Download App
33.33% Determined.

Chapter 2: On The Way

Setibanya di apartemennya, Katrina mulai mempersiapkan segala sesuatu yang nanti diperlukan untuk melamar kerja di kantornya Paul. Di dalam kamarnya dengan pintu terkunci dari dalam, Katrina juga akan berdandan selayaknya seorang perempuan ingin tampil cantik di hadapan seorang boss besar dengan harapan bisa merebut hatinya dalam hal pekerjaan. 

Karena Katrina pagi tadi sudah mandi, maka dia hanya perlu berdandan. Sebelum berdandan, jaket tebal berbulunya dia lepas, sehingga kaos putih ketatnya memperlihatkan agak jelas lekuk-lekuk tubuh sexi dan bra hitamnya. Jaket berbulunya dia gantungkan ke sebuah penggantung baju di samping lemarinya. Kemudian, Katrina memakai sebuah baju putih lengan panjang berkerah menutupi kaos putih ketatnya. Katrina menghadap agak jauh ke sebuah cermin di atas meja riasnya. Setelah itu, topi kain berajut yang ujungnya berbulu dia lepas, lalu rambut panjang lurus hitam bercampur pirang dia tata rapi tergerai dengan sisir. 

Karena Katrina mulai capek berdiri, dia duduk di depan cermin. Katrina pun memulas merah cerah secara hati-hati kedua bibirnya dengan sebuah lipstik cair yang hanya dia pakai ketika ada acara penting. Parfum favoritnya kedua yang beraroma Jasmin dia semprotkan secukupnya ke seluruh pakaiannya dan beberapa anggota tubuhnya, sedangkan parfum favoritnya pertama yang beraroma mawar merah muda terakhir sudah habis dua hari yang lalu telah dia pakai untuk menghadiri acara wisuda kelulusannya di kampusnya. 

Tak lupa, Katrina memakai sebuah cream pelembab untuk mencerahkan sekaligus melindungi wajah dan kedua lengan tangannya dari radiasi sinar ultraviolet. Setelah itu, oleh karena bajunya belum dimasukkan ke dalam celana kainnya, Katrina pun segera berdiri untuk memasukkannya hingga menatanya sedemikian rapi, lalu mengencangkan kembali ikat pinggangnya. Kemudian, Katrina memakai jas agak tebal berkancing warna hitam kecoklatan yang panjangnya selututnya yang dia ambil di dalam lemarinya. 

Sebelum keluar dari dalam kamarnya, Katrina mengambil dari dalam lemarinya beberapa lembar ijazah dan sertifikat penting yang sudah jadi satu di dalam sebuah map. Setelah itu, Katrina merengkuh sebuah tas cangklongnya berwarna separuh hitam dan separuhnya lagi putih yang menggantung di samping jaket berbulunya tadi untuk memasukkan sebuah map tersebut. Di akhir, Katrina memakai topi baret berwarna coklat dan tidak lupa sepasang sepatu hitam high heelsnya yang juga hanya dia pakai ketika ada acara penting. 

Sekarang pukul setengah 12 siang lebih sedikit. Sebelum berangkat menuju ke kantor tempatnya Paul bekerja untuk boss besarnya, untuk mengganjal perutnya, Katrina memanggang dua lembar roti putih tawar terlebih dahulu dengan sebuah mesin pemanggang roti di meja makannya. Setelah itu, dia santap dengan olesan-olesan selai rasa stroberi kesukaannya sambil meminum secangkir kopi hitam pahit yang sudah dia buat sebelum keluar tadi pagi. Tentu saja, kopinya sudah dingin. Namun, rasanya masih nikmat. 

Setelah Katrina merasa selesai, dia segera keluar dari dalam kamarnya. Sebelum meninggalkan kamarnya, Katrina selalu mengunci pintu kamarnya dari luar. Tidak beberapa lama kemudian, di tepi sebuah jalan raya yang tidak jauh dari apartemennya, Katrina bertanya kepada seorang pria tua yang hendak menyebrang tentang transportasi apa yang harus dia tempuh menuju alamat yang tertera di kartu namanya Paul. 

"Permisi, kakek! Maaf saya mengganggu Anda sebentar!" 

Seorang pria tua itu agak terkejut dengan menghadap ke Katrina yang ada di samping kirinya, lalu dia tersenyum ramah kepadanya. 

"Ada yang bisa aku bantu, nak?" Seorang pria berambut putih pendek dan rapi itu bertanya kepada Katrina. 

"Bolehkah saya bertanya kepada Anda, kek?" Katrina balik bertanya dengan tersenyum ramah kepadanya. 

"Silakan, nak!" Seorang pria tua itu mempersilakannya dengan tersenyum ramah kepadanya lagi. 

"Sebelumnya saya ucapkan terima kasih banyak kepada kakek yang sudah sudi membantu saya." Katrina berkata. 

"Kakek pasti membantu siapa saja kalau kakek bisa." Seorang pria tua itu menjawabnya dengan tersenyum.

"Apakah kakek tahu transportasi-transportasi ke alamat ini?" Katrina bertanya kepadanya dengan menunjukkan alamat pada kartu namanya Paul. 

Seorang pria tua itu berpikir sejenak setelah membacanya baik-baik. Maklumlah, Katrina belum tahu alamat di kartu namanya Paul, karena Katrina belum pernah menjelajahinya selama berada di kota Venezia hingga sekarang ini. 

"Syukurlah kakek tahu, nak."

"Kakek akan menjelaskannya kepadamu sekarang, nak." 

Kira-kira 10 menit seorang pria tua itu selesai menjelaskan secara detail kepada Katrina mengenai transportasi-transportasi apa yang harus dia tempuh untuk menuju ke alamat itu. Katrina menyimaknya baik-baik dengan mencatatnya pada buku catatannya. Katrina pun tidak sungkan-sungkan bertanya lagi kepadanya ketika ada yang tidak dia mengerti. Seorang pria tua itu menjawabnya dengan sabar.

"Terima kasih banyak atas kebaikan kakek!" Katrina berkata sambil tersenyum. 

"Sama-sama, nak." Seorang pria tua itu menjawabnya dengan tersenyum. 

"Sebelum saya pergi, ini ada sedikit rejeki dari saya sebagai balas jasa saya kepada kakek." Katrina berkata sambil memasukkan 1 lembar uang 5 Euro ke dalam saku bajunya. 

"Tidak usah, nak!" Seorang pria tua itu menolaknya dengan berusaha mengambil uang pemberian Katrina di dalam saku bajunya untuk diberikan lagi ke Katrina. 

Katrina juga menolaknya.

"Ambil saja, kek." 

"Anggap saja ini rejeki buat kakek!" 

Seorang pria tua itu tetap menolaknya dan demikian juga dengan Katrina. Namun, tidak lama kemudian, akhirnya, Katrina menerima kembali uangnya dari seorang pria tua tersebut.

"Biarlah Tuhan saja yang membalas ini, nak!" Seorang pria tua itu berkata kepada Katrina dengan tersenyum. 

"Terima kasih banyak atas kebaikan kakek." Katrina menjawab dengan tersenyum. 

"Ngomong-ngomong, kakek mau menyebrang jalan ya?" Katrina bertanya kepadanya. 

"Iya, nak." Seorang pria tua itu menjawabnya singkat dengan tersenyum dan mengangguk. 

"Mari kita bersama menyebrang jalan ini, kek." Katrina berkata dengan tersenyum dan menggandeng lengan kanannya. 

 "Baik, nak. Terima kasih banyak, nak." Seorang pria tua itu menjawabnya.

"Sama-sama, kek." Katrina membalasnya dengan tersenyum kepadanya. 

Setelah itu, Katrina dan seorang pria tua itu bersama menyebrangi sebuah jalan. Sebelum Katrina meninggalkannya seorang diri di tepi sebuah ujung jalan setapak berpaving ke arah perumahan, Katrina pamit kepadanya dengan mencium telapak tangan kanannya. Tidak jauh dari ujung jalan setapak itu, Katrina melanjutkan langkah kedua kakinya menuju ke sebuah halte bus, sedangkan seorang pria tua itu mulai berjalan menuju ke rumahnya dengan agak tertatih-tatih. 

Tidak sampai 5 menit, Katrina sudah mendapatkan bus pertama yang akan segera mengangkutnya menuju ke halte bus berikutnya. Selama perjalanannya dengan bus pertama, Katrina menelpon Paul untuk memberitahukan kepadanya bahwa dirinya sekarang On The Way menuju ke kantornya. Setelah itu, Paul memberitahukan kepada boss besarnya. 

30 menit kemudian, Katrina tiba di sebuah halte bus untuk mendapatkan bus kedua. Di saat ini, Katrina harus bersabar menunggunya yang nantinya bus kedua tersebut akan menurunkannya tepat di tepi jalan. Setelah itu, Katrina harus berjalan kaki melintasi dua bangunan agak menjulang tinggi yang tampak usang dari luar, tapi masih berdiri kokoh. 

Karena Mr. David merasa lama menunggu Katrina, dia segera memerintahkan seorang anak buahnya Paul untuk menjemputnya. Katrina sempat terkejut dirinya dibawa dengan sebuah mobil limosin oleh seorang anak buahnya Paul. Ketika melewati dua bangunan usang tersebut, Katrina melihat banyak tumpukan peti kayu berbentuk kubus di depan kedua bangunan usang tersebut. 

Karena Katrina benar-benar ingin segera bekerja sebagai sekretaris sesuai jurusannya, dia tidak memikirkan hal-hal buruk lainnya, seperti tempatnya seram, gajinya kecil, dan lain sebagainya. Katrina masih belum tahu kalau pekerjaannya nanti termasuk pekerjaan gelap. Yang ada dalam pikirannya Katrina sekarang ini adalah mencari uang dari keahliannya dan mencari pengalaman untuk melompat lebih jauh dan lebih baik lagi ke depannya. Begitulah harapan-harapannya Katrina saat ini. 

Setelah turun dari dalam mobil limosin, Katrina naik tangga besi menuju ke lantai dua bersama seorang bawahannya Paul tersebut. Selama naik tangga besi itu, Katrina sesekali melihat ke bawah yang terlihat dua lelaki sedang mengangkat satu peti kayu untuk dimasukkan ke dalam sebuah mobil box. 

Setibanya di sebuah ruang di lantai dua, Katrina bertemu dengan Paul dan ketiga anak buahnya yang lain, sedangkan Mr. David masih di dalam ruang kerjanya sedang sibuk dengan lembaran-lembaran kertas berisi hitungan-hitungan pengiriman barang yang sudah berhasil dilakukannya. Paul pun menyambut Katrina dengan sangat ramah, hangat, senang, dan antusiasnya. Setelah Katrina mengobrol-ngobrol dengan Paul seperlunya, Paul segera mengantarkan Katrina menuju ke ruang kerjanya Mr. David. Di saat ini, waktu menunjukkan jam 1 siang kurang 10 menit. 


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login