Download App

Chapter 2: |1| Adaptasi

Vellice terbangun dari tidurnya. Masih setengah sadar ia duduk dan merenggangkan otot-ototnya. Ketika kesadarannya mulai kembali, ia langsung meloncat turun. Panik menyerbunya.

"Ini dimana!?" kalimat itu terus saja terngiang di kepalanya.

Matanya terfokus pada seragam yang tergantung di lemari pakaiannya.

'Vellice Alea Yudhistira' Nama itu tertera pada name tag di seragamnya.

"Bentar-bentar, itu bukan nama gue. Tapi, kenapa gue nggak asing ya sama nama itu" Vellice menger nyit bingung. Otaknya terus berpikir mencari tahu nama siapa itu.

"Kakak!!" pekik seseorang dari luar sambil menggedor pintu kamarnya.

"Sejak kapan juga gue punya adik?" Vellice bergumam sambil berjalan menuju pintu kamarnya.

Begitu membuka matanya Vellice menatap perempuan di depannya.

"Ma-maaf An-ann-anna nggak tahu kalo kakak masi tidur. Tap-tapi ini udah siang, kakak harus siap-siap berangkat sekolah" ucap Anna terbata bata. Batinnya berkata apakah kakaknya itu tidak sadar kalau tatapan matanya sangat tajam.

Vellice langsung menutup pintu itu begitu saja. Sekarang ia sadar ia ada dimana. Mengapa ia bisa masuk di dalam novel!?

Matanya menoleh ke arah jam dinding. Ia melotot dibuatnya. Langsung saja berlari ke kamar mandi dan menutup pintu dengan menendangnya. Ia akan terlambat!

Vellice sedikit lega ketika mengetahui kalau dandanan Vellice dalam novel bukan yang aneh-aneh. Vellice yang ada dalam novel adalah gadis tomboy yang penuh kenakalan. Juga memiliki 3 teman perempuan yang dandannannya lebih mirip akan ke klub malam bukannya ke sekolah.

Vellice berlari keluar rumah ketika mendengar suara mobil. Ia langsung saja nyelonong masuk ke dalam mobil adiknya.

"Ka-kak!" ucap Anna terbata ia begitu terkejut.

"Cepetan jalan!" bentak Vellice. Sekarang ia jadi semakin mendalami perannya walaupun masih di hari pertama. Bagaimana tidak? Ia benar-benar dibuat jengkel dengan Anna yang terlalu lemot untuk menjadi manusia.

Di sepanjang perjalan terlihat jelas kalau Anna menyetir dengan wajah tegang. Bahkan menurut Vellice tangan Anna terlalu erat mencengkram kemudi. Namun, apa ia peduli? Tentu saja tidak. Ia menatap sekeliling berusaha menghafal jalan yang ia lalui.

Ia memang tahu segala alur dari novel ini. Tapi tentu saja ia tidak akan tahu bagaimana bentuk nyatanya. Apalagi jalan jalanan di sini. Ini terlalu asing baginya. Jalanan ramai dan pohon-pohon besar yang berada di sisi jalan, membuat jalanan tidak terkena sinar matahari sedikitpun.

Benar saja sesampainya di sekolah, gerbang sudah ditutup. Vellice langsung saja keluar dari mobil. Ia menuju gerbang hendak meminta satpam membuka gerbang. Namun panggilan seseorang membuat ia langsung menoleh.

"Vel! Lo ngapain disitu? Ayok!" teriak seorang perempuan. Disisinya ada dua perempuan lainnya.

Vellice mengernyit, menerka-nerka mereka siapa. Vellice berjalan mendekat ke arah mereka. Begitu melihat name tag di baju mereka. Vellice baru menyadari kalau mereka adalah satu-satunya temannya di sekolah. Ya teman yang selalu bekerja sama dengannya dalam hal bullying.

"Eh! Lo kok ga pake make up si!? Sini sini!" Angel namanya, ia menarik Vellice menuju kafe di seberang sekolah.

Sesampainya di dalam kafe, Shelly segera memesan minuman bersama Alfa. Sedangkan Angel langsung saja membuka alat make upnya.

"Lo tumben berangkat bareng cewek cupu itu?" tanya Lara.

"Lagi males nyetir" ucap Vellice asal. Kini ia pasrah dengan wajahnya yang entah diberi apa saja oleh Angel.

"Lo juga tumben banget ga make up an. Tahu sendiri dasarnya muka lo pucet kayak mayat kalo ga pake make up. Kayak gembel lagi" gerutu Angel.

"Iya iyaa" sahut Vellice. Ia tidak menyangka jika pertemanan para tokoh antagonis itu seperti ini. Terlihat saling memperdulikan. Ia fikir, ia akan bertemu dengan teman-teman yang hanya bersamanya ketika mem-bully orang lain.

Mereka terus berbincang-bincang. Menggosipkan orang orang di sekolah. Bahkan mereka sempat menggosipkan Arlan. Tokoh utama dalam cerita ini.

"Sialan liat Arlan terus-terusan ngebela Si Cupu gue jadi pingin ngebully cupu lagi" ucap Lara bersungut-sungut emosi.

"Emang dasarnya cewek yang sok polos lebih ngeselin daripada jalang. Jelas jelas dia tahu kalo lo ngejar ngejar Arlan dari dulu! Tapi liat kelakuannya! Sengaja cari perhatian mulu! Sok lemah!" seru Shelly menimpali.

Vellice menepuk jidatnya ketika teringat. Tokohnya dalam cerita ini adalah sosok menyedihkan yang mengejar ngejar Arlan dengan berbagai cara. Namun, semenjak ia tak sengaja mendengar suara Arlan yang berkata menyukai Anna. Perlahan ia menjauh. Ya, sebaik itu hatinya yang tidak akan pernah diketahui orang lain. Ia juga tidak akan menunjukkan sisinya yang ini. Ia selalu menikmati perannya sebagai tokoh antagonis. Bahkan hingga maut menjemputnya.

Vellice bergidik ngeri, tidak tidak. Ia akan sedikit mengubah alur cerita hingga ia tidak jadi mati.

Mereka menghentikan acara bergosip ketika jam menunjukkan pukul 9. Itu berarti jam istirahat pertama dimulai. Pada saat itu pula gerbang akan dibuka.

Dengan langkah santai yang terkesan memenuhi jalan koridor. Mereka terus berjalan tidak mempedulikan orang orang yang harus menyingkir berjalan memutar. Vellice berjalan di tengah tengah mereka.

"Cupu! Sini lo!" perintah Alfa pada seorang perempuan berkacamata yang sedang menunduk memeluk bukunya. Sepertinya ia sedang mencoba bersembunyi agar tidak terlihat oleh para pemeran antagonis ini.

Seperti telah terbiasa, mereka memberikan tas mereka pada gadis cupu ini. Terakhir, Vellice memberikan tasnya.

"Kalau sampai ada tas yang jatuh. Lo pasti tahu apa yang akan terjadi" ucap Vellice tajam. Ia benar-benar menyukai perannya.

"I-iya kak" ucap gadis itu terbata dengan kedua tangannya yang penuh tas.

Setelah itu mereka berbalik pergi ke kantin. Untuk apa? Tentu saja melakukan hal yang menyenangkan.

***

Vellice hanya menonton sambil tertawa lebar. Melihat adiknya, Anna kini sedang di bully oleh teman temannya. Ohh akhirnya ia bisa merasakan perasaan ini. Ketika berada di dunia nyata ini adalah adegan paling ia sukai. Ketika Anna di bully.

"Ewh bau banget sih" ucap Vellice sambil menutup hidungnya.

"Hiks hiks kakaakk" ucap Anna, tangannya hendak meraih rok yang digunakan Vellice. Karena, kini Anna bersimpuh dihadapan Vellice. Vellice langsung menjauh, tak menghiraukan Anna.

"Hush! Hush!! Jangan sentuh sentuh!" sahut Vellice, tangannya pun memperagakan mengusir Anna.

Namun, seketika tangan itu berhenti. Ketika sebuah air panas mengguyur pergelangan tangannya.

Vellice menatap tajam sang pelaku. Setelah itu ia segera pergi dari sana. Menuju kamar mandi. Tangannya sangatlah sakit.

Benar saja ketika sampai kamar mandi tangannya memerah. Mulai dari pergelangan tangan hingga siku.

"Vel! Vel! Tangan lo gapapa kan!?" tanya Shelly. Shelly, Anna, Lara dan Angel hanya bisa berdiri di depan bilik kamar mandi karena Vellice menguncinya dari dalam.

"Sial, ambilin kaos olahraga gue sekalian dong! Habis ini kita olahraga kan?" Vellice mengetahui hal itu dari jadwal yang tertempel di meja belajarnya. Jangan tanya siapa yang membuat tulisan jadwal itu. Pasti bukan Vellice. Anna yang membuatnya, gadis itu diam-diam menempelkan jadwal di kamarnya.

"Oke! Tangan lo gapapa kan!?" pekik Lara.

"Iya-iya gapapa, udah mendingan habis gue siram air" ucap Vellice.

Setelah beberapa saat, mereka kembali membawa baju olahraga.

Vellice memakainya, mulutnya tersenyum tipis "Sempurna!" gumamnya. Ya sempurna menutupi lukanya. Dengan kaos olahraga berlengan panjang dan celana pendek diatas lutut.

Jangan tanya siapa yang berani menggunakan pakaian seperti itu. Tentu saja Vellice dan kawan kawannya saja.

Karena seragam yang benar adalah celana panjang dan baju berlengan pendek. Kebalikannya bukan?

Vellice segera keluar dari bilik kamar mandi.

"Lo nggak empek gitu daritadi di dalem?" ucap Alfa langsung.

"Nggak lah, iketin rambut gue dong!" ucap Vellice. Badannya bergerak mendekat kearah Lara yang sedang menganggur sambil memainkan hp.

"Ck! Sini! Manja" ucap Lara. Tapi tetap saja ia menyisir rambut Vellice dan mengikatnya.

"Kalian sadar ga?" tanya Alfa tiba-tiba.

"Apaan?" sahut Angel.

"Penampilan kita tu menggoda iman banget ya. Hahahaha" ucap Alfa. Diikuti tawa yang lainnya. Ya, memang menggoda iman. Dengan celana pendek dan baju yang hampir menenggelamkan celananya itu membuat seragam mereka tidak seperti baju olahraga.

Setelah selesai mereka keluar sambil terus bergurau ringan.

"Eh, hari ini jadwalnya ngapain ya?" tanya Angel.

"Voli katanya" sahut Alfa.

"Kelas kita barengan sama si kulkas jalan itu ya. Ck! Nyebelin banget sih! Bayangin mukanya aja pingin gue siram! Enak aja beraninya nyiram-nyiram Vellice!" seru Lara.

"Ya nggak usah dibayangin lah" ucap Vellice santai.

"Vellice! Lo kok gitu sih" ucap Lara cemberut. Sedangkan Vellice nyengir. Ia tidak salah kan?.

Sesampainya mereka di lapangan. Benar saja semua orang sudah berkumpul, termasuk Arlan di sana. Laki-laki yang disukai oleh tokoh Vellice dan menyiramnya tadi saat di kantin.

Mereka segera memasuki barisan.

"Seperti biasa olahraga kali ini akan digabungkan. Sekarang baris menjadi 2 barisan. Setelah itu orang yang ada di samping kalian adalah pasangan kalian untuk bermain bola voli, pasangan yang paling lama bola melambung. Dengan jatuh maksimal 3 kali, itu adalah yang menang." ucap guru.

Mereka segera melakukan perintah itu. Vellice dari tadi melamun, memikirkan tangannya yang sedang sakit. Tidak mempedulikan omongan gurunya itu.

"Sudah! Sekarang kalian saling berhadapan rentangkan kedua tangan, silahkan dimulai" ucap guru.

"Mau ngelamun terus?" ucap seseorang membuat Vellice segera tersadar.

"Hah?" ia terkejut. Kenapa bisa Arlan ada di depannya!?

"Awas aja lo bikin nilai gue jelek" ancam Arlan. Akhirnya dengan pasrah Vellice terus terusan menampik bola voli dari Arlan, juga sebaliknya. Begitu seterusnya. Hingga hanya 3 pasang yang masih bertahan. Termasuk Vellice dan Arlan.

Vellice terus menggigit bibir bawahnya. Tangannya sangat sakit sekarang. Perih sekali, rasanya seperti melepuh dan mengelupas secara bersamaan. Ini sangat sakit.

Sedetik setelah melihat lawannya kalah, Vellice langsung lari meninggalkan lapangan sambil berteriak "Pak! Ijin ke toilet!"

Kalimat itupun mengundang tawa orang lain.

Vellice langsung berbelok ke arah UKS, ia segera membuka lengannya. Terlihatlah kulitnya yang memerah dan terdapat bercak bercak darah.

"Astaga, gue lupa lagi pake tubuh orang. Ini kenapa kulitnya sensitif banget sih?" gerutu Vellice.

Setelah menyalakan kipas angin, ia segera berbaring di atas kasur. Membiarkan tangannya tertiup angin. Tidak berniat mengobatinya, karena itu hanya akan menambah sakit lukanya. Hingga tanpa sadar, ia tertidur hingga bel pulang telah berlalu.

"Dek, dek" panggil seseorang. Vellice langsung terbangun.

"Sudah hampir malam dek, mau bapak antarkan? Itu lukanya sudah di obati?" tanya pak satpam.

"A-ah? Tidak pak, saya pulang duluan. Terimakasih pak" ucap Vellice langsung berlari keluar.

Ia sudah membayangkan hal-hal yang menakutkan karena kelasnya berada di lantai dua. Namun, hal itu sirna begitu saja. Ketika ia menginjak lantai 2, terdengar suara tawa siswa-siswa yang masih ada di sana.

Rupanya mereka sedang mengadakan perkumpulan, ekstrakulikuler di basecamp yang letaknya ruangan paling ujung.

Kini setelah mengambil tasnya, masalahnya berubah lagi. Ia akan pulang naik apa? Ia tidak membawa uang sepeser pun. Ia bahkan tidak tahu dimana tokoh Vellice menaruh semua uang-uangnya.

Akhirnya, dengan mengandalkan ingatannya ia berjalan kaki. Diikuti dengan insting juga ketika ia mengalami kebingungan harus belok ke arah mana.

Selama perjalanan ia terkagum dengan keindahan dunia novel ini. Semua orang berjalan kaki. Mobil yang lewat bahkan dapat dihitung dengan jari.

Banyaknya orang yang berjalan di trotoar, membuat jalanan depan took-toko ini juga semakin lebar.

Ia terus mengamati sekitar sambil sesekali terpukau. Ini indah sekali tidak seperti kotanya yang penuh dengan kemacetan, hingga membuatnya harus selalu berangkat subuh ketika ke kampus supaya terhindar kemacetan.

Ketika melihat-lihat pertokoan, tanpa sengaja ia melihat pantulan dirinya di depan kaca sebuah butik.

"Astaga buluk banget gue, kayak gembel" gumamnya langsung ketika melihat rambut yang digelung asal-asalan membuat beberapa helai rambut berserakan. Lalu kaos olahraga kebesaran yang sudah kucel sekali, banyak debu juga pasir yang masih menempel di kaos itu. Pasir-pasir itu ia dapatkan ketika sedang olahraga tadi. Beberapa kali Arlan melakukan smash yang membuatnya mau tak mau menelungkup di tanah.

Vellice kembali berjalan, kalau tidak salah setelah ini ia tinggal belok kanan. Lalu melalui jalan perumahan, yang sangat jauh karena harus melewati ber blok-blok gang.

***

Hari yang buruk ini tambah buruk lagi ketika mengetahui di rumahnya sedang banyak manusia.

Baru saja Vellice membuka pintu, semua orang langsung terdiam. Bahkan ada yang menunduk tidak berani melihat Vellice.

Anna segera melangkah maju, berusaha seberani mungkin.

"Ma-maaf.. ki-kita ada tu-tugas kelompok" ucap Anna.

"Ck!" Vellice hanya berdecak sebal setelah itu berjalan menuju tangga.

"Jangan berisik!" bentak Vellice tanpa mengalihkan pandangan dan terus menaiki tangga.

Vellice langsung merebahkan badannya di atas kasur begitu memasuki kamar. Ia benar-benar lelah. Badannya terasa remuk semua. Apalagi, ia belum makan seharian ini.

Ia segera mandi karena badannya terasa begitu lengket. Lagi-lagi perempuan itu menghela nafas ketika melihat luka di tangannya yang sangat lebar dan terlihat menjijikkan. Kulitnya berubah warna menjadi merah tua keunguan. Diikuti lecet lecet yang memunculkan bercak darah.

Sakit? Pasti.

Setelah mandi kelaparan melanda dirinya. Apalah daya, ia yang sangat malas untuk makan. Tetap harus makan, bukannya tujuannya berada di dunia ini untuk bertahan hidup?

Vellice menuruni tangga dengan kaos lengan panjang dan celana pendeknya, suara tawa kembali menyambutnya ketika berada di bawah. Seperti terdapat sensor ditubuh mereka. Otomatis suara tawa itu berhenti ketika melihat Vellice.

Vellice acuh dan segera menuju dapur.

"Sialan ga ada makanan" gumamnya sebal ketika melihat atas meja makan kosong.

Membuka kulkas, ditemukannya roti bolu. Ia mengambil roti itu serta air putih. Duduk di kursi depan bar yang membatasi dapur.

Makan roti sambil memainkan handphonenya. Inilah saatnya untuk membuka semua akun sosial media tokoh Vellice.

"Uhuk! Uhuk!" ia seketika tersedak ketika melihat isi instagram tokoh Vellice.

"Anjrit!" sentak nya pelan.

Isinya semua ketika tokoh Vellice memakai pakaian seksi ataupun bikini.

Melihat isi komentar saja membuatnya mual sendiri. Semua komentar komentar kotor terlontar di sana.

Vellice segera menghapus semua foto-fotonya yang berpakaian seksi. Dari 28 foto yang di upload, ia menghapus 20 foto. Jadi, sebanyak itulah foto seksi yang dimiliki tokoh Vellice.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C2
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login