ikut kontes itu. Untuk urusan berjalan lenggak-lenggok nanti di atas catwalk, Amira tetap dilatih Winarti, sedangkan Mirna dilatih seorang model yang namanya cukup terkenal. Dua gaun yang nanti ditampilkan Amira di kontes tidak jauh beda dengan tiga gaun yang ditampilkan di kontes Miss Fashion & Designer 2017 dua bulan yang lalu. Bali Model Contest terbuka untuk umum, pendaftarannya gratis, perempuan berumur 23 tahun sampai 35 tahun, dan hanya WNI diperbolehkan mengikutinya. Bali Model Contest diikuti 2 ribuan lebih peserta yang kebanyakan lulusan Jurusan Tata Busana. Hari ini yang merupakan tiga hari sebelum kontes itu diselenggarakan adalah penutupan pendaftarannya. 

"Cin, bikes dech pokoknya kamu hari ini!" kata Winarti ke Amira yang sekarang sedang bersiap-siap berangkat ke Bali mengikuti Bali Model Contest. Winarti kesal ke Amira.

"Loh kamu kenapa, mbak? Kok langsung bilang begitu ke aku?" tanya Amira.

"HP kamu nggak aktif kan? Berkali-kali aku hubungin kamu. Sebel dech." tanya Winarti balik dengan ngomel-ngomel.

"Emang nggak aku aktifin, mbak." jawab Amira.

"Tuh kan." gerutu Winarti.

"Kenapa emangnya, mbak?" tanya Amira ingin tahu.

"Aku minta dijemput tadi. Aku mau ke sini." jawab Winarti dengan muka cemberut.

"Haduh. Maafin aku ya mbak." kata Amira.

"Tadi ke sini naik apa, mbak?" tanya Sofie.

"Naik angkot. Lama banget nunggunya. Mana digodain preman-preman lagi di jalan." jawab Winarti alias Winarto dengan cemberut. Sofie dan Amira tertawa.

"Apa kalian berdua sudah siap berangkat ke Bali sekarang?" tanya Winarti.

"Iya, sudah siap, mbak." jawab Amira.

"Yuk kita kemon sekarang." Winarti mengajak Sofie dan Amira.

"Bentar dulu. Aku belum pamitan ke Ibuk, mbak!" jawab Amira. Kemudian, Amira masuk ke dalam menemui Ibunya untuk pamitan.

"Hati-hati ya nduk selama di sana. Jaga diri dan kehormatan kamu ya nduk. Ibu akan selalu mendoakan kamu." kata Ibunya sambil mencium kedua pipi putri satu-satunya itu.

"Iya, buk. Terima kasih banyak ya buk." jawab Amira sambil memeluk dan mencium kedua pipi Ibunya. Kedua mata Amira berkaca-kaca.

"Kamu ke Bali berapa lama, nduk?" tanya Ibunya dengan membelai-belai rambut panjangnya Amira yang agak kemerah-merahan akibat nasehat dari Winarti agar Amira lebih cantik dan elegan.

"Dua mingguan, buk." jawab Amira yang kedua tangannya masih memeluk Ibunya.

"Kok lama, nduk?" tanya Ibunya.

"Amira dan teman-teman sekalian liburan, buk. Suntuk libur pemotretan di rumah terus, buk." jawab Amira dengan sedikit cemberut.

"Sama teman bencong kamu itu juga ya nduk?" tanya Ibunya.

"Iya, buk." jawab Amira sambil tersenyum-senyum. Seketika itu, Winarti sewot dengan memalingkan mukanya dan melipat kedua tangannya. Sofie tersenyum-senyum.

"Dia bukan bencong bu, tapi manusia jadi-jadian." sahut Sofie. Amira dan Sofie tertawa-tawa. Ibunya Amira hanya tersenyum-senyum.

"Husss...jangan begitu." kata Ibunya Amira.

"Siapapun kita harus menghormati dan menghargainya." nasehat Ibunya Amira.

"Maaf ya mbak Winarti." kata Sofie kepada Winarti.

"Tapi mbak Winarti baik banget kok bu. Sofie sangat suka. I love you, mbak Winarti." kata Sofie lagi sambil memeluk Winarti.

"Amira juga suka, buk. I love you, mbak." kata Amira sambil memeluk Winarti juga.

"Iya....iya....eike udah tahu kok." jawab Winarti dengan tersenyum-senyum bahagia.

"Cin, udah mau siang nih. Cepetan pamit ke Ibuk." Winarti mengingatkan Amira dan Sofie.

"Hotelnya kebelet ditempati yang lainnya loh, cin." sambung Winarti.

"Idih, jorok ngomongnya. Kebelet." kata Sofie. Amira dan Ibunya tertawa-tawa. Winarti tersenyum-senyum genit dengan menutupi mulutnya dengan kedua tangannya.

"Sori, cin. Tadi eike nggak sengaja ngeluarin kata entuh." kata Winarti dengan tertawa genit lagi dengan menutupi mulutnya dengan kedua tangannya.

"Can cin can cin. Emang micin??" kata Sofie.

"Bukan micin, tapi cincin." jawab Winarti sambil tertawa genit lagi. Tidak beberapa lama kemudian, Amira, Sofie, dan Winarti pamit ke Ibunya Amira dengan masing-masing mencium punggung tangan kanannya. Mereka bertiga berangkat ke Bali menunggu giliran tampil di kontes sekaligus berlibur selama dua minggu. Mereka bertiga rencananya menginap di sebuah hotel berbintang lima dengan ditanggung semua oleh Amira. Selama menjadi model di sebuah majalah fashion di Paris level pemula dan sesekali menerima orderan untuk nampang di iklan-iklan televisi Indonesia, Amira sudah memiliki rumah cukup besar berlantai dua dan sebuah mobil mewah warna hitam, BMW i8. Amira masih memakai Winarti sebagai tukang make-upnya dengan dibantu Sofie. Keduanya dijadikan Amira sebagai penasehatnya juga di kala Amira sedang galau. Bagi Amira, Sofie dan Winarti adalah dua sahabatnya yang paling setia dan paling baik sedunia. Setelah mendaftar Bali Model Contest secara online tadi malam, Amira mendapat nomor tampil 1.252, sedangkan Mirna mendapat nomor tampil 1.253. Mirna dan Amira nanti akan tampil bersama. Hari ini Mirna juga berangkat ke Bali menunggu giliran tampil sekaligus berlibur. Mirna berangkat bersama Steven dan Amanda. Mirna memakai mobil Porsche warna merah miliknya sendiri yang dikemudikan Steven. Mirna adalah anak seorang pengusaha properti yang sangat tajir. Mengenai keuangannya Mirna, jangan ditanya, karena Mirna adalah anak kesayangan Papanya. 

"Cin, denger-denger Mirna ikutan kontes juga ya?" tanya Winarti yang duduk di jok sebelah Amira.

"Iya, mbak." jawab Amira sambil nyetir dengan pandangan lurus ke depan.

"Kok kamu tenang-tenang aja sih, cin?" tanya Winarti yang terlihat galau.

"Mau diapain lagi, mbak. Itu kan sudah hak dia ikutan kontes." jawab Amira masih nyetir dengan pandangan lurus ke depan.

"Aku sangat kuatir kalau dia nyurangin kamu, jelek-jelekin kamu ke penonton-penonton, ngegagalin kamu jadi juara pertama," kata Winarti.

"Betul itu, Mir." sahut Sofie yang sejak awal duduk di belakang menyimak sambil melihat pemandangan-pemandangan di luar kaca jendela mobilnya Amira.

"Aku juga sangat mengkuatirkan seperti barusan yang dikatakan mbak Winarti, Mir." kata Sofie.

"Memangnya kenapa, Sof?" tanya Amira.

"Mirna pasti gak bakalan mau kalah dari kamu, Mir. Dia kayaknya sakit hati kalah di kontes kemarin, Mir." jawab Sofie. 

"Ah, masak sih sebegitunya, Sof?" tanya Amira.

"Aku juga sependapat dengan Sofie, cin." sahut Winarti.

"Kalau kamu nggak percaya, lihat aja nanti, Mir." jawab Sofie. Tidak beberapa lama kemudian, Amira sedikit menyerempet mobilnya Mirna ketika Amira hendak berbelok di sebuah perempatan jalan arah ke pelabuhan Jakarta yang sebentar lagi akan sampai. Untunglah, Amira bisa menghindarinya.

"Haduuhhh....jantungku hampir mau copot nih, ciinn! Hati-hati doongg!" kata Winarti sambil mengelus-elus dadanya.

"Bangun...bangun....makan nasi ama garem!" Winarti masih mengelus-elus dadanya. Winarti sangat kaget tadi. Amira dan Steven menghentikan mobilnya masing-masing berdekatan di tepi perempatan jalan.

"Hei, keluar loe!" perintah Steven di dekat Amira. Steven sangat marah sambil sesekali melihat bodi mobilnya Mirna yang sedikit tergores di bagian samping, tapi nggak terlalu parah. Steven masih belum mengetahui siapa yang telah menyerempet mobil yang dikendarainya. Amanda dan Mirna sedang turun dari mobil.

"Mobilmu nggak apa-apa, Mir?" tanya Amanda kepada Mirna. Mirna sekarang memeriksa bodi mobilnya.

"Aduuhh.....mobilku lecet nih, Nda! Sialan tuh orang!" jawab Mirna setelah mengetahui bodi mobilnya lecet.

"Hei, ayo cepat keluar." Steven menendang bemper depan mobilnya Amira dengan keras dan sangat marah. Steven sok jagoan. Steven sekarang berdiri di depan mobilnya Amira untuk menghalang-halanginya pergi. Mirna dan Amanda sedang berjalan mendekati Steven. Kaca hitam mobilnya Amira membuat Steven tidak mengetahui siapa-siapa yang ada di dalam mobil itu.

"Gimana ini, cin?" tanya Winarti dengan sangat panik.

"Rupanya komplotan mereka bertiga, Mir." kata Sofie. Amira masih diam di joknya dengan menatap Steven dan sekarang ke Mirna dan Amanda. Pada saat ini, kenangan Amira bersama Steven dulu mulai muncul. Steven sekarang mengambil sebuah batu yang cukup besar di dekat mobilnya Amira. 

"Kalau nggak mau keluar, aku akan hantamkan batu ini ke kaca mobil kamu sekarang." ancam Steven dengan memegang sebuah batu tadi dengan kedua tangannya ke atas. 

"Ayo kita keluar sekarang, cin! Duuhh....bisa berabeh ini urusannya." kata Winarti sambil melepas sabuk pengamannya dengan tergopoh-gopoh.

"Kita keluar nggak, Sof?" tanya Amira ke Sofie.

"Pasti Steven nggak berani melempar tuh batu ke kaca." kata Amira dengan tersenyum.

"Kayaknya dia cuma gertak sambal aja, Mir." jawab Sofie.

"Haduuuhh....kalian berdua ini apa-apa'an sih? Dia udah jelas-jelas marah gitu loh, cin. Bisa hancur mobil kamu kalau nggak keluar." kata Winarti dengan sewot kepada Amira dan Sofie.

"Yuk kita keluar bareng." ajak Amira sambil melepas sabuk pengamannya.

"Hei, keluar nggak loe?" bentak Mirna dengan menggedor bagian depan mobilnya Amira cukup keras. Steven masih berdiri di depan mobilnya Amira dengan mengangkat batu besar.

"Kita hitung sampai tiga aja, Steve." kata Amanda.

"Baiklah." jawab Steven.

"Kalau kalian tidak keluar dalam hitungan satu sampai tiga, batu ini akan aku hantamkan ke kaca," ancam Steven.

"Ayo cepetaann kita keluar sama-sama, ciiinn. Eike takut sekali ini, ciinn." kata Winarti dengan gemetaran.

"Satu...!" teriak Steven.

"Iya...iya...mbak. Ini lagi ngelepasin sabuk pengaman. Susah amat nih." jawab Amira.

"Sini aku bantu," kata Sofie.

"Aku bantu juga, cin." kata Winarti.

"Dua...!" teriak Steven lagi. Sofie dan Winarti masih kesulitan membantu Amira melepaskan sabuk pengamannya, karena sabuk pengamannya terkunci.

"Sialan nih orang!" gerutu Mirna.

"Tiga...!" teriak Steven lagi. Tidak beberapa lama kemudian, mereka bertiga keluar bersama. Steven memang hendak memecahkan kaca mobilnya Amira, tapi Steven sangat terkejut kalau pengemudi mobil ini adalah Amira.

"Ooohh elu rupanya." kata Mirna setelah tahu kalau Amira pengendara mobil yang telah menyerempet mobilnya.

"Model kampungan bikin resek aja." ejek Mirna kepada Amira dengan berkacak pinggang dan kedua matanya melotot. Mirna sangat marah. Steven menurunkan batu yang dipegangnya, lalu membuangnya. Steven terdiam menatap Amira.

"Hei, jaga mulut kamu ya. Jangan seenaknya ngomong loe." Winarti membela Amira.

"Maaf ya Mirna. Aku tadi nggak sengaja." kata Amira kepada Mirna.

"Sayang, yuk kita lanjutkan perjalanan aja. Nanti aku ganti kok lecetnya." kata Steven kepada Mirna sambil menarik lengannya.

"Aku nggak mau kamu menggantinya, beib. Biar model kampungan ini yang mengganti. Enak aja." jawab Mirna.

"Hei, kalau kamu bicara seperti itu lagi, aku tampar kamu." Winarti membela Amira lagi.

"Apa kamu, bencong? Ikut-ikutan aja." jawab Mirna. Steven menatap Amira dengan sangat mengharapkan saat ini.

"Nggak apa-apa, Stev. Biar aku yang ganti lecetnya." kata Amira kalem.

"Berapa semuanya, mbak?" tanya Amira ke Mirna.

"5 juta. Itu untuk memperbarui bodi mobilku sekalian." jawab Mirna dengan sewot.

"Oke." kata Amira. Bagi Amira, uang 5 juta nggak ada apa-apanya.

"Sof, tolong kamu ambil uang 5 juta di dompetku di samping jok sekarang ya." perintah Amira kepada Sofie.

"Iya, Mir." jawab Sofie, lalu dia segera membuka pintu mobil untuk mengambil uang di dompetnya Amira yang sejak berangkat ditaruh di dekat joknya. Setelah itu, Sofie memberikan uang sebanyak 5 juta ke Amira.

"Ini uangnya, mbak. Tolong dihitung dulu ya. Maaf ya mbak Mirna. Aku nggak sengaja." kata Amira ke Mirna sambil memberikan uang sebesar 5 juta kepadanya. Mirna tadi meremehkan dalam hati kalau Amira nggak bakalan bisa membayarnya. Mirna sekarang menghitung segebok uang yang barusan diberikan Amira kepadanya untuk mengganti kerusakan mobilnya.

"Ada lagi, mbak?" tanya Amira.

"Awas kamu kalau sampai nyerempet mobil gue. Gue bakal laporin ke polisi atas tuduhan menggagalkan ikut kontes." kata Mirna setelah selesai menghitung uang.

"Baik, mbak." jawab Amira pasrah.

"Ini adalah pembalasanku dari kekalahanku dulu di kontes. Aku akan melakukan yang terbaik dan sebaik-baiknya." kata Mirna.

"Baik, mbak." jawab Amira. Tidak beberapa lama kemudian, Mirna, Steven, dan Amanda kembali ke mobil. Amira, Sofie, dan Winarti terdiam dengan berdiri melihat mobilnya Mirna berangkat ke pelabuhan menuju ke sebuah kapal Feri yang akan membawanya ke Bali. Tidak beberapa lama kemudian, Amira, Sofie, dan Winarti masuk ke dalam mobil. Mobilnya Amira satu kapal dengan mobilnya Mirna. Dua jam kemudian, Amira dan Mirna sudah sampai di sebuah hotel berbintang lima dekat dengan lokasi diselenggarakannya Bali Model Contest. Amira dan Mirna jauh-jauh hari sudah memesan kamar secara online di salah satu hotel high class itu di Bali.

"Cin, kita satu hotel dengan Mirna nih." kata Winarti. Mirna dan komplotannya belum tahu kalau Amira dan komplotannya menginap satu hotel.

"Iya, nggak apa-apa, mbak. Kebetulan Mirna juga memesan kamar di hotel itu, mbak." jawab Amira dengan tenang dan santainya.

"Duuhh....pasti rame lagi ini." kata Winarti.

"Rame apanya, mbak?" tanya Sofie menggoda Winarti.

"Rame peserta kontesnya...eh, kontesnya." jawab Winarti sambil tertawa ngikik genit dengan menutupi mulutnya dengan tangan kanannya.

"Ngaco." sahut Sofie.

"Wooowww....mewah banget tuh hotel, ciinn." Winarti takjub melihat kemewahan hotel tempat menginapnya bersama Amira dan Sofie sambil berjalan masuk. Winarti tersandung batu. Winarti hampir terjatuh.

"Aduuuhh...sialan nih batu pake nyandung kaki eike." gerutu Winarti dengan kesal. Amira dan Sofie tertawa-tawa menertawai Winarti.

"Mangkanya lihat bawah dulu baru jalan." kata Sofie. Amira dan Sofie dari dulu sangat terhibur dengan tingkah lucunya Winarti.

"Duuhhh...ganteng-ganteng banget tuh bule-bule, ciinn. Kayak Steven." kata Winarti sambil menoleh ke bule-bule yang sedang keluar dari pintu hotel.

"Ati-ati kejedot pintu loh, mbak." kata Amira sambil membuka pintu kaca hotel.

"Eh, iya, cin. Selamat dech eike." jawab Amira sambil mengelus-elus dadanya dan menghembuskan nafas.

"Biarin aja tadi, Mir. Biar jontor tuh jidatnya." kata Sofie.

"Duuhh...segitunya kamu, cin...eh, micin." jawab Winarti sambil tertawa ngikik genit dengan menutupi mulutnya dengan tangan kanannya. Tidak beberapa lama kemudian, Amira bersama Mirna mengambil kunci kamarnya masing-masing.

"Duuhh...model kampungan ngikut gue aja." kata Mirna kepada Amira di sampingnya.

"Hei, sialan. Jaga mulut kamu. Tak sobek-sobek baru tahu rasa kamu." ancam Winarti kepada Mirna.

"Udah biarin, mbak. Malu dilihat pelayan-pelayan hotel, mbak." kata Amira.

"Tuh anak bikin resek aja, cin. Nggak boleh dibiarin mulutnya nyerocos kayak gitu." jawab Winarti.

"Kalau kamu nggak terima, ayo sekarang berkelahi di luar hotel." Mirna pura-pura nantang Winarti.

"Boleh. Ayo kita berkelahi sekarang. Loe jual, eike beli." jawab Winarti dengan marah. Mirna dan Amanda tertawa-tawa.

"Udah dong mbak. Jangan ribut-ribut di sini." cegah Amira dengan lirih. Pelayan-pelayan hotel cuman tersenyum-senyum. Tidak beberapa lama kemudian, Mirna pergi bersama Amanda dan Steven menuju ke kamarnya setelah menerima kunci kamarnya. Setelah itu, Amira juga pergi menuju ke kamarnya bersama Sofie dan Winarti setelah menerima kunci kamarnya. Kamarnya Mirna dan Amira jaraknya cukup dekat dengan selisih lima kamar dalam satu deret.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login