Download App

Chapter 2: Bus Bersaksi

"iz! Lu di panggil Boss" ucap Indri dari depan pintu ruangan Faiz.

Faiz berjalan menuju ruangan bosnya. Tidak ada pertanyaan di benak Faiz, ia sudah biasa di penggil keruangan itu.

***

"Gimana?" Tanya lelaki tua di hadapan Faiz. Ia menawarkan hal yang menarik untuk Faiz. Namun Faiz bimbang untuk memilihnya.

"Saya pikir dulu pak, soalnya masih banyak kerjaan yang belum selesai" ucap Faiz sopan.

"Kerjaan biar Robi yang ambil" Tawaran itu semakin berat untuk di tolak. Tetapi Faiz memilih untuk memikirkannya terlebih dahulu.

Faiz kembali ke ruangannya.

"Kenapa Iz?" Tanya Indri.

"Gua di tawarin ke Singapore" jawab Faiz lemas.

Indri pun ikut terkejut mendengarnya. Bagaimana bisa ia berkerja tanpa Faiz di kantornya.

"Jadi lu terima?"

"Belum gua jawab" Faiz mengehela nafasnya.

***

"Kapan perginya?" Tanya Biyah kepada hpnya. Faiz telah menceritakannya kepada Biyah lewat telpon.

"Belum gua jawab"

Biyah tidak mengerti, mengapa Faiz menunda kesempatan emas itu.

"Bodoh!"

"Gua kelarin kerjaan gua dulu, ntar gua ke rumah lu" ucap Faiz menutup telponnya.

"Bu!"

"Ibu!"

"IIIBBUUUU!"

"Apasih! Astaga!" Ibunya membuka pintu kamar Biyah.

"Faiz mau ke Singapore" ucap Biyah dengan santai.

"Yang bener kamu!"

"Iya! Tadi dia nelpon"

"Mana coba telpon, ibu mau ngomong!"

"Dia lagi kerja! Ntar dia ke sini"

"Lama ga ke Singapore nya?"

"Mana Biyah tau! Kan dia kerja"

"Bearti lama dong!"

"Ga tau bu!"

"Kamu sih! Ampe pergi Faiznya, masa kamu ga ada suka gitu sama dia! Apa kek gitu! Susah tau nyari mantu kayak dia!" Omel ibunya sambil berjalan keluar kamar.

Biyah tak mengerti apa yang dimaksud ibunya.

"AYAH!" Teriak Ibunya terdengar hingga ke kamar Biyah.

"AYAH!"

"Apa bu! Teriak-teriak ga jelas"

"Itu loh! Biyah bilang Faiz mau ke Singapore!"

"Ah?! Yang bener!"

"Iya tadi dia bilang! Gimana dong!?" Ibu Biyah terlihat panik, pasalnya ia telah menantikan mempunyai seorang mantu seperti Faiz Rezi Erlangga. Namun sekarang dia akan berada jauh dari anaknya, dan bisa saja menemukan wanita lain di luar sana. Hal itu bisa memperkecil kemungkinannya untuk memiliki mantu seorang Faiz.

***

Sebuah adegan dramatis di ruang tamu rumah Biyah pun terjadi.

"Jangan pergilah Iz! Disini kan enak ada om, ada tante, ada Biyah!" Bujuk ibu Biyah sambil menangis memeluk lengan Faiz yang duduk di sebelahnya.

"Sudahlah Faiz, kamu sudah dewasa. Kamu bisa tentukan pilihan hidup kamu!" Ayah Biyah pun ikut menimpalinya.

Biyah hanya terdiam, namun ibunya menatap tajam mata Biyah dan memberikan isyarat agar Biyah mengatakan sesuatu untuk mencegah Faiz pergi.

"G-gua.." Biyah menghentikan ucapannya yang terbata.

Ibunya terus memberikan isyarat itu.

"G-gua, ga tau mau ngomong apaan!" Ucap Biyah dengan kesal.

"Jujur aja!" Ucap Ibunya memancing agar Biyah mengatakan sesuatu.

"Jujur?"

Faiz hanya mengangkat alisnya.

"Jujur apa? Gua seneng, lu pergi!" Ucap Biyah santai.

Plok!

Lengan Biyah di pukul oleh ibunya.

"Biyah sebenarnya ga mau kamu pergi Faiz, dia cuma gengsi aja bilangnya" Ayah Biyah memperbaiki ucapan Biyah.

Ah?!

Sejak kapan?!

Biyah merasa dirinya di diskriminasi oleh ayahnya sendiri.

Namun Faiz telah mengenal Biyah lebih dari 10 tahun. Ia tau seperti apa seorang Biyah, ia adalah wanita bodoh yang berucap sesuka hatinya.

***

Faiz dan Biyah sengaja di tinggalkan berdua di ruang tamu. Ayah dan ibunya tidak menginginkan calon menantunya itu pergi begitu saja ke negeri jiran sebelum ia menyukai putri mereka.

"Perasaan lu gimana, kalo gua pergi?" Tanya Faiz.

"Biasa aja"

"Bi!" Faiz menoleh ke arah belakangnya dan ia melihat ayah serta ibu Biyah yang sedang menguping pembicaraan mereka. Biyah pun ikut melihat mereka.

"Ngobrol di luar aja yuk!" Ajak Faiz menyeret Biyah.

Mereka sengaja berjalan menuju halte sambil mengobrol. Suasana malam membuat mereka terlihat romantis.

"Sebelum gua pergi, gua mau berduaan sama lu!" Ucap Faiz, terdengar sangat dewasa untuk seorang Biyah.

Hhhhooooaaammmm!

Biyah hanya menguap mendengarnya.

"Jadi lu pergi sama Indri?"

"Ga!"

"Kenapa ga sama Indri? Kan lu bisa berduaan sama dia!"

Huftt

Faiz menghela nafasnya. Wanita bodoh di sampingnya ini, benar-benar bodoh.

Mereka sampai di halte dan menaiki bus. Saat malam seperti ini, bus menjadi sepi penumpang. Mereka berdua duduk di bangku paling belakang.

Hhhhhhooooaaammmm!

"Lu mau ngomong apa?!" Biyah benar-benar mengantuk.

Faiz bingung cara mengungkapkan perasaan yang ia pendam bertahun-tahun itu.

"Lu mau ngejek komik gua?!"

"Ga!"

"Kan lu sering ngatain alien gua!"

"Gua mau bilang, makasih!" Ucap Faiz memalingkan pandangannya.

"Buat?"

"Makasih dah jadi teman terbaik gua, walau lu ga suka sama gua!"

Biyah termangu mendengar ucapan Faiz. Ia tidak pernah mengira bahwa Faiz menganggapnya sebagai teman. Faiz bahkan selalu memarahi dan memukul Biyah.

"Gua?" Tanya Biyah tak percaya.

"Lu liat sana!" Perintah Faiz memutar kepala Biyah menghadap ke jendela.

"Kenapa sih?"

Faiz menarik nafasnya. Tangannya bergetar dan tapak tangannya mulai terasa dingin.

"Apaan?!" Biyah tak mengerti mengapa Faiz menyuruhnya untuk melihat ke jendela.

"Lu liat keluar!" Perintah Faiz. Biyah terlalu bodoh, ia menurutinya dan memerhatikan semua yang ada di luar jendela itu.

Motor berlalu lalang, dan beberapa mobil melewati mereka. Cahaya lampu jalanan, membuat suasana malam ini terasa nyaman.

"Gua suka sama lu" bisik Faiz ke telinga Biyah.

"Ah?!"

Bhuugg!

"Aw!"

Kepala Biyah membentur hidung Faiz, Biyah memutar wajahnya. Namun Faiz menahan kepalanya agar tetap menatap jendela, karna ia malu melakukan hal seperti ini.

"Hidung lu!" Teriak Biyah.

"Gapapa!"

"Kenapa lu suka sama gua?"

"Ga tau"

"Tapi Indri suka sama lu!"

Faiz perlahan melepas tangannya dari kepala Biyah. Ia tak suka saat Biyah mengatakan seseorang menyukai dirinya.

Biyah memutar pandangannya dan melihat hidung Faiz yang berdarah. Ia segera mengambil tisu dari saku dan mengelapnya hingga bersih.

Tiba-tiba Biyah menghentikan tangannya. Biyah merasakan kembali hal yang sama saat ia berada di gang sempit bersama Faiz dan teman-temannya di kala mereka bermain game saat sekolah.

Ia baru mengerti, perasaan itu adalah rasa suka terhadap Faiz. Namun ia selalu menolak perasaan itu.

"Kenapa lu baru bilang sekarang?" Biyah menatap wajah Faiz dari dekat.

"Gua takut, lu ga suka sama gua. Lu selalu bilang ga suka sama gua, lu benci sama gua"

"Astaga!" Biyah menepuk jidat Faiz. Membuat Faiz mengedipkan matanya.

"Bearti lu ga suka kan?" Faiz memastikan.

"Kalo gua suka sama lu? Kita pacaran gitu?" Biyah masih belum mengerti. Faiz mengangguk.

Namun Biyah teringat akan perasaan sahabatnya, Indri yang menyukai Faiz sedari masa sekolah. Tentunya hal ini akan merusak persahabatan mereka.

"Indri.."

"Gua ga suka sama Indri!" Faiz memotong ucapan Biyah.

"Indri sahabat gua!"

"Gua kenal elu, jauh sebelum gua kenal dia!"


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login