Download App

Chapter 3: Bagian 3: I'm Sorry, I Love U

Din, maafin gue ya. Gue mau pergi ke London. Ini juga kesempatan buat gue mengembangkan bakat gue di musik. Ngomong-ngomong soal dipantai waktu kemarin, sebenarnya gue mau lo tahu aja Din, kalo gue mulai ada perasaan sama lo. Mungkin kedengarannya aneh Din, kita baru aja kenal dan gue langsung cinta sama lo. Ini masalah hati Din, cinta itu tidak butuh alasan. Hati gue mengatakan apa yang dia katakan. Tapi ini bukan perpisahaan Din. Gue akan kembali, suatu saat.

Love U.

Jonathan.

Pikirannya mendadak berubah. Dia tidak mau kehilangan apa yang ia miliki. Musik, dia sangat berbakat tapi ayahnya selalu mendorong untuk menjadi seorang pembisnis. Sedangkan dia sangat menyukai Volli, mimpinya untuk menjadi pemain Volli terbaik akan lebih sulit digapai karena satu hal.

Masa bodoh dengan semuanya. Jonathan segera berbalik badan dan menelepon Ayahnya tidak akan pergi ke london karena ada alasan tertentu. Dan untungnya dia ketinggalan pesawat jadi bisa dijadikan alasan kuat untuknya. Emang sih kalo lagi cinta-cintanya sama seseorang rela ngelakuin apa aja. Tiba di luar bandara, ponselnya dikeluarkan lagi menggeser screen ponsel.

"Drik! Jemput gue di Bandara! Cepetan! Telat dikit abis lo ama gue!"

"Ok. Ok." Hendrik menutup telponnya terkejut.

Buset nih orang dikira gue supirnya apa maen jemput segala udah gitu pake ngancem lagi.

Hendrik dan kawan-kawannya sedang asik ngewifi. Main game online, Kelihatan banget pengemis internet gratisan. Mereka semua segera bergegas dari aktivitas itu terutama Hendrik yang mendapat ancaman segera sigap memasukan laptopnya kedalam tas.

Jonathan mencoba menghubungi nomor Dinda namun hasilnya sia-sia setelah beberapa kali dihubungi tetap aja tidak bisa. Hanya celotehan dari operator.

"Nin, lo tau Dinda dimana!?"

"Ini siapa ya?"

"Gua Jonathan. Dinda sekarang dimana?"

"What!?" Nina terkejut bukan main

"Dinda sekarang dirumah sakit. Tapi lo jangan kawatir, lo sebaiknya fokus aja tujuan lo disana, lo tau nomor gue darimana?" sambung Nina.

"Itu nggak penting. Kasih tau gue alamat rumah sakitnya! Kirim lewat pesan ke nomor ini! Gak pake lama!" Jonathan menutup telponnya dan masuk kedalam mobil Hendrik.

Mobil melaju dengan cepat dikendarai oleh Hendrik. Dalam hal mengendara, dialah paling jago. Salib menyalib tentunya itu sudah menjadi hal yang biasa ia lakukan. Toni memegang erat pengaman diatap mobil dengan wajah yang antusias.

"Gila! Segitu takutnya lo?"

"kalo tau kaya gini, dari tadi gue ngewifi aja maen game," Toni masih dengan keadaan takutnya.

"Nggak ada yang ngajak lo buat ikut sama kita,"

"Ngomong-ngomong kenapa lo nggak jadi terbang Jo?" Hendrik masih aja membuka topik pembicaraan dengan mengendarai mobil yang bukan main cepatnya.

"Udah lo fokus aja nyetir."

- Sweetty (Grup Chat)-

Tani: "Dinda!!!"

Tani: "Dinda! Lo nggak kenapa-napa kan?"

Riska: "Moga, aja loe nggak kenapa-napa Din. Maaf sekarang gue gak bisa ngejenguk lo. Tapi besok pagi gue kesana."

Nacy: "Loe harus kuat Din!"

Nina: "Buruan kesini guys. Gue sendirian nih. Mana Dinda nggak bangun-bangun lagi."

Tani: "Gue kesana sekarang, Nin."

Nina: "Ok. Bawa makan juga ya, empal gentong, baso atau mie ayam. Gue laper..."

Tani: "Sip! Gue juga belom makan, sekalian kita makan disana. Gue bawa banyak makanan."

Riska: "Gue ikut."

Nacy: "Ngomong-ngomong soal makanan gue jadi semangat "

Tani: "Huh! Dasar! "

Nina: "Ajak yang lainnya ya."

Tani: "Ok, nih gue mau otw."

#########

"Gue nitip barang-barang gue di mobil lo." Aldi segera berlari menuju ruang kamar Dinda.

"Begitu tuh kalo udah ada urusan sama cewek mah." Hendrik menggumam kesal.

"Ya nama juga cinta Drik,"

"Lo sok tau banget Nil mentang-mentang baru jadian. Putus aja tau rasa lo," celetuk Toni

"Kok, lo kaya yang sirik gitu Ton?" tumben nih Ryan ngebela Danil.

"Maklumlah efek jomblo. Hahaha..." ledek Danil melepas tawanya.

"Eh Nil, lo harus setia sama gebetan lo, jangan pernah menyia-nyiakan orang yang sayang sama lo, karena orang yang sayang sama lo stocknya terbatas,"

"Kamvret loe Yan! Gue pikir lo beneran dipihak gue,"

"Nih ema-ema kok malah ngerumpi?" Hendrik keluar dari mobilnya diikuti oleh mereka semua berjalan menuju arah kamar Dinda.

Nina membuka pintu kamar. Tak percaya apa yang dilihatnya sampai-sampai dia mengedip-ngedip matanya beberapa kali.

"Jonathan? Gue pikir lo..."

"Din, Dinda..."

Tak percaya akan hal ini. Kemarin hari yang menyenangkan untuk dia sementara sekarang dia hanya bisa melihat perempuan yang baru saja ia cintai berbaring tak sadarkan diri.

"Kenapa? Kenapa dia seperti ini?" Wajahnya mendekat dengan aliran infus di pipi perempuan itu.

"Sebenarnya, waktu dia baca surat dari lo. Dengan buru-burunya kami berdua ke bandara secepat mungkin agar Dinda bisa ketemu lo untuk yang terakhir kalinya. Tapi itu semua sudah terlambat, pesawat sudah terbang beberapa menit lalu. Dinda frustasi berat sehingga dia lengah dan ketabrak. Lo tau nggak Jo? Tentang perasaannya, bahwa selama ini dia mengagumi lo secara diam-riam. Gue tau karena Dinda sering cerita ke gue," Nina mengusap air matanya dengan jari jemarinya.

"Gue ketinggalan pesawat. Dan gue nggak mau pergi ninggalin dia itu sebabnya gue kesini. Gue juga sama, perasaan gua ke dia sama halnya dengan perasaan dia ke gua." Jonathan semakin mendekati Dinda. Wajahnya saling berdekatan dan salah satu tangannya memeluk Dinda.

Tetesan air mata terjatuh disamping wajah Dinda. Jonathan sudah tak kuat menahan tampungan air di matanya. Dia terus memeluk Dinda seerat mungkin dengan tetesan air mata dari pipinya.

Nina sengaja keluar meninggalkan mereka berdua. Dia mengerti apa yang sedang dirasakan oleh Jonathan.

"Jonathan mana?" Tanya Hendrik.

Nina menunjuk ke arah pintu.

"Sebaiknya kita nunggu disini aja." Ryan duduk disebelah Dinda diikuti teman-temannya.

Ruang 4x4 Meter ini hanya terdengar suara tangisan. Dinda masih saja tidak bangun-bangun. Tidak bergerak sama sekali jari-jemarinya. Suara pintu terbuka. Jonathan menundukan wajahnya melangkah keluar kamar dengan rasa sedih yang ia rasakan.

"Eh, Jo. Lo makan dulu aja nih gue bawa banyak makanan." Tina menawarkan banyak makanan didalam kresek. "Nanti gue nyusul, gue mau ke kamar kecil dulu."

"Gue mau ketemu Dinda dulu ya Nin," ujar Tani.

"Iya,"

"Gue ikut Tan."

"Gue juga,"

Tani, Nacy dan Risa memasuki kamar Dinda. Bukannya mengubah suasana jadi prihatin nggak tau nya malah membuat ke hebohan. Dasar cewek. Gila sampe segitunya mau ngebangunin Dinda, sampe digoyang-goyang segala tuh kasur.

"Din, bangun!!!"

"Dinda bangun!"

"Dinda kalo lo bangun sekarang nanti gue kasih Drama Korea terbaru gue deh,"

"Din, please jangan mati sekarang..."

"NANCY!!!" teriakkan Tani dan Risa menggema diruangan ini.

"Eh kamvret! asal jeplok aja lo ngomong!"

"Kalian tuh bego apa gimana sih? Orang lagi sakit masih aja ribut," Tani memperingati dari balik pintu.

"Sorry," bisik Tani pelan.

Hendrik dan kawan-kawannya masih menunggu diluar tidak ikut kedalam. Mereka masih menikmati makanan gratis dari Tani. Wah, pantes aja betah tuh. Yaiyalah dapet makanan gratis. Tak lama kemudian Aldi datang mengambil makanan kecil dan ikut gabung dengan yang lainnya.

"Kak, kita balik duluan ya." Jonathan menggangguk mengerti.

"Jo, tolong jagain Dinda ya. Kasihan dia keluarganya lagi di luar negri," sambung Nina.

"Pasti, pasti gue jagain. Kalian tenang aja," Jonathan menggangguk ngangguk tersenyum mencoba merubah suasana.

"Tenang kita juga bakalan nemenin lo disini kok Jo. Iya gak guys?" Hendrik menepuk pundak Jonathan.

"Iya donk kita kan sohib," Danil juga ikut menepuk pundak kawannya.

"Ya udah kita duluan ya,"

Semua para cewek bawel telah pulang ke alamnya masing-masing

"Eh Drik, di mobil lo ada karpet, bantal sama selimut gak?" Hendrik berpikir sejenak.

"kalo selimut ada tapi kalo bantal ada juga bantal mobil yang kecil, kenapa emangnya Jo?"

"Buruan bawa sekarang. Badan gue pegel-pegel mau tiduran," perintah Jonathan.

"Tiduran? Maksud lo?"

"Kita tidur di dalam jagain Dinda. Didalam cuma ada sofa doang itu juga ada 2. Cepetan sana bawa!"

"Ok ok," Hendrik segera berlari ketakutan sebelum amarah Jonathan mulai kambuh.

"Dan untuk kalian bersihkan sana lantai di kamar Dinda," mereka bengong menatap Jonathan. perasaan tidak enak muncul diantara mereka.

"Terus lo?"

"Berani membantah!?" Jonathan melantangkan suaranya.

"Ok, ok."

Mau tak mau Ryan, Toni dan Danil menuruti perintah daripada menambah memar diwajahnya. Hendrik yang baru saja datang menepuk-nepuk selimut yang ia bawa.

"Pas nih ada lima selimut tapi bantalnya cuma tiga,"

"Gue satu, kalian bagi dua aja." Jonathan mengambil bantal berwarna merah, dan berbaring dilantai dilandasi dengan selimut.

"Lo ngapain buka baju?" Ucap Toni membuatnya heran.

"Gerah, sekalian pijitin gue ya,"

"Lo nyuruh gue?"

"Iya." Jawab singkat Jonathan.

Baju dan kaos dalamnya diletakkan di atas meja. Badannya yang membidang cukup atletis serta terdapat enam kotak diperutnya. Maklumlah dia sering push up sama sit up tiap hari, 2 atau 3 bulan jadi kotak-kotak perutnya.

"Yang bener mijitnya!" protes Aldi.

"Gue nggak bakat mijit, ngapain lo nyuruh gue?"

"Ton, abis ini giliran gue ya," celetuk Ryan.

"Gue bunuh juga lo." Toni melotot jahat ke arah Ryan.

Hari sudah larut malam Dinda belum sadar juga. Jonathan tak henti-hentinya menatap seorang malaikat didepannya yang begitu terlihat cantik sedang terlelap. Jonathan masih dengan keadaan tidak memakai baju. Tubuhnya yang hangat memeluk Dinda berharap akan sadar.

"Good night. Semoga cepet sembuh. Dinda, I love U."


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login