Download App

Chapter 44: Kembali Bekerja

"Kamu sudah bangun, sayang?" Aku membuka mataku dan menemukan wajah suamiku sebagai objek pertama yang kulihat.

"Heehmmm.. Selamat Pagi, yang... Kamu ga tidur, semaleman?"

"Aku baru bangun setengah jam lalu... Mau ke kamar mandi?"

Aku mengangguk.

Rangga menbantuku untuk ke kamar mandi. Seperti biasa, Dia menjadikanku seperti bayi, memandikanku dan baru melepaskanku setelah selesai memakaikanku baju.

"Kenapa, yang?" Kok muka kamu suram gitu.

"Maafin Aku, sayang.. Setelah Kamu sembuh, Aku antar Kamu perawatan, ya.."

"Maksudnya?" Aku sedikit bingung dengan wajahnya yang tampak bersalah.

"Ada beberapa luka pecahan beling yang dalem banget dipunggungmu. Maafin Aku ya.."

"Hihi.. Aku kirain apaan! Hehe... Yang, Aku.. Laper" Aku coba mengalihkan topik. Karena Aku ga suka melihat wajah Rangga murung dna Aku ga mau mengingat luka-lukaku.

"Oh, bentar Aku ambilin."

"Kamu udah masak?"

"Udah!" Jawabnya sambil jalan ke arah dapur.

Aku sungguh ga nyangka Rangga sudah siapkan makanan sepagi ini. Masih jam setengah enam pagi.. Bagaimana bisa??

"Vin, makan dulu.. "

"Haah? Iya.. Hehe.."

"Kamu kenapa sering bengong sekarang, sih?" Tanyanya sambil menyuapiku.

"Habis Kamu bikin Aku penasaran. Sepagi ini udah punya bubur yang enak!"

"Aku sengaja buat banyak. Masih ada, cukup sampai nanti siang. Stock buah juga sudah cukup untuk cemilanmu." masih sambil menyuapiku.

"Kamu lama, yang?"

"Aku usahain pulang secepetnya.. Aku rencana mau selesaikan semua kerjaan seminggu, hari ini. Supaya besok-besok Aku ga harus keluar dulu. Kamu, gapapa, kan?"

Aku cepet-cepet menggelengkan kepalaku. Khawatir Rangga akan berubah pikiran dan memilih untuk tinggal, sedangkan Dia dibutuhkan di perusahaan.

"Pagi ini, Aku selesaikan beberapa urusan dulu di V-Company. Terus siang, Aku ke FGC. Handphone-ku selalu aktif. Kamu bisa hubungi Aku kapanpun juga. Aku sudah taruh handphone di handbagmu. Akses perbankan di handphone lamamu juga sudah Aku pindahkan. Dompetmu, sudah Aku isi dengan uang cash dan kartu-kartumu ada didalam. Aku sudah pasang alarm waktu minum obat di handphonemu. Dan memasukkan beberapa nomor penting seandainya Kamu butuh bantuan mendadak secepatnya disini. Sepuluh bodyguard berjaga didepan kamarmu, dua perawat pribadimu juga sudah ada didepan. Aku tak mengizinkan perawat lain masuk menemuimu selain mereka. Mereka akan membantumu untuk ke toilet, jangan berani mencoba ke kamar mandi sendirian! Aku tak mengizinkanmu! Jangn pernah menahan pipis. Airin sudah bilang padaku, kalau Kamu harus segera mungkin mengosongkan kandung kemihmu, supaya zat racun itu keluar cepat dan tidak menimbulkan masalah pada ginjalmu. Apa sudah mengerti?" Rangga menjelaskan semua yang disiapkannya untukku. Dan membuatku justru tertawa bukan mengangguk.

"Apa yang lucu?" Tanyanya sedikit bingung, masih sambil menyuapiku.

"Kamu tuh kasih Aku intruksi kaya mau pergi berbulan-bulan. Padahal cuma beberapa jam. Hihi.." aku ga tahan.. Kalau inget semua intruksinya.

"Jadi, buat kamu itu lucu? Kamu tahu, betapa stressnya Aku saat temanmu yang gila itu menculikmu? Hidupku hancur, rasanya sulit buatku bernapas, dadaku sesak, Aku ga bisa berpikir, Ketakutan diseluruh tubuhku, bahkan Aku udah kaya ornag gila menangis, memukul apapun, emosiku ga stabil. Aku ga mau membahayakan hidupmu lagi! Aku rencanankan semua ini untuk menjagamu! Karena Kamu adalah nyawa dan hidupku. Tanpamu, Aku ga akan sanggup menjalani sisa hidupku! Apa Kamu pikir ini lelucon?"

Rangga terlihat sangat marah. Matanya yang hitam, mengintimidasiku. Aku diam dan sedikit takut melihat Rangga begitu.

"Maafkan Aku, yang.. Mm... Aku, belum pernah mendapat perhatian seperti ini sebelumnya. Jadi, buatku sangat aneh ada yang memperhatikanku sampai seperti itu..", Aku menunduk dan memainkan kukuku.

"Habiskan makananmu!" Rangga kembali fokus menyuapiku tanpa membahas kejadian tadi. Tapi kami cuma saling diam tanpa ada yang membuka pembicaraan. Aku masih takut dan belum menemukan bahan pembicaraan.

"Jangan mainkan kukumu seperti itu. Nanti patah dan sakit!"

"Iya..."

"Apa Kamu masih mau makan lagi?" Rangga bertanya setelah suapan terakhir habis.

Aku menggeleng dengan cepat, walaupun sebenarnya, Aku masih mau.. Tapi, disuapin sambil dimarahin, ga enaklah! Lebih baik Aku tunggu Rangga berangkat dan mengambil semangkuk lagi setelah Dia pergi, hihi ..

"Yang.. Kamu masih marah?" Tanyaku, saat Rangga kembali membawa air dan obat untuk Aku minum.

"Hmmm.. Maunya sih marah, tapi.. Mana bisa Aku marah sama Istriku!", jawabnya sambil mengecup dahiku.

"Kamu kuat jalan, atau mau Aku gendong?"

"Hah?"

Rangga menatapku menunggu jawaban.

"Mmm... Kita mau kemana?"

"Jalan-jalan ditaman rumah sakit. Sekalian liat matahari terbit."

"Seriusan? Aku boleh keluar dari ruangan ini?"

Rangga mengangguk dan tersenyum. Refleks, Aku segera memeluk pinggangnya.

"Makasih, yang... Aku mau jalan aja.. Bolehkan?", mengangkat kepalaku menunggu jawabannya

Rangga mengangguk setuju. Membuatku makin senang.

Memang matahari terbit ga seindah waktu dipuncak kemarin. Tapi, bisa melihat seperti ini saja sudah bagus. Aku dan Rangga duduk dikursi taman, setelah tadi beberapa kali Aku sudah berjalan memutari taman.

"Yang, makasih ya.. Kamu baiiiiik banget ke Aku!", Aku menyenderkan kepalaku di bahunya.

"Kamu juga baik ke Aku, bersedia menemaniku seumur hidupmu", Rangga mencium tanganku yang dari tadi ga pernah lepas dari genggamannya.

Beberapa menit Kami diposisi ini, ngobrol singkat masalah masa depan dan sekedar bercanda. Setengah jam sudah Kami berada ditaman sebelum akhirnya kembali ke ruang perawatan.

"Yang, Kamu udah mau berangkat?" Aku memperhatikan Rangga yang sudah sangat rapih dengan setelan jas dan sepatunya.

"Iya, sayang.. Aku berangkat lima menit lagi." Matanya menatap jam tangannya, dan Aku tahu maksudnya jam tujuh tepat setelah meilhat di jam dinding. Ada rasa rindu untuk kembali bekerja melihat Rangga berpakaian seperti itu. Kegiatan rutinitasku beberapa tahun terakhir, sama seperti itu. Hmmm..

"Ada yang Kamu butuhkan lagi?" Rangga sudah duduk dikasurku dan tangannya memegang tanganku.

"Peluk?" Aku tersenyum padanya sambil melebarkan dua tanganku tanda ingin berada dalam pelukannya.

Rangga mendekat, dan memelukku. Rasa hangat dalam pelukannya membuatku kecanduan. Apalagi mendengar irama jantungnya..

"Hati-hati, ya yang.. Aku tunggu Kamu disini!", Aku melepaskan pelukanku. Karena, saat kuintip jam, sudah lewat dari jam tujuh. Tapi Rangga ga akan melepaskan pekukannya sampai Aku melepaskan. Berat sih, tapi mau bagaimana lagi, Dia punya tanggungjawab besar saat ini.

"kamu baik-baik disini! Nanti setelah Aku kembali, Kita akan pulang ke rumah!"

"Ih, beneran?" Aku sangat antusias mendengar rumah.. Kasur yang lebar, empuk dan besar, bathtub, kosmetikku.. Huuuuuhuuuu..

"Iya!" Rangga tersenyum.

Rangga mengeluarkan handphonenya dan mendial nomor seseorang.

"Dimana Kau? Kenapa belum datang?"

Klek

Pintu dibuka

"Maaf telat, nganterin cewekku dulu ke kantor, hehe!" Dennis datang masih dengan kaos polos, celana boxer dan jaket motornya langsung menuju kamar mandi.

"Baiklah, sayang.. Aku berangkat dulu!" Rangga mencium dahiku, mengambil tas dan berjalan keluar.

Haaah.. Ini hari pertamaku tanpa Rangga! Mengingat ini, ada rasa sedih dan kesal juga. Tapi, mau bagaimana lagi, memang sudah kerjaannya.. Hufff....

Klek

Dennis keluar dari kamar mandi. Dia terlihat lebih segar tanpa muka bantalnya.

TOK TOK TOK

Seorang petugas catering masuk mengatarkan makan pagi dan pamit pergi setelah tugasnya selesai.

"Kamu mau makan sekarang?"

Aku menggeleng.

"Habiskan saja makanan untuk penunggu pasien dan untuk pasien kalau kau mau! Aku sudah makan. Rangga tadi memasak untukku.."

"Hah? Pagi-pagi? Masak??"

Aku mengagguk, tersenyum, dan bangga menceritakan suamiku kepada Dennis sampai membuatnya bengong ga percaya.

And baby

Every time you touch me

I become a hero

I'll make you safe

No matter where you are

And give you

Everything you ask for

Nothing is above me

I'm shining like a candle in the dark

When you tell me that you love me

"Nih!" Sekejap Aku sempet bengong mendengar lirik lagu itu. Dennis sudah membuka laci mejaku dan memberikan handphone padaku.

"Hallo?"

"Kamu lagi apa, sayang?"

"Eh, enggak.. Aku.."

"Kenapa lama diangkatnya?"

"Hm.. Tadi Aku kaget, yang.. Kan udah lama Aku ga pegang handphone. Jadi, masih.. Kaget!" Jawabku jujur.

"Kaget sama apa?"

"Hmm.. Ringtone nya.." Jawabku sambil senyum-senyum.

"Aku sayang Kamu, baik-baik disitu ya, tunggu Aku pulang!"

"Iya.. Hati-hati yang.."

Klik

"Hmm.. Handphone baruuuu!", Dennis menggodaku dari meja makan sambil menikmati makanannya.

"Syirik ajaaa! Weeek" Aku menjulurkan lidahku padanya.

"Masukin nomer Aku! Misscall cepet!"

Dennis menyebutkan nomorya. Dan namanya ternyata sudah tertera di handphone ini.

"Udah ada nomor Kamu disini, Kak!"

"Masa? Beneran?" Dennis yang sangking ga percayanya, sampai datang mendekatiku dan melihat sendiri di layar monitor.

"Apa suamimu kesurupan, Vin?"

"Ih, sembarangan!" Aku membela Rangga.. Tapi, tetep kami berdua ketawa terbahak-bahak, teringat perilaku Rangga dan Dia masih mau memasukkan nomor Dennis. Hihi.

"Coba liat, ada nomor siapa lagi di handphonemu?" Aku dan Dennis saling bertatapan, dan Aku langsung membuka kontak. Aku juga penasaran, siapa aja orang yang Rangga izinkan untuk Aku hubungi.

Dan nama dikontak itu:

*** Suamiku tercinta ***

Aku membaca satu persatu. Nama itu yang ada dipaling atas. Membuatku dan dennis tertawa otomatis.

Airin

.

Asisten Fadli

.

Asisten Metha

.

Dennis

.

Detektif Sandy

.

Dinda

.

Kak Doni

Yah.. Cuman nama itu..

"Kak Doni?", Aku mengulanginya sekali lagi, khawatir salah baca. Dadaku berasa nyesek banget sekarang. Rangga memasukkan nama kak doni? Dia?

Aku menatap Dennis, begitupun Dennis yang menatapku ga percaya.

"Kayaknya bener, Vin... Suamimu udah gila atau tadi malem Dia ngimpi masuk neraka. Jadi udah insaf! hehe.."

"Iishhhhh.. Rangga enggak kaya gituuu!!!" Aku kembali membelanya. Dan Dennis cuma cekikinan, berjalan kembali ke meja makan menghabiskan makanannya.

Sejujurnya.. Aku sangat sedih saat ini memikirkan Rangga. Aku tahu betapa pecemburunya Rangga. Tapi, Dia masih mau menurunkan egonya dan memikirkan keselamatanku.

Aku menatap layar handphone dan menghubungi Rangga.

"Ada apa, sayang?" Belum berhenti dering pertama, Rangga sudah mengangkatnya.

"Ehm.. Aku.. Aku merindukanmu. Bekerjalah yang benar dan segera kembali!" Dalam sekali napas Aku berbicara cepat.

Klik

Aku mematikan telepon sebelum mendengarnya menjawab. Hihi. Betapa malunya Aku.. Tapi, ada apa denganku? Kenapa Aku seperti anak ABG sedang pacaran?? Rangga jelas adalah suamiku. Tapi kenapa Aku harus malu menghubunginya.

"Ehmmmm..."

"Hyaaa!!!" Aku sangat kaget melihat wajah Dennis sudah ada didepan mukaku.

"Mesem-mesem sendiri! Awas kesambet! Lagian suami baru kerja belum juga ada sejam, udah ditelepon, bilang kangen lagi?? Ckckckckk!" Dennis sudah melipat tangannya di depan wajahku dengan tatapan sangat aneh melihatku.

"Issshhhh.. Apasih! Syirik aja.. Makanya cepetan nikah, biar ga usil!" Jawabku sekenanya.

"Maunya gitu, tapi kerjaanku, terlalu bahaya buat calon istriku, hehe!"

"Jadi, ga bakalan nikah?" Tanyaku sambil mengeluarkan barang-barang lain di handbag ku. Penasaran apa aja yang ditaruh Rangga didalam tasku.

"Hmmm... Ga tau, Vin.. Pusing mikirin cewek! Aku ga mau jadi bucin kaya suamimu, hahaha!" Dennis ketawa sangat bahagia. Bahkan Dia ga peduli sama tatapanku.

Aku hanya mencibir dan kembali fokus ke isi tasku. Cuma ada handphone dan dompet. Isi dompetku sama, cuma bertambah uang kertas yang tebel banget sama.. Ada kertas bergambar.. Ya, foto Aku dan Rangga dengan latar belakang matahari terbit. Dia menaruhnya didompetku. Hmm.. Kapan Dia mencetaknya? Dan memalukan kalau menyuruh Fadli melakukan ini! Fotoku jelek banget disitu! Argghhhhh...

Klek

Airin yang kali ini datang tanpa mengetuk pintu.

"Vina, hari ini akan masuk lima botol cairan EDTA. Persiapkan dirimu!"

Airin menjelaskan semua prosedur dan efek sampingnya. Dia juga mengecek bekas operasi dibelakang kepalaku.

"Baiklah, tidak ada masalah! Aku pergi dulu!"

"Kau sibuk?" Tanyaku melihat Airin sepertinya cukup stress.

"Lumayan. Makanya Aku lakukan room visit pagi ini. Sekarang Aku akan ke kamar Doni. Melihat kondisinya dan Vido!"

"Ehm, Airin, tunggu.." Aku memegang infus dan berjalan.

"Kau mau kemana?"

"Sebentar, Aku titip sesuatu untuk Kak Doni!", Kataku sambil jalan ke arah dapur.

"Ini.. Aku titip untuknya!", Airin mengambil gelas itu dengan ekspresi agak aneh setengah tertawa dan ga percaya Aku menitipkan sesuatu yang tak berguna. Tapi, Dia ga banyak nanya Dan berjalan pergi.

"Kamu bikin apa?"

Aku ga jawab, cuma melempar senyum aja ke Dennis.

"Wis.. Kecil-kecil berani selingkuh!!"

"Husss... Enak aja! Aku ga mungkin selingkuhin suamiku yang udah baik banget gitu!" Protesku ke Dennis yang disambut dengan gelak tawa puas.

"Kak, Aku.. Ada perlu serius!"

"Hmm.. Apa? Nyuruh Rangga balik?"

"Issshhh bukan!! Tolong bantu cek kondisi keuangan perusahaan Daddy.."

Dennis menatapku, dan sekarang Dia sudah kembali serius dan profesional.

"Ada yang aneh?", tanyanya menyelidik

Aku mengangguk.

"Tolong cek kondisi perusahaannya dan Aku butuh audit semua terutama bagian keuangan." kataku pada Dennis.

"whoaaah.. Tugas berat! Aku bisa dapat bayaran mahal!" Dennis memasang muka devilnya.

"Kau sudah dapat bayaranmu! Penthouse-ku, Kau balik nama aja! Tapi setelah informasi sudah kudapatkan!", Aku juga tersenyum licik.

"Apa ada yang tidak beres disana?" Dennis mencoba menggali informasi.

"Mereka butuh dana segar! Shanti telah meminta lima belas milyar dari perusahaanku. Dan tak berapa lama, Dia ingin meminta lima puluh milyar." Aku nenyenderkan kepalaku di bantal. Kepalaku sedikit pusing dan lambungku mual kalau terlalu banyak berpikir. Aku coba me-relax-kan badanku.

"Sudah cek aliran dananya?"

"Tidak ada. Uang di ambil cash. Biasanya, dana untuk perusahaan di ambil cash. Mom biasa memberikan pada Aunt Fathin dirumah. Dia mengaturnya. Dia kepala divisi keuangan diperusahaan itu." Aku memejamkan mataku, karena semakin pusing, seperti duniaku berputar.

"Hmm.. Kau curiga?"

Aku mengangguk. Masih sambil memejamkan mataku.

"Hmm.. Baiklah, sepertinya penthouse itu bisa menghasilkan banyak uang! Akan kulakukan pekerjaan ini!"

"Jangan coba-coba Kau jual atau sewakan penthouse itu!!! Erghhhh.. Itu belahan jiwaku!" Aku membuka mataku, duduk tegak kembali, dan melotot ke dennis..

"hahahahaha! Kalau sudah jadi milikku, bebas untuk kuapakan!" Sedangkan Dennis hanya tertawa terbahak-bahak melihat reaksiku.

"Awas, Kau ya! Aku akan beli kembali jika Kau menjualnya!" Aku merengut kesal. Bagaimana ga kesal, Seluruh designnya Aku yang membuat, mencari sendiri furniture yang pas, Aku memilih penthouse itu ditempat terbaik dengan perhitungan matang, dan itu sudah menjadi belahan jiwaku.. Mau dijualnya?? Hufff.. Kalau bukan karena menghargai Rangga, Aku ga akan pindah dari sana.

"Baiklah, nanti malam Aku mulai kerjakan. Aku akan cari informasi yang Kau butuhkan. Sesegera mungkin."

"Kapan Kau kembali ke jepang?" Tanyaku penasaran.

"Belum tahu. Ada misiku disini. Sampai misiku selesai, Aku akan tetap disini! Atau setelah Aku dapat cara membawamu ke Jepang, Aku akan kembali kesana." Jawabnya santai sambil mengeluarkan handphone dari kantong jaketnya.

Aku tak mengganggu Dennis lagi. Aku senderkan kepalaku di bantal, dan mencoba untuk tidur. Keberadaan Dennis tidak banyak menggangguku. Dia sepertinya sedang mengerjakan sesuatu dan melakukan hal penting dengan handphonenya. Aku juga banyak menghabiskan waktuku untuk tidur, ke kamar mandi beberapa kali, makan bubur buatan Rangga, atau menghubungi metha melalui pesan untuk bertanya kondisi kantor, yang langsung dibalasnya dengan sepuluh persen berita penting dan sembilan puluh persen, gosip. Rangga meneleponku beberapa kali, untuk memastikan Aku melakukan jadwal yang telah dibuatnya untukku.

"Apa Kau mencintainya?"

"Hah?" Dennis tiba-tiba memberikan pertanyaan sambil menyuap makan siang yang baru diantar petugas catering.

"Rangga.. Apa Kau mencintainya?"

"Heehmm.."

"Secepat itu, Apa Kau yakin?"

"Tentu saja!"

"Kau yakin Dia tidak akan mengkhianatimu? Atau bukan orang jahat?"

"Sangat yakin.. Bahkan Dia lebih mencintaiku daripada Aku mencintainya." Kali ini jawabanku agak panjang.

"Kau tahu latar belakang keluarganya?"

Aku menggeleng.

"Apa Kau tahu sesuatu?" Tanyaku penasaran.

"Aku masih menyelidikinya. Ada rumor, masa lalu Anwar sangat menyeramkan. Anwar Pranata membunuh Kakaknya untuk mendapatkan warisan dan mengambil kekasihnya!"


Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C44
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login