Download App
Becoming A Young Master From A Count Family Becoming A Young Master From A Count Family original

Becoming A Young Master From A Count Family

Author: Yoggu033

© WebNovel

Chapter 1: Chapter 1 - Pemulangan

Seorang pemuda berumur 24 tahun sedang berjalan di pinggir sungai yang dipenuhi sampah. Yang kini sedang dibersihkan oleh tiga pria tua di atas sampan. Menebar jaring lebar guna menangkap sampah-sampah itu. (a/n: we live in Indonesia so this is kearifan lokal 👏🏼)

Dia menghela nafas. Mencoba menghirup udara segar. Namun kemudian sadar bahwa dirinya tidak bisa berharap apa-apa dari lokasinya saat ini yang tengah berada di tengah kota.

Pikiran Abimala terlarut dalam kejadian tiga jam yang lalu.

"Pak Abimala. Tim kami mendengar laporan bahwa kamu melakukan manipulasi catatan keuangan."

Abimala yang mendengar tuduhan itu memiliki wajah datar.

"Saya tidak dapat memberikan bukti, tapi saya tidak pernah melakukan itu."

Jika orang lain berada di posisinya mereka mungkin akan panik dan mulai memutar otak memikirkan bagaimana cara menyangkal tuduhan yang ditujukan pada mereka itu. Membawa nama Tuhan jika merasa perlu. Tapi Abimala bahkan tidak mencoba. Dirinya sudah menerima apa saja yang akan terjadi.

Menerima kejadian yang hanya merupakan puncak dari segala macam kejadian yang sudah Abimala alami selama satu tahun setengah bekerja di perusahaan tempatnya berada.

Tidak punya cukup uang untuk berkuliah di jurusan terkenal—apalagi di universitas yang diincar banyak orang. Dirinya berasal dari kampung yang jauh dari kota dan sudah sejak lama mengalami kekerasan dari pamannya. Diam-diam mendaftarkan diri di sebuah universitas dengan biaya paling terjangkau yang bisa ditutupi dengan uang hasil memenangkan kompetisi beasiswa di kotanya sekarang.

Abimala tidak punya banyak keinginan dalam hidupnya. Namun salah satunya adalah kabur dari genggaman pamannya. Pamannya si preman di kampung tempat ia menghabiskan enam tahun penuh kekerasan semenjak ayahnya meninggal. Pamannya memiliki kekuasaan di lingkungan itu dan jika Abimala ingin kabur, maka satu-satunya cara adalah dengan pergi dari lingkungan itu sepenuhnya. Hidup di lingkungan baru. Tanpa siapa-siapa.

Dia lulus dari universitas itu dalam 4 tahun seperti mahasiswa/mahasiswi pada umumnya. Menerima gelar S1 jurusan seni.

Dia sudah memiliki bayangan tentang usaha apa yang akan dia lakukan setelah lulus. Namun kemudian bos di resto makan tempatnya bekerja paruh waktu sebagai pramubakti tiba-tiba memanggilnya.

"Abimala. Saya sudah dengar latar belakang kamu. Kerjamu selama ini bagus. Saya harap saya bisa beri kamu kesempatan untuk mendapat pekerjaan yang lebih baik. Kakak saya punya perusahaan event organizer. Kalau kamu kerja di sana, kamu pasti bisa dapat penghasilan yang lebih cukup daripada di resto makan saya ini setelah lulus kuliah. Apalagi kamu anak seni 'kan? Harusnya kerjamu bakal bagus di sana."

Abimala terdiam. Abimala bukan tipe orang yang akan menolak peluang yang dia peroleh. Jadi dia menerimanya.

Dia bergabung dengan perusahaan itu. Sebulan setelah dia memperoleh gelar dan undur diri dari restoran, bosnya yang bagai malaikat penyampai berkah itu meninggal karena penyakit jantung.

Bagai tanda bahwa berkah itu tidak lagi berlaku, beberapa kejadian mencurigakan terjadi.

Kekasih bos nya sekarang—kakak dari almarhum mantan bos nya—menaruh ketertarikan pada Abimala.

Kabar bahwa dia menggoda kekasih bosnya sendiri tersebar ke telinga rekan-rekan kerjanya. Bagai sebuah klise harus berjalan sebagai klise, rekan-rekannya menjauhinya. Namun tetap mengembankan tugas-tugas berat padanya.

Abimala, dijadikan kambing hitam tiap kali ada konsumen yang merasa tidak puas. Hasil dari pekerjaan rekan-rekannya, tapi Abimala lah yang dijadikan bahan amukan. Jika mereka kebetulan merupakan orang yang main tangan, maka Abimala lah yang akan menjadi sasarannya.

Dia tidak bisa mungundurkan diri karena ada kontrak kerja yang sudah dia tanda tangani. Kontrak dimana dia tidak boleh mengundurkan diri sampai tiga tahun. Kecuali bos nya sendiri yang memulangkannya. Atau akan ada denda yang harus dibayar.

Abimala tentu memilih untuk terus bekerja di sana. Toh dia tetap menerima gaji sesuai kontrak meski dirinya diketahui—dituduh—melakukan kesalahan-kesalahan itu.

Lalu tibalah detik itu. Dimana dia akhirnya dipanggil ke sebuah ruangan dan mendengar kerapatannya laporan tentang dirinya yang melakukan manipulasi catatan keuangan.

Abimala tidak memaksa dirinya untuk menyanggah. Lagipula kalau memang dirinya akan dipecat, bukankah itu artinya dia bisa terlepas dari jeratan kontrak?

Jadi, dia undur diri dari ruangan di mana tim pengawas pegawai dan bosnya berada.

Lucunya, kekasih bosnya—yang menjadi penyebab dari semua kejadian yang menempatkan Abimala di kondisi-kondisi sulit itu—masih menempelkan dirinya pada Abimala. Membujuk Abimala untuk merebut dirinya dari bosnya.

"Abimala! Bahkan setelah semua yang aku lakukan, kau masih tidak berani merebutku dari Yuda? Dasar pengecut! Aku tidak akan melupakanmu!"

Abimala merinding. Mempercepat langkahnya menuju jalanan.

Selama dia bekerja di perusahaan event organizer itu dirinya jarang diharuskan memakai seragam. Jadi saat ini pun dia hanya mengenakan celana bahan, dan kemeja putih tanpa dasi dengan jaket tersampir di bahu.

Abimala awalnya bekerja di lapangan. Mengatur acara bersama rekan-rekannya. Serta berperan membuat desain hiasan-hiasan yang diperlukan dan diinginkan klien. Tapi sejak kasus kesalahan kerja dan dirinya yang dijadikan kambing hitam tim pengawas pun mulai mengawasinya.

Setelah kasus seperti itu terjadi empat kali, akhirnya bukannya memecatnya tim pengawas pegawai justru memutuskan untuk membuatnya bekerja di belakang layar. Membuat Abimala mengatur catatan keuangan bersama beberapa rekan barunya.

Abimala pikir,

Mungkin inilah yang terbaik.

Dengan begitu dirinya tidak akan menjadi sasaran konsumen yang marah lagi. Dan mulai mencoba bidang pekerjaan baru.

Tapi ternyata bahkan di bidang lain di perusahaan EO itu pun, dirinya dijadikan sasaran sumber kesalahan. Oleh rekan barunya, atau siapa. Abimala tidak tahu. Bahkan tokoh yang menjadi dalang dari semua ketidakberuntungan itu, Abimala tidak tahu. Dan tidak terlalu peduli sebenarnya.

Jika sudah terjadi, maka yasudah.

Abimala menghela nafas sekali lagi dan memutuskan untuk duduk di pinggir jembatan yang menyambungkan sisi sungai dengan sisinya yang lain. Jembatan yang memang terkenal dengan desainnya yang tidak memiliki pagar pengaman itu hampir selalu ramai oleh orang-orang kota yang duduk di pinggirannya.

Abimala baru sekali melewati jembatan itu karena acara lari pagi bersama perusahaan. Dan belum pernah sekalipun duduk di sisi jembatan seperti orang-orang lainnya.

Abimala dengan hati-hati mendudukkan dirinya dan membawa punggungnya sedikit ke belakang. Mendongakkan kepala menonton sekawanan burung terbang yang membentuk pola segitiga di atas langit. Dengan satu burung terbang di paling depan menerima tekanan angin paling kuat.

Abimala merasakan hpnya bergetar. Abimala sebagai pegawai pria yang bekerja di depan komputer di ruangan berAC tidak merasa perlunya membawa apapun kecuali hp, sedikit uang cash, dan kartu ATM yang kesemuanya bisa dimuatkan di dalam saku-saku pakaiannya.

Abimala menyalakan hpnya dan menemukan notifikasi sebuah update novel situs yang menjadi salah satu hiburan di waktu senggangnya.

Sang penulis memang selalu memperbaharui chapter ceritanya di hari rabu di jam-jam sore seperti sekarang. Dan kini cerita itu sudah mencapai akhirnya.

Chapter kali ini akan menjadi yang terakhir.

Abimala menekan notif itu dan tiba-tiba sebuah cahaya terang keluar dari hpnya. Membuatnya berjengit kaget dan sontak memejamkan matanya erat. Penasaran apa yang salah dengan hpnya tapi juga merasa dirinya hanya akan merasa menyesal jika dia memaksa membuka mata. Jadi dia terus menutup matanya dengan kedua tangan memegang erat hpnya—khawatir benda miliknya satu-satunya itu jatuh ke sungai

tanpa menyadari sensasi tubuhnya yang mengambang, sebelum kembali terduduk.

Lima detik kemudian cahaya menyakitkan mata itu terasa mulai meredup dan Abimala pun membuka matanya.

Menyadari sensasi padat yang sebelumnya dia genggam erat erat dengan kedua tangan tiba-tiba hilang.

"?!"

Abimala reflek memajukan tubuh untuk meraih benda pipih itu ketika di saat yang bersamaan, alam bawah sadarnya mengingatkan dia bahwa dirinya sedang duduk di jembatan dengan sungai dalam dan kotor di bawahnya.

Tapi meski Abimala sadar pun dirinya sudah terlambat. Tubuhnya terayun jatuh ke bawah di saat matanya sekejap melihat sesuatu.

Bukan air, tapi.......

Paving block?

Bamm!!!!

"Ukh.."

Abimala meringis. Menjongkokkan diri sembari membersihkan kedua telapak tangannya yang berdebu setelah dia gunakan untuk menahan tubuh atasnya dari tersungkur.

Dia terus menepuk-nepukkan telapak tangannya. Sebelum menyadari adanya keanehan.

Hm?

Telapak tangannya yang kasar kini menjadi lembut. Kulitnya yang sedikit krem kini menjadi putih pucat

dan kurus.

"Ini.."

.....???

Suaranya berubah. Dirinya sudah melewati masa pubertas dan sudah menjadi pria dewasa dengan suara yang menjadi sedikit lebih berat.

Tapi suaraku barusan...

Abimala lalu merasakan sesuatu menyisir tengkuknya.

"Hah?"

Dia melompat bangun dan melihat apa yang tadi di belakangnya.

Tidak ada apa-apa.

Angin bertiup dan Abimala merasakan sensasi itu lagi. Abimala bergidik. Namun segera mengembalikan ketenangan dirinya. Setelah menghela nafas dan memejamkan mata, dia perlahan membawa tangannya ke belakang tengkuk.

O- Oh.

Itu hanya rambutnya.

Rambutku menjadi panjang?

Abimala sudah biasa menarik sehelai rambutnya sampai terlepas dari kulit kepalanya jika sedang bosan. Dia menarik salah satu helai dan menariknya asal.

Sehelai rambut panjang kini ada di tangan kanannya.

Merah?

Sedikit demi sedikit akal sehatnya kembali dan Abimala mulai mengobservasi keadaan.

Dia sedang berada di sebuah taman. Dirinya tadi terduduk di sebuah batu besar mengkilap. Ketika dia meraba-raba dan menunduk melihat pakaian yang membalut tubuhnya, dia menyadari pakaiannya sudah berganti. Kemeja putihnya sedikit berubah. Bagian lengannya menjadi lebih longgar dengan ujung lebih melekat dengan pergelangan tangan kurusnya.

Di kerahnya terikat pita kecil dengan batu mengkilap berwarna merah. Celana hitamnya terasa lebih sempit namun pas dengan kakinya.

Sepatu sport hitamnya berubah tipe. Abimala familiar dengan model sepatu seperti itu tapi tidak tahu apa istilahnya.

"...."

Abimala tiba-tiba merasa dingin. Udaranya lebih dingin daripada di kampung asalnya maupun kota. Dan Abimala merasa tubuhnya kini menjadi lebih ringkih dan lemah.

Mungkin inilah yang dirasakan oleh orang-orang dengan tubuh kecil dan kurus?

Tubuhnya menjadi ringan. Jauh lebih ringan. Tapi tidak bertenaga.

Abimala mendudukkan dirinya lagi di batu itu. Namun tidak terjadi apa-apa.

...Kita hadapi saja.

Abimala si yang berkepribadian simpel dan tidak banyak berpikir. Jika pun dia sebenarnya jatuh ke sungai dan tidak sadarkan diri—lalu kini dia sedang bermimpi—atau dia sebenarnya sudah mati tenggelam dan sedang di akhirat—Abimala memutuskan untuk lanjut hidup.

Atau lanjut mati dia tidak tahu.

Hanya ada dia seorang di taman itu. Dan ketika dia memutuskan memasuki bangunan yang mengelilingi taman pun dia hanya bisa mendengar suara tapak sepatunya yang menyentuh lantai.

Dinding berwarna putih dan berlangit-langit tinggi.

Rumah? Sekolah? Atau bangunan wisata?

Keberadaan taman dan desain bangunan di visinya mengingatkannya pada gambar-gambar bangunan bersejarah di luar negeri.

"Tuan muda?"

Abimala secara reflek menoleh ke belakang. Melihat seorang kakek dengan rambut hitam bercampur putih yang mengenakan pakaian pelayan muncul di hadapannya.

Oh

Abimala memutuskan untuk bersikap netral. Dia menetapkan wajah datar dan mengangguk kecil.

"Iya."

Pria tua itu melipat kedua tangannya di belakang tubuh dan tersenyum.

...Oh

Beliau memang tersenyum. Tapi senyumnya terasa menyeramkan bagi Abimala.

...Aku tidak sedang berada di bangunan angker, kan?

"Apakah tuan muda tidak ingin makan malam bersama tuan dan nyonya?"

Suara ramahnya pun masih membawa sensasi seram pada Abimala. Dia juga menyadari gaya bicara orang itu yang agak aneh. Tapi dia lebih terfokus pada fakta bahwa sang kakek memiliki raut muka yang memancing kecurigaan.

Abimala berpikir

Jika dia hantu, asalkan dia tidak menyakitiku, seharusnya tidak apa-apa, kan...?

Abimala mengingat dirinya yang belum makan siang. Rencana memanaskan makanan yang sudah Ia masak di pagi hari untuk makan malam pun membuat dirinya lapar. Mungkin tubuh yang sedang dia diami itu juga belum makan.

Tubuhnya begitu ringan. Ringkih, kurus, dan pucat. Kalau Abimala harus menggunakan tubuh itu untuk seterusnya dia tidak akan membiarkan tubuh itu terus dalam kondisi menyedihkan itu. "Hm. Aku akan makan. Bawa aku ke tempat aku bisa makan."

Pelayan itu sedikit mengernyit tapi senyumnya tidak berubah sedikitpun. Namun kini matanya menyipit. Lalu senyumnya sedikit melebar.

"Tentu. Mari saya antar, tuan muda."

Pelayan itu mengayun satu tangannya sambil sedikit membungkuk ke arah koridor tempatnya tadi berasal. Baru ketika Abimala berjalan ke arahnya pelayan itu menegakkan tubuh dan berjalan tenang di depannya.

Abimala menyadari sesuatu.

.....Dia tidak mengeluarkan suara tapak kaki.

Dia bergidik sedikit namun kemudian kembali menenangkan diri.

Mereka berdua berjalan menyusuri koridor. Melewati belokan, Abimala bisa melihat sebuah ruangan besar dengan furnitur-furnitur... unik.

Ruangan itu terang. Dan tidak memberi aura angker sama sekali. Justru damai dan hangat. Sensasi dingin tubuh Abimala langsung menghilang sejak ia tiba di ruangan itu. Sang pelayan kemudian mengetuk sebuah pintu yang tingginya setinggi satu setengah tubuhnya.

"Tuan, nyonya, ini Alister. Tuan muda Valias memutuskan untuk bergabung."

04/06/2022

Measly033


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C1
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login