Download App

Chapter 6: Berpapasan

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, dan itu menandakan bahwa Martin sudah berangkat dari rumahnya menuju ke kantor. Dan sementara di rumah hanyalah Bella seorang diri. Ada rasa bosan dalam dirinya, sehingga ia meminta Meera untuk menemaninya pergi belanja. Sudah pasti, untuk soal belanja, Meera selalu paling terdepan. Kemana pun dan di mana pun, pasti Meera akan gerak cepat mengantarkan Bella untuk berbelanja.

Selang beberapa menit kemudian, akhirnya Bella dan Meera berangkat menuju ke sebuah Mall terbesar di kota Matheson Street, Causeway Bay, Hong Kong. Mereka terlihat sangat gembira, terutama Meera. Apalagi Bella berencana untuk membeli beberapa pakaian dan beberapa peralatan bayi yang masih belum terpenuhi. Tentunya hal ini membuat Meera semakin bersemangat untuk memilihkan baju bayinya Bella.

Setelah tiba di Mall, mereka berdua langsung masuk dan membawa troli untuk menjalankan aktivitas belanjanya. Mulai dari memilih pakaian bayi, hingga kebutuhan Bella untuk masa nifasnya nanti.

"Bell, kamu gak capek kan? Barangkali capek, kamu istirahat aja dulu. Tuh duduk di sana, dekat kasir. Soal belanjaan, biar aku saja yang memilihnya, aku tahu mana yang kamu suka, kan selera kita sama. Lagian buat bayi, untuk masalah baju, mau bayi perempuan ataupun laki-laki, pasti modelnya sama," kata Meera dengan polosnya.

"Tidak juga, aku masih kuat, masih ingin memilih baju untuk bayiku. Lagian, baju bayi zaman sekarang banyak modelnya. Tuh coba kamu perhatikan, bagus-bagus kan?" kata Bella sembari memilah-milah baju bayi.

"Iya aku tahu, semua bagus-bagus. Tapi itu kan buat anak diatas dua bulan, Bella! Untuk bayi yang baru lahir, pasti dipakeinnya baju bermodel popok. Nih semacam begini!" ungkap Meera sembari memperlihatkan popok pada Bella.

"Iya-iya aku tahu, tapi aku suka yang ini, dan yang itu juga. Ahh, semuanya suka!" kata Bella yang terlihat kebingungan memilih baju untuk anaknya lahir nanti

"Ya sudah beli aja semua. Gitu aja kok repot. Ngomong-ngomong, kata dokter, anakmu nanti diprediksikannya cewek apa cowok?" tanya Meera dengan polosnya.

"Mmm ... gak tahu!" celetuk Bella dengan santainya.

"Apa! Yang benar saja kau ini! Masa gak dikasih tau sama dokternya? Terus kemarin, kamu diperiksa apa aja dong sama dokter itu?" tanya Meera keheranan.

"Aku lupa gak nanyain jenis kelaminnya, tapi kata dokter bayiku sehat. Dan berat badannya pun semakin bertambah, terus ..."

Belum juga Bella selesai bicara, tiba-tiba saja Meera menyelangnya dengan begitu kesal, "Sudah lah diam! Percuma kita belanja baju bayi, kalau kenyataannya kamu gak tahu jenis kelamin nya apa. Nih, aku sudah semangat-semangatnya nyari baju bayi modelnya cowok. Nanti pas kamu lahiran, ternyata yang lahirnya bayi cewek, gimana tuh? Sayang kan kalau dibuang? Masa iya anak perempuan mau dipakein baju modelnya cowok!"

Meera terus saja ngomel-ngomel, sementara Bella hanya tersenyum saja sembari memandang gadis itu yang masih memilah-milah baju bayi lagi, karena memang Bella benar-benar tidak tahu. Yang paling penting bagi Bella adalah, bayinya sehat dan aktif. Mau diberi perempuan ataupun laki-laki, itu sudah menjadi suatu anugerah terindah bagi Bella.

"Habis ini kita mau ke mana, Bell?" tanya Meera sembari membawakan beberapa kantong belanjaan milik Bella.

"Menurutmu kemana coba?" kata Bella menyeringai.

"Aku tahu! Pasti ke toilet kan?" kata Meera sembari memberhentikan langkah kakinya.

"Hahahaha! Betul!" kata Bella. Ia pun langsung melangkahkan kakinya, tanpa mempedulikan Meera di belakangnya.

"Ish, kau ini menyebalkan!" teriak Meera.

"Hey! Bersabarlah denganku, ibu hamil pasti butuh bantuan extra. Dan kamu harus memakluminya. Apalagi sekarang ini, mendekati masa lahiran, kan sudah pasti maunya ke toilet terus!" ungkap Bella.

"Iya, aku tahu-aku tahu. Ya udah cepetan sana! Awas aja kalau lahiran di toilet, aku gak akan—"

belum juga Meera selesai bicara tiba-tiba saja Bella menyelangnya dengan penuh kekesalan, "Kamu dari kemarin ngomong gitu terus! Gak ada kata-kata lain apa, selain lahiran di toilet? Menyebalkan sekali!"

Tanpa mendengar penjelasan dari Meera, Bella langsung masuk ke dalam toilet. Sementara Meera ngomel-ngomel lagi, karena menurutnya, ucapan yang dia lontarkan, hanyalah sebuah lelucon. Tapi Meera memakluminya, sebab seorang ibu hamil, perasaannya sangat sensitif sekali. Dan seperti biasa, Meera tidak memedulikan perkataan Bella, meski Bella kesal kepada dirinya.

"Perasaan perkataanku aman-aman saja deh. Wajarkan kalau aku mengkhawatirkan dia lahiran di toilet? Orang udah mendekati ke masa lahiran, harusnya diam di rumah, eh dia malah ke mal!" kata Meera menyunggingkan bibirnya.

Beberapa menit kemudian, Bella pun keluar dari toilet, dan langsung mengajak Meera berbelanja lagi.

"Ayo kita belanja lagi!" kata Bella dengan santainya.

"Apa! Belanja lagi? Apa ini belanjaan kamu belum cukup? Ini udah banyak banget, Bella! Kamu gak takut apa nanti suami kamu marah, karena uangnya dipakai buat foya-foya?" tutur Meera tercengang. Meera benar-benar kaget karena, ia tahu jika sahabatnya itu tidak pernah seboros ini.

"Foya-foya? Ya tidak lah! Aku belanja buat keperluan anak aku nanti. Lagian, yang seharusnya dikatain suka foya-foya itu harusnya suamiku. Dia selingkuh dan sudah pasti dia mengeluarkan uang banyak buat modalin si pelakor itu," kata Bella dengan santainya.

"Iya juga sih. Tapi ... Kamu juga harus nabung buat lahiran nanti. Soalnya ...."

Belum juga Meera selesai bicara, Bella langsung memotong pembicaraannya, "Kalau urusan biaya untuk lahiran, aku sudah punya tabungan. Dan aku rasa cukup sampai anakku berusia dua tahun. Kamu tenang saja, Ra. Aku menghambur-hamburkan uang itu,  sebagai bentuk rasa marah ku kepadanya. Kamu pasti paham kan gimana rasanya diselingkuhin sama suami sendiri?"

"Iya Ra, aku paham. Apalagi kamu sedang hamil tua. Ya sudah kalau begitu aku mau ke toilet juga, aku simpan dulu belanjaannya di sini ya," kata Meera. Setelah itu, ia langsung masuk ke dalam toilet.

Selama Meera di dalam toilet, Bella iseng-iseng memfotoi beberapa tanaman hias yang ada di sekitar toilet itu. Ia sangat menyukai tanaman itu, sampai-sampai dirinya pun ikut narsis dengan tanaman tersebut. Dan pada saat itu pula, ketika Bella sedang asyik-asyiknya berfoto, tiba-tiba saja sosok perempuan yang sangat tidak asing bagi Bella, masuk ke dalam toilet. Siapa lagi kalau bukan Diva. Perempuan yang saat itu kepergok sedang makan malam dengan suaminya di sebuah restoran ternama.

Diva tentunya tidak mengenali Bella. Tapi Bella sangat mengenali Diva. Mereka berpapasan dan saling menatap satu sama lainnya. Ingin rasanya Bella menegur Diva dan memarahinya. Karena kesempatan yang bagus itu, tidak akan datang secara dua kali. Tapi Bella sadar diri, ia mana mungkin melakukan tindakan yang akan memalukan dirinya nanti. So, sudah pasti, Diva yang akan menang, karena penampilan Diva sangat elegan dibandingkan Bella yang tubuhnya sudah tidak berbentuk lagi.

"Dia ngapain ke mall ya, di jam kerja seperti ini pula? Apa jangan-jangan dia ke mall, bareng suamiku lagi?" kata Bella dalam hatinya.

*

*

*

Bersambung ...


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C6
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login