Download App

Chapter 2: Chapters Two: Pacarku.

"Benarkah? Kau sudah berjanji, awas saja kalau tidak kau tepati. Aku akan marah padamu, sayang." Aku menatapnya sambil tersenyum.

_________________________

_____________________

___________________

_________________

______________

Suara alarm dari ponsel ku berbunyi. Aku mencari ponselku dengan meraba-raba ranjangku. Sebelum meletakkan kembali ponselku aku menatap layarnya, sudah pukul enam pagi rupanya. Segera aku bangkit dari tidurku. Dengan gontai aku masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diriku. Hari ini aku memakai baju rajut berwarna hijau tua yang panjang lengannya hanya sampai ke siku ku, baju ini melekat pas di tubuhku. Aku padukan dengan celana jeans bewarna demin. Ku poleskan sedikit riasan pada wajahku. Hanya berupa bedak padat dan lip tint yang ku pakai sebagai riasan ku untuk ke kampus. Ku semprotkan parfum ke beberapa bagian tubuhku. Seketika aroma bunga memenuhi indera penciuman ku. Kumasukan dompet ke dalam tasku. Sambil berjalan keluar dari kamar kost ku aku memakai sepatuku.

"Kau lama sekali Zee." Teriakan Dee dari dalam mobilnya.

Aku berlari menghampiri mobilnya lalu masuk melalui pintu belakang mobilnya. Vee sudah duduk di dalam mobil ini sembari membaca novelnya. Sedangkan Ree yang duduk di depan bersama Dee sedang asik dengan ponselnya. Setelah beberapa menit Dee mengendarai mobilnya, mobil ini mulai memasuki lapangan parkir Universitas kami. Kami berempat kuliah di Universitas yang sama, tapi dengan gedung yang berbeda. Venice mengambil jurusan Tata Boga. Sedangkan Denny dan Rene mengambil jurusan yang sama, yaitu di bidang Photography. Sedangkan aku mengambil jurusan Seni Lukis. Persahabatan kami berlangsung lama semenjak SMA. Sedangkan Denny adalah teman Rene. Dee cuti kuliah beberapa tahun. Mereka menjadi dekat karena Dee dan Ree berada di jurusan yang sama.

"Oke, kita berpisah disini saja." Dee memasukan kunci mobilnya ke dalam saku celananya.

"Dan ingat kita akan berkumpul di kantin saat jam makan siang nanti." Ree merapikan rambut panjangnya yang tergerai.

"Kenapa kita harus berkumpul?" Tanya Vee setelah selesai memasukkan novel yang di bacanya ke dalam tas ranselnya.

"Tentu saja Vee. Agar kita bisa makan siang bersama-sama." Kataku sambil menoleh ke arah Vee.

"Dan kau Vee, kau masih berhutang kepada kami, mengenai pria yang kemarin." Ree menaik turun kan alisnya saat menatap Vee.

"Berhutang? Seingat Vee, kemarin Vee tidak ada meminjam uang dari kalian." Kening Vee mulai berkerut.

"Sudahlah Vee, nanti kita akan jelaskan saat makan siang." Dee berkata sambil tersenyum geli.

"Ya, benar. Vee, sekarang kau kembali lah ke asal mu." Suara Ree sudah terdengar jengkel.

"Tapi sekarang Vee harus kuliah, Ree. Nanti saat liburan tiba, baru bisa pulang ke asal Vee." Vee menjelaskan kepada Ree dengan serius.

Dee dan Ree serentak menepuk pelan kening mereka. Vee hanya menatap ku seolah-olah bertanya ada apa dengan mereka berdua. Sambil menggelengkan kepalaku, ku tarik pergelangan tangan Vee.

"Ayo biar aku antar kau ke ruangan mu, Vee. Bye Dee, Ree. Sampai ketemu di kantin." Dengan tangan kiri melambai sementara tangan kananku memegang tangan Vee, aku berjalan memasuki gedung Universitas ini.

************

📞"Hallo sayang." Suara Daniel terdengar.

📞 "Hai, ada apa?" Tanyaku heran.

Tidak biasanya Daniel menelepon ku pada jam segini. Aku masih duduk di kursi yang menjadi tempat duduk ku di dalam ruangan ini. Ya, aku masih berada di dalam kelas. Beberapa mahasiswa sudah mulai berjalan keluar meninggalkan ruangan ini. Kelas kami baru saja berakhir beberapa menit yang lalu. Dan sekarang adalah waktunya makan siang.

📞"Aku kangen kamu, sayang." Suara Daniel terdengar manja di telinga ku.

📞" Aku juga kangen kamu, Dan." Balasku dengan suara yang tak kalah manja darinya.

📞 "Bagaimana kalau kita ketemuan sekarang?" Tanyanya.

📞"Apakah hari ini kau tidak ke kampus?" Kumasukkan semua barang-barang yang berserak di atas meja ke dalam ranselku.

📞"Justru karena hari ini aku sedang berada di kampus, makanya aku merindukanmu." Daniel sepertinya terdengar sedang bosan di sana.

Mungkin dia kelelahan karena setelah pulang dari kampus, dia harus bekerja. Daniel bercerita kepadaku kalau dia adalah mahasiswa semester akhir. Aku tahu betapa repotnya kegiatan mahasiswa di semester akhir. Mungkin dia sekarang sedang berada di kampusnya untuk mencari dosen pembimbingnya. Terkadang para dosen selalu mempersulit para mahasiswa di semester akhir seperti Daniel. Mereka bisa tiba-tiba menghilang. Berbeda dengan ku yang masih di semester awal. Setidaknya aku masih memiliki waktu senggang.

📞"Kenapa kau begitu merindukanku saat di kampus? Apakah kau bertemu dengan seorang gadis sepertiku." Godaku padanya.

📞 "Bukan begitu. Percayalah untuk detik ini hanya kau yang ada di hatiku." Suara Daniel terdengar gugup.

Pasti dia takut kalau aku menuduhnya berselingkuh. Daniel adalah tipe pria yang tidak suka dengan pertengkaran. Bila terjadi keributan kecil di antara kami, Daniel adalah orang pertama yang meminta maaf. Walaupun terkadang bukan kesalahannya. Hanya saja setiap sebulan sekali mood ku selalu sensitif. Setiap wanita juga selalu mengalami hal yang serupa dengan ku. Dan dengan hebatnya Daniel mengetahui hal itu. Maka dari itulah sebabnya mengapa dia selalu mengalah pada ku.

"Lalu, kenapa kau bisa mengingat ku di saat-saat seperti ini?" Aku mulai berjalan keluar dari ruangan ini menuju kantin.

Pasti ketiga teman ku sudah menunggu ku di kantin. Lagi pula aku harus buru-buru mengisi perutku, sebelum miss Dona si pengurus perpustakaan memanggil ku lagi seperti kemarin di saat aku belum makan siang. Itu karena aku membuang-buang waktu ku untuk Vee dan pria yang di kenalkan Dee padanya.

"Aku rindu suara, senyuman, wajahmu dan semua tentangmu, sayang." Daniel kembali berbicara dengan suara manja lagi.

"Bagaimana kalau aku ke sana untuk menemui mu, sayang?" Aku terkekeh mendengar kalimat ku.

Kenapa aku seperti gadis yang sedang mengejar-ngejar seorang pria? Disana aku juga mendengar suara tawa Daniel. Dia sepertinya juga geli mendengar kalimat ku. Aku sudah berjalan melangkah memasuki kantin ini. Semua meja ini penuh dengan mahasiswa yang sedang menyantap makanan mereka.

"Apakah kau sudah makan siang, sayang?" Daniel bertanya.

"Belum." Aku menggelengkan kepalaku.

"Sayang, sepertinya aku sudah menemukan orang yang aku cari. Kau jangan sampai melewatkan makan siang mu, sayang. Bye, love you Zee." Suara Daniel terdengar buru-buru.

"Bye, sayang. Love you more." Ku kecup telepon seluler ku. Berharap Daniel mendengar kecupanku.

Lalu aku berjalan menuju meja yang kosong. Hanya tinggal satu meja yang tersisa. Aku tidak melihat kehadiran teman-teman ku. Jadi sebelum mereka datang, aku bisa menempati tempat ini dulu sebelum di tempati oleh orang lain. Seorang pria menarik kursi depan ku yang menghadap meja ini.

"Maaf, meja ini sudah penuh." Kataku pada pria yang sudah meletakkan makanannya diatas meja ini.

Bukannya aku tidak mau menerimanya untuk duduk disini. Hanya saja, meja ini berisikan empat kursi saja. Kalau ada lima kursi, aku tidak keberatan kalau dia bergabung bersama kami.

"Ya, aku tahu." Pria itu dengan santai menanggapi perkataan ku sambil menyuapkan sesendok makanannya ke dalam mulut.

Apa maksudnya? Dia tahu, tapi dia tidak beranjak pergi dari kursinya. Dia asik makan lalu menyedot minumannya.

"Kau tidak berniat untuk mencari tempat duduk yang lain?" Tanyaku pada pria yang memakai kacamata tebal di hadapan ku ini.

"Mengapa kau mengusir ku?" Dia mulai berhenti mengunyah.

"Aku kan sudah mengatakan kalau meja ini sudah penuh." Kataku padanya mulai kesal, sepertinya dia adalah Vee versi cowok.

"Bagaimana bisa penuh? Bukankah hanya ada kita berdua di meja ini? Lagi pula masih ada dua kursi kosong yang tersisa." Pria itu menyedot kembali minumannya.

"Aku disini sedang menunggu tiga orang temanku. Jadi sudah tidak ada sisa kursi lagi, bila ketiga temanku datang kesini." Aku menatapnya dengan jengkel.

Bukankah dari awal aku sudah mengatakan kepadanya kalau meja ini sudah penuh? Vee, kenapa kau harus membelah diri?

"Bukankah kau mengatakan bahwa semua meja disini sudah penuh. Dan kata maaf mu karena sudah menempati mejaku, kan?" Pria ini meletakkan peralatan makannya.

Kenapa wajahnya menunjukkan ekspresi kesal kepadaku? Lalu dia melirik ke arah kursi di sebelah ku yang terletak di sisi bagian dalam. Tadi aku duduk di sisi luar kursi untuk menghalangi orang yang berniat untuk menempati meja ini. Aku pun menoleh ke arah yang ia tunjuk melalui lirikannya.

*ToBeContinued*


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login