Download App

Chapter 2: Bagian 2.

Saat sampai di rumah, Arin langsung bergegas menuju kamar dan merebahkan tubuh ke kasur sambil memikirkan pembicaraan mereka tadi siang di ruang OSIS.

Pikirannya kembali menjelajah ke pertemuannya dengan petinggi OSIS.

Tok! Tok! Tok ....

Arin mengetuk pintu ruang OSIS untuk menemui Kak Varlan, setelah mendengar suara untuk masuk barulah Arin  membuka pintu dan duduk di hadapan  Varlan yang duduk dengan angkuh. Di sampingnya ada Rindi dan Keanu yang menatap kearahnya dengan tatapan tajam.

"Ada apa ya, Kak?" tanyaku bingung.

Kak Varlan menghembuskan napas pelan sebelum berkata, "Coba ceritakan bagaimana kamu bisa sampai di gedung empat dan mengatakan kalau pintu perpustakaan itu terbuka?"

Sebelum kujawab pertanyaan mereka, aku melihat ekspresi ketiganya yang tidak menunjukkan ekspresi wajah ingin tau, tetapi seseorang yang sedang menyembunyikan sesuatu.

Aku mengambil napas sejenak sebelum menjawab pertanyaan mereka. "Saat aku asik memperhatikan arsitektur bangunan sekolah ini, aku tidak menyadari kalau aku sudah berdiri di depan pintu perpustakaan yang sudah terbuka," sambil menarik napas panjang. "dan saat ingin memasuki perpustakaan, langkahku terhenti saat  bel berbunyi."

"Apakah hanya itu?" tanya kak Rindi menatap curiga kearahku seakan tak percaya.

"Iya."

"Hmm ... Tapi kenapa wajahmu sangat familiar," ujar kak Keanu membuatku menelan ludah.

"Apa kamu memiliki kakak di sini?" tanya kak Varlan.

"Tidak!" Entah kenapa aku langsung menjawab seperti itu, tiba-tiba saja mulutku langsung menyangkal pertanyaan Kak Varlan.

"Tapi wajahmu sangat mirip dengan Bella."

"Baiklah, kalau begitu kamu boleh keluar dan pesan kami jangan pernah ke gedung empat seorang diri," saran Kak Rindi yang entah kenapa membuatku merinding.

"Baik Kak, kalau begitu saya permisi." Aku langsung bergegas keluar dari ruang OSIS dan berjalan di koridor sekolah yang sepi kerena hanya beberapa siswa yang kelihatan masih berada di sekolah.

Saat sampai di gerbang sekolah, Reza dan Azalea langsung berlari mendekat ke arahku.

"Gimana pertemuanmu dengan mereka, apa mereka menanyakan pertanyaan yang aneh, mereka tidak melakukan hal-hal anehkan sama kamu 'kan, Rin." Aza datang langsung menodongku dengan berbagai pertanyaan tentang pertemuanku dengan anak OSIS tadi.

"Tidak, mereka cuma menanyakan perihal perpustakaan," jawabku tersenyum tipis.

"Tapi, kalian heran tidak sih? Sama perilaku mereka saat kamu bicara melihat perempuan di perpustakaan tua itu?" Pertanyaan tiba-tiba dari Reza membuat kami berdua langsung terdiam.

Benar juga mengapa mereka kelihatan seperti terkejut dan kayak menyembunyikan sesuatu.

"Iya juga sih, apalagi sikap mereka bertiga itu, mereka kayak aneh gitu." Haran Aza melirik kearah sekolah.

"Hmm, udah yuk! Kita pulang," ajak Reza mendekati kendaraannya.

Setelah Reza dan Aza pulang, aku memutuskan untuk menunggu tante Vella di halte yang tidak terlalu jauh dari sekolah.

"Aduh maaf ya sayang jemputnya agak telat, tadi Tante ada pertemuan dengan klein Tante," ujar Tante Vella.

"Nggak papa kok Tan, Arin juga baru keluar dari sekolah."

Saat asik melamun sambil memikirkan tentang sekolah yang seperti menyimpan misteri, tiba-tiba saja suara pecahan vas bunga dari lantai bawah membuat Arin kaget dan langsung berlari kearah terdengarnya suara pecahan tadi.

"Suara apaan tadi Bik?" tanya Arin panik.

"Hah! nggak ada suara apa pun Non, emangnya Non Arin dengar suara apa?" Bibik balik bertanya dengan raut bingung.

"Tadi, Arin dengar suara pecahan vas dari lantai bawah," ujar Arin meneliti keadaan rumah untuk memastikan pecahan vas bunga tadi.

Dan anehnya tidak ada bekas beling ataupun pecahan vas di lantai satu ini, terus suara pecahan yang di dengar Arin tadi berasal darimana?

Ketika asik meneliti ruangan, pandangan Arin tak sengaja bertemu dengan tatapan tajam seorang laki-laki yang berdiri di gerbang rumah tantenya.

"Itu bukannya Kak Keanu, kenapa ia memperhatikan rumah ini," batin Arin melihat Keanu berdiri sambil memandang kearah rumahnya.

"Gawat! Dia tau dong kalau aku tinggal di rumah kak Bella, dan ia pasti curiga!" Panik Arin saat melihat Keanu yang masih betah berdiri di depan gerbang rumahnya.

"Bik! Itu cowok emang sering berdiri di sana?" tanya Arin ketika Keanu tidak beranjak dari posisinya.

"Yang mana Non?" tanya Bibik bingung.

Sambil menunjuk kearah gerbang rumah dan berkata, "Itu Bik, yang berdiri di--" Saat melihat kearah gerbang mata Arin langsung melotot, "Loh ... Kok nggak ada!" teriak Arin.

"Mana sih Non, dari tadi emang nggak ada orang di depan gerbang. Non Arin baik-baik aja 'kan?" tanya Bibik khawatir.

"Iy-ya Bik, kalau begitu Arin ke atas dulu," pamit Arin berlalu ke kamarnya.

Bibik hanya menggelengkan kepala melihat sikap nona majikannya yang sedikit aneh.

"Kenapa Bik?" tanya Vella berdiri di belakang bibik.

"Eh itu Buk, sikap Non Arin kayak aneh tadi aja ia bilang dengar suara pecahan vas bunga dari lantai satu," beritahu Bibik.

"Setelah itu Non Arin juga melihat ada cowok yang berdiri di depan gerbang rumah Buk, padahal Bibik nggak ngeliat siapa pun di sana," sambung Bibik dengan raut wajah khawatir.

"Yaudah Bibik lanjut kerja lagi, Vella mau ke atas nemuin Arin dulu," kata Vella berjalan kearah kamar keponakannya.

"Arin ... boleh Tante masuk sayang?" tanya Vella pelan.

"Masuk aja Tante, pintunya nggak di kunci kok," balas Arin dari dalam.

Vella tersenyum saat melihat keponakannya sibuk dengan leptop di depannya sambil menulis di buku catatannya.

"Lagi ngerjain apa sayang?"

"Oh ini lagi nyalin tugas yang harus dikumpulkan besok Tante." Arin menjawab sambil sibuk menulis.

"Bagaimana hari pertama sekolahnya sayang?" tanya Vella mengusap rambut panjang Arin dengan kasih sayang.

Tubuh Arin tersentak saat mendengar pertanyaan tantenya yang menanyakan perihal sekolah.

Dengan tersenyum canggung Arin menjawab, "Baik kok Tante."

"Baguslah, tidak ada yang menjahili kamukan di sana?"

"Enggak, Tan."

"Besok  acarany apa?"

"Jurit malam Tante." Mendengar ucapan Arin, Vella Langsung terdiam.

"Kamu nggak usah ikut aja ya sayang," bujuk Vella dengan khawatir.

"Yah, nggak bisa Tante, Arin udah janjian sama teman kalau mau ikut jurit malam," ujar Arin tidak enak.

"Tapi, Tante khawatir sama kamu sayang, kamu itu memiliki riwayat asma dan Tante tidak ingin terjadi sesuatu sama kamu." Khawatir Vella saat mendengar penjelasan keponakannya.

"Tante tenang aja Arin bawa obatnya kok," kata Arin menenangkan kekhawatiran tantenya.

"Tapi kamu harus ingat kamu harus jaga diri." Pesan Vella.

"Ok Tante."

Hari itu Arin melewati harinya dengan tenang tanpa ada gangguan setelah kejadian suara pecahan dan misteri mengenai kakak OSIS yang menatap rumah mereka dengan tatapan tajam, karena akan diadakan jurit malam pihak sekolah meliburkan mereka semua dan hanya datang saat sore harinya.

Ke esokkan harinya Arin sudah bersiap untuk berangkat ke Sekolahnya dengan diantar tantenya yang meluangkan waktu untuk bisa mengantarkan keponakannya.

"Nggak ada lagi 'kan yang ketinggalan?" tanya Vella kearah Arin yang dijawab gelengan kepala oleh Arin.

Akhirnya mereka berangkat sampai beberapa menit kemudian meraka berhenti di depan gerbang sekolah yang sudah ramai dengan siswa-siswi yang mengikuti jurit malam.

Arin melangkah keluar dari mobil setelah pamit dengan tantenya dan saat memasuki gerbang sekolah ia sudah di tunggu oleh kedua sahabatnya.

Reza dan Aza melambaikan tangannya kearah Arin yang disambut dengan senyuman, ia melangkah mendekati keduanya dan saat sampai di dekat keduanya Arin langsung memeluk keduanya.

"Tumben lama amat sampainya?" Aza mengawali pembicaraan di antara mereka.

"Biasa Tanteku lagi kambuh khawatirnya," ujar Arin yang disambut tawa oleh  ketiganya.

"Yaudah yuk kelapangan, sebentar lagi mau pembagian anggota kelompok," kata Reza yang diangguki keduanya.

Mereka sampai di lapangan dan bergabung dengan anggota kelompok lainnya. Acara dimulai dengan kata sambutan oleh Ketua OSIS lalu disambung oleh wakilnya yang menjelaskan peraturan dalam jurit malam nanti.

Setiap kelompok beranggotakan tiga orang, di mana masing-masing kelompok akan mendapatkan kertas petunjuk di gedung mana mereka harus mencari bendera merah-putih dan kelompok manakah yang berhasil menemukan bendera terlebih dulu ialah pemenangnya.

"Baiklah adik-adik semua sudah mendengarkan penjelasan dari kakak pembina OSIS bukan, maka Kakak akan membagi anggota kelompok untuk kalian," kata  Rindi sambil menyebutkan nama siswa-siswi dan kelompoknya.

"Selanjutnya... Azalea, Reza Artamevia, dan Putri Arinda, kalian bertiga satu kelompok dan nama kelompok kalian adalah Jepang," ucap Rindi memandang kearah mereka.

"Baiklah kalian boleh beristirahat dan jam dua belas malam kalian sudah harus berbaris di sini, sekian dulu tanpa penghormatan bubar jalan!"

Semuanya langsung ngacir dari lapangan sekolah, ada yang ke kantin ada pula yang berkumpul sambil mengosip serta ada yang ke taman belakang sekolah.

Arin dan kedua sahabatnya memutuskan untuk nongkring di kantin kelas X, sambil memesan bakso dan es teh.

"Eh, kok kita bisa sekelompok ya?" tanya Aza haran.

"Iya juga sih, mungkin aja ini kebetulan," jawab Arin menyeruput es tehnya.

Reza Sendiri hanya diam sambil memandang kearah Rindi dengan tatapan yang Sulit diartikan.

Arin dan Aza yang melihatnya langsung memasang senyum misterius.

"Uhuk ... uhuk ada yang jatuh cintrong nih, sama Kak Rindi," goda Arin sambil cekikikan bersama Aza.

Reza Langsung melotot saat mendengar perkataan Arin dan tanpa kata ia langsung menyumpal mulut Arin dengan tangannya.

"Hmpt--" Arin terkejut saat mulutnya disumpal dengan tangan oleh Reza.

Arin langsung menjambak rambut Reza membuat Reza memekik kesakitan.

"Wadow! Sakit Rin, ini namanya KDRT!" teriak Reza menarik perhatian penghuni kantin dan memandang kearah mereka.

"Le-- anj ... tang--!" gumam Arin yang tidak bisa diartikan oleh bahasa manusia.

Reza melepaskan bekapan tangannya di mulut Arin saat melihat Arin yang kesusahan bernapas.

"Tangan kamu habis apaan sih, kok bau banget!" teriak Arin.

Sambil terkekeh geli Reza menjawab, "Habis ngupil, harum 'kan!"

"Ihh jorok amat sih!" jijik Aza melemparkan kotak tissue kearah Reza yang berhasil mengenai kepalanya.

Kehebohan ketiganya diperhatikan oleh ketiga pasang mata yang sedari tadi asik melihat pertengkaran Arin dan kedua sahabatnya.

"Itu cewek kayak menyembunyikan sesuatu," ujar salah satu dari mereka sambil memperhatikan Arin yang asik bercengkrama dengan Aza dan Reza.

"Sok tau amat jadi orang!" sinis cowok yang duduk di sebelahnya.

"Yee, coba aja di perhatikan lebih jauh lagi, sikapnya itu mencurigakan dari awal ia masuk ke sekolah ini sudah aneh," beritahunya ngotot dengan analisis yang beberapa waktu lalu.

"Ck, nggak ada urusannya sama kita!" desis cowok tersebut dengan jengkel.

"Daripada memikirkan yang tidak-tidak, lebih baik kita memeriksa persiapan untuk jurit malam nanti, jangan sampai ada yang ketinggalan atau kekurangan," ujar cowok yang duduk di depan keduanya sambil beranjak dari kantin yang diikuti oleh keduanya.

Tepat pukul dua belas malam, semua peserta jurit malam sudah berbaris rapi sesuai dengan anggota kelompoknya.

Arin dan kedua sahabatnya berbaris sambil memperhatikan sekeliling sekolah yang tampak menyeramkan.

"Eh Eja, nanti kalau kamu ngeliat sesuatu diam-diam aja ya, jangan bicara yang aneh-aneh nanti kalau ada yang ngajak bicara kamu diam aja," ujar Arin dengan suara pelan.

"Kamu juga Za, nanti kalau ngerasain kehadiran mereka diam-diam aja jangan bilang sama kita, aku tuh takut tau!" sambung Arin kearah Aza.

"Ye kata kamu, cuma kamu doang yang takut aku juga takut! nanti kalau kamu dengar sesuatu jangan di dengarin apalagi disamperin asal suaranya." Aza menjawab sedikit ketus.

Mereka memang sudah jujur dengan kelebihan masing-masing, kata Aza lebih baik tau lebih awal daripada di akhir.

Perdebatan mereka terhenti ketika suara kakak kelas di depan sana mengambil alih perhatian mereka.

"Baik adik-adik semua, karena jam sudah menunjukkan pukul 00.00 am. Langsung saja kita memulai acara jurit malamnya, bagi ketua kelompok segera maju ke depan untuk mengambil kertas petunjuk!"

Masing-masing ketua kelompok maju ke depan untuk mengambil kertas petunjuk dan kembali lagi ke barisannya.

"Karena di kelompok kita cuma Eja seorang yang laki-laki, maka kamu kami pilih menjadi ketua kelompok Ja," ucap Arin yang diangguki oleh Aza.

Dengan berat hati Reza maju ke depan dan mengambil satu kertas yang berada di kotak yang di pegang oleh  Keanu dan kembali lagi ke barisannya.

"Baik adik-adik semua, kalian sudah mendapatkan kertasnya masing-masing bukan, sekarang kalian boleh membukanya dan ikuti petunjuk yang ada di kertasnya."

Mereka semua langsung membuka kertas yang sudah dipilih oleh ketua kelompok mereka dan mulai mengikuti petunjuk yang ada di dalam kertas tersebut.

Kelompok Arin Langsung membuka kertas yang di pilih oleh Reza tadi dan terkejut saat membaca tulisannya.

'GEDUNG 4!'

Aku terkunci di tempat tergelap yang tidak akan pernah bisa dijangkau oleh lantera, bebaskan aku dan ungkap semuanya! Atau kalian yang akan menjadi korban selanjutnya?

***


Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login