Download App

Chapter 2: Chapter 2: Si Pria Botak

Sepuluh tahun telah berlalu...

"Zendaya, dimana minumanku?" seorang pria dewasa dengan kepala yang hanya memiliki rambut di pinggir sedangkan di tengahnya bolong. Sambil berjalan dengan setengah sadar pria itu duduk di bangku meja makan.

"Minuman mu aku taruh kulkas, sayang." jawab Zendaya sambil membawa pakaian yang baru saja dia cuci.

"Jadi aku harus menunggu minuman itu terbang dengan sendirian kepadaku?"

Secara tidak langsung pria botak itu menyuruh Zendaya agar membawakan minuman itu padanya.

"Tunggu, sebentar akan ku ambilkan."

Mau tak mau Zendaya menuruti permintaan suaminya tersebut.

Sudah sepuluh tahun lebih Zendaya sudah menikahi pria botak seminggu setelah Poseidon meninggalkannya. Tak tahu mengapa alasan Zendaya mau menikahi pria botak yang suka sekali mabuk - mabukan. Kerjaannya hanyalah berjudi atau bermalasan - malasan.

Zendaya memberikan sebotol minuman kepada suami barunya itu lalu beranjak kembali mengambil pakaian yang dia tinggalkan. Tetapi pergelangan tangannya sudah terlebih dahulu di tahan oleh pria Botak itu.

"Tak ada cium?"

"Jangan sekarang sebentar lagi Arthur akan pulang."

"Oh, ayolah."

Pria botak itu langsung menarik Zendaya ke pangkuannya kemudian mencium bibir Zendaya. Saat itu juga Arthur baru saja tiba di rumah, dia baru saja pulang dari sekolahnya dan melihat kejadian yang seharusnya dia tidak lihat.

"Aku pulang."

Zendaya menghentikan perbuatan pria botak dan segera menyapa Arthur yang baru pulang sekolah.

"Oh, kau sudah pulang sekolah, Kau ingin makan sesuatu?"

"Tidak usah, aku sudah tidak bernafsu untuk makan lagi."

Setelah mengatakan hal itu Arthur masuk ke dalam kamarnya yang berada di lantai atas kemudian menutup pintunya dengan keras sehingga terdengar sampai bawah.

"Jangan rusak pintu rumahku, Dasar bodoh. Ini rumahku, kau hanya menginap disini!" teriak pria Botak itu.

Di kamar, Arthur merebahkan tubuhnya di atas kasur dengan seragam sekolah yang masih belum dia ganti.

Tok! Tok!

Suara ketukan pintu kamar Arthur, terdengar dari luar kamarnya suara Zendaya yang memanggil nama Arthur.

"Arthur, kamu engga makan? Kita makan dulu yuk."

Tak ada jawaban. Arthur memilih untuk tetap diam dan berpura - pura tertidur. Karena tak ada jawaban yang diberikan, Zendaya akhirnya memutuskan untuk membuka pintu kamar yang tidak terkunci.

Zendaya melihat Arthur yang sudah tengkurap menutupi wajahnya, dia tahu kalau Arthur sedang berpura - pura tidur. Tidak mungkin dia bisa tertidur secepat itu. Zendaya kemudian mengurungkan niatnya dan kembali keluar menutup pintu kamar Arthur.

..

...

Keesokan harinya seperti biasa Arthur sudah bersiap - siap untuk berangkat sekolah. Pukul masih menunjukkan jam 5 pagi tetapi Arthur sudah rapih dengan seragam sekolahnya. Arthur bukanlah salah satu murid yang rajin ataupun pintar, dia melakukannya hal itu karena tidak mau bertemu dengan pria botak yang tinggal bersamanya sekarang.

Sungguh menyebalkan jika dia harus bertemu dengan pria botak yang menjadi Ayah Tiri Arthur. Arthur sama sekali tidak pernah menganggap pria botak itu sebagai ayahnya. Kalau bisa memilih dia lebih baik tidak sendirian dibanding tinggal bersamanya. Tetapi Arthur lebih memilih bertahan, semua itu dilakukan demi Ibunya tercinta.

Sambil mengendap - endap Arthur membuka pintu kamarnya pelan - pelan agar tidak menimbulkan suara yang berisik. Menuruni tangga sambil membawa ransel yang dia pegang di tangannya.

Kali ini ranselnya terisi penuh dengan baju - baju yang sudah dia persiapkan sebelumnnya. Dia berniat untuk menginap dirumah temannya hari ini.

Saat Arthur sudah sampai di lantai bawah, tiba - tiba suara memanggil namanya dari arah belakang.

"Arthur, kau sudah bangun?"

Rupanya itu Zendaya, ibunya. Terlihat tangannya sedang memasak sesuatu sepertinya Zendaya sedang membuatkan sarapan pagi.

"Hm." jawab Arthur singkat. Kemudian dia bergegas berniat untuk cepat - cepat keluar rumah.

Tapi sebelum dia melangkahkan kakinya, suara Zendaya membuat Arthur berhenti.

"Kau sudah ingin berangkat? Kau tak mau sarapan dulu?, kebetulan ibu sudah memasakkan sarapan. Lagi pula sejak kemarin kamu belum makan apapun."

Suara ibu yang lembut membuat Arthur sedikit tersentuh hatinya. Akhirnya Arthur menurunkan egonya dan pergi ke meja makan. Terdapat beberapa makanan sudah ada di atas meja, Zendaya kemudian mengambilkan piring dan memberikan nasi kepada Arthur.

"Kau harus makan yang banyak biar tumbuh besar." ucap Zendaya.

"Tidak usah menasehatiku seperti itu, aku sudah besar."

Arthur sangat tidak menyukai jika ibunya menganggap dirinya masih anak kecil dan Zendaya tahu akan hal itu. Di umurnya yang masih 15 tahun merupakan usia dimana anak - anak sedang bertumbuh dan bermain dengan anak - anak lainnya. Namun berbeda dengan Arthur, walaupun dia tinggal bersama dengan Ibu dan juga ayah tirinya, dia tidak pernah meminta uang kepada mereka. Arthur tidak sudi harus menggunakan uang milik si pria botak tersebut.

Sambil menyantap makanan, Zendaya memperhatikan Arthur yang makan dengan lahapnya. Semenjak Zendaya menikah, dia belum pernah makan bersama dengan Arthur seperti ini. Dia sendiri tahu alasan mengapa Arthur tidak mau, dia tidak suka dengan Ayah tirinya yang sekarang.

"Jangan terus melihatku seperti itu." ucap Arthur.

"Memangnya kenapa, apa ibu tidak boleh melihat anaknya sendiri?"

Arthur hanya diam tidak mau membalas pertanyaan tersebut. Keadaan kini menjadi hening membuat suasana sedikit terasa aneh bagi mereka.

Tanpa Arthur sadari dia memanggil ibunya.

"Bu."

"Iya kenapa Arthur?"

"Ada yang mau kutanyakan pada, Ibu."

"Apa itu Arthur?"

Zendaya penasaran. Baru kali ini Arthur mau berbicara serius dengannya, biasanya dia hanya mau berbicara seperlunya saja.

"Mengapa kau mau menikahi pria itu?"

Pertanyaan itu keluar dari mulut Arthur tanpa dia sadari, selama ini Arthur selalu memendam hal itu. Dia takut membuat Ibunya merasa tersinggung jika Arthur bertanya seperti itu.

Seketika suasana kembali hening, Zendaya tak menduga Arthur akan bertanya hal itu secara tiba - tiba. Walaupun dia paham kalau sebenarnya Arthur sudah menyembunyikan hal tersebut selama ini.

"Karena kami saling mencintai."

"Kau berbohong, tidak mungkin kau mencintai orang seperti itu." ujar Arthur.

"Mana mungkin aku berbohong, Arthur."

"Lalu dimana ayah kandungku? kau tidak pernah membicarakan hal itu kepadaku."

"Dia sudah meninggalkan kita Arthur, aku juga tidak tahu kemana dia pergi selama ini."

Tiba - tiba suara dari arah kamar si Pria botak terbuka, menunjukkan seorang dengan hanya menggunakan kutang dan celana lusuh. Bau Alkohol tercium sangat menyengat dari tubuh pria itu.

Sambil berjalan sempoyongan pria itu meminta sebotol minuman lagi kepada Zendaya.

"Zen... ambilkan minuman untukku. Zen! Dimana kau?!"

Zendaya menghela nafas kemudian menghampiri pria botak itu sambil membawakan segelas botol minuman.

"Berhentilah minum, kau sudah mabuk."

"Jangan mengaturku, kepalaku terasa sangat sakit aku butuh minum untuk menghilangkan sakit di kepalaku." ucapnya sambil memegang dahinya.

"Itu karena kau terlalu banyak minum."

"Berisik sekali."

Pria botak itu kembali masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintunya dengan cukup keras. Zendaya sedikit tersentak kaget.

Jujur saja, Arthur sedikit sakit hati melihat ibunya diperlakukan seperti itu. Pernah sekali dia memberontak tapi dia malahan mendapatkan pukulan dan juga ibunya malahan membela pria botak itu.

Makanan sudah habis tak tersisa, Arthur menaruh piringnya dan mencucinya sendiri.

"Biar ibu saja yang mencucinya, Arthur."

"Tidak usah, lagi pula ini hanya satu piring saja. Ibu beristirahat, kau terlihat kelelahan." ucap Arthur.

Setelah itu Arthur mengambil tasnya yang tergeletak di bawah meja.

"Aku berangkat."


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login