Download App

Chapter 29: Perbedaan

Risa mengerucutkan bibirnya. Dia berusaha menyimpan rindu pada bos Glen, tetap saja semua terlihat jelas di wajahnya. Reza menggaris senyum, dia sedikit prihatin.

"Lu ngeliatin layar hape mulu, emangnya bos Glen ga hubungin?" Risa menggeleng lemah. Reza ikut sedih.

"Lu ga coba telepon?" Risa menghela nafas berat. Reza mengelus punggung Risa

"Mungkin doi sibuk" Risa mengangguk mencoba mengerti. 

Sudah hampir sebulan tak satupun panggilan masuk di ponsel Risa dari kekasihnya.  Bos Glen menghilang begitu saja. Risa yakin kekasihnya akan kembali, tapi bisakah dia menerima setidaknya satu pesan saja. Bos Glen membuat Risa frustasi.

Pekerjaan yang sudah memenuhi deadline membuat jam kerja terasa santai. Rekan kerja bisa berbagi cerita sambil mengecek dokumen dan menyelesaikan file-file pengiriman barang. Tapi Risa tak tertarik ikut berkumpul di meja Reza. Dia merebahkan kepala di atas lipatan tangan. Rasa nelangsa tanpa energi, apa apaan ini. Perasaan kehilangan dan rindu terasa berat.

Risa sedang sayang-sayangnya dan bos Glen harus pergi. Rencana bertemu orangtua, lamaran secara resmi pun harus ditunda, Risa menantikan semua itu, dia yakin bos Glen akan kembali. Walau di hatinya, ada rasa risau yang janggal.

Saat bel pulang berbunyi, Risa segera meraih tasnya dan memanggil taksi. Dia terlalu merindukan kekasihnya. Risa akan pergi menghabiskan akhir minggu di apartemen bos Glen. Sesekali Risa berkunjung kesana sekedar mengenang apa yang telah mereka lewati bersama, atau sekedar mencium aroma ruangan yang menyimpan sejuta kenangan bagi Risa.

Pukul tujuh malam, Risa sampai di apartemen langsung menuju ruangan yang dituju. Menaiki lift, menekan tombol lantai yang dituju. Mencium udara segar yang sangat berbeda dengan lingkungan kerja Risa membuat wajah sedih gadis itu sedikit berubah. Dia mengingat bagaimana dirinya dan bos Glen bergandeng mesra menaiki lift, tersenyum dan bahagia menghabiskan akhir minggu bersama. Risa mengambil kartu akses dari dalam tasnya, dia segera masuk dan duduk di sofa. Matanya menyapu sekeliling ruangan, hening!

***

"Selamat atas pernikahan kalian" ucap Hoon dengan senyum getir di bibirnya. Glen menepuk pangkal lengan Hoon beberapa kali, meski posisi mereka agak sulit. Glen duduk di sebelah sopir sementara Eun dan Hoon bersebelahan di kursi belakang. Eun tak peduli, dia menurunkan kacamata hitam dari atas kepala menutupi matanya, dia enggan beradu tatapan dengan Hoon.

"Kau harus belajar banyak disana, semua berkas pengiriman sudah selesai. Kau hanya follow up rule yang sudah ku kerja kan untuk musim selanjutnya-"

"iya-iya, kau sudah menjelaskannya hampir setiap jam, aku mengerti. Nikmati saja wanita mu!" serga Hoon dengan wajah malas. Eun menarik sudut bibirnya, membuat gerakan sinis yang aneh. 

"Kau sudah besar, jangan menyusahkan suamiku!" ketus Eun melipat tangan di dada.

"Kau harusnya berbicara seperti itu di depan cermin!" balas Hoon tak mau kalah ketus.

"Hey! hidupku lebih baik dari mu. Aku ini sangat terkenal, sedangkan kau!" hardik Eun mengangkat telunjuknya.

"cih, kau pantas jadi aktor daripada streamer motivator!" sinis Hoon

"Apa katamu!" Eun mengangkat tangan pada Hoon, tapi Glen menangkap pergelangan tangan istrinya. Glen menggeleng dan meminta Eun memperhatikan sekitar mereka. Mobil sudah sampai di bandara, saatnya Eun menjaga imagenya. Eun sosok visioner muda sukses saat ini. Sebagai seorang pengusaha, Eun tetap tampil modis dan ramah, dia bahkan disebut malaikat dari dunia peri. Eun segera mengganti raut tegang di wajahnya, seperti orang yang mengganti pakaian, seketika wajah sinis Eun berubah ramah dan penuh cahaya.

"Dia sangat menjijikkan" bisik Hoon dengan membuang wajah. "Kenapa juga aku harus duduk bersebelahan dengannya" lanjut Hoon masih menggerutu mendapati kakaknya keluar mobil setelah Glen membukakan pintu.

"Kalian duluan saja, aku masih harus menunggu sesuatu" ujar Hoon saat Glen menatap heran, dia tak ikut turun. Penerbangan mereka jelas berbeda tujuan, lagipula Hoon sudah muak dengan tingkah kakaknya, Eun, betul kata dokter sepertinya kakaknya memiliki banyak kepribadian. Glen mengambil kopernya di bagasi mobil. Dia dan Eun segera meninggalkan Hoon.

Hoon memperhatikan langkah Glen dan Eun, pemuda itu menatap dari balik kaca mobil. Eun yang bergelayut manja di lengan Glen, wanita itu jelas sangat mencintai Glen. Glen yang menarik koper dan berjalan lurus, Hoon mengerutkan dahi.

"Hyung sebenarnya cinta atau tidak sih?" gumam Hoon bingung, dia sedikit bingung dengan sikap Glen. Bagi Hoon Glen adalah kakak yang penurut, tak sekalipun dia berontak. Glen hyung idola bagi Hoon, dia pintar, pendiam dan penurut. Glen menurut saja akan tingkah manja Eun padanya, padahal Hoon sebagai adik kandung merasa muak. Glen hyung juga selalu menurut mengikuti banyak kursus yang dianjurkan papa mereka, tak sekalipun Hoon hadir, dia akan pergi ke warung internet di jam kursus, Hoon selalu membenci pelajaran. Itulah mengapa nilai kelulusannya harus dibantu oleh sang papa. Glen menurut saja ketika dikirim ke Indonesia mengurus bagian produksi. Padahal itu bukan pekerjaan untuk putra seorang CEO perusahaan, tapi Glen menurut saja. Sebentar,

"Bukankah aku juga akan mengurus produksi?" Hoon bertanya pada diri sendiri, dia baru saja tersadar dan menahan wajah sedih. Hoon prihatin pada dirinya sendiri.

"Bahkan putra CEO harus tahu pentingnya proses produksi" gumam Hoon pasrah.

***

Setelah menempuh tujuh jam perjalanan, akhirnya Hoon bisa meluruskan kaki. Dia sedikit kecewa akan kelas biasa tadi, kenapa bukan kelas bisnis, Hoon bahkan baru sadar ketika pramugari menunjuk kursinya. Yang benar saja, kesal Hoon. Baru kali ini Hoon melakukan perjalanan jauh sendirian, dia bahkan belum pernah memegang boarding pass sendiri, setiap bepergian ada asisten yang akan menemani, tapi kemana asisten itu? Hoon terlalu lama mengurung diri di kamar, bermain game. Sejak kuliah dan lebih sering membolos membuat Hoon berhari-hari mengurung diri hanya bermain game setiap jamnya.

"Tapi kemana asisten yang selama ini selalu mengontrol ku? apa dy mengundurkan diri?" Hoon bertanya dan heran sendiri, dia mencoba tak peduli dan ikut mengantri mengambil koper. Biasanya saat tuan Jung sangat kesal pada tingkah Hoon, dia akan meminta seorang asisten menguntit dan melaporkan semua kegiatan Hoon. Semenjak kematian tuan Jung banyak perubahan tanpa disadari Hoon. Glen mengaturnya sedemikian mungkin. Membuang orang kepercayaan tuan Jung, melakukan perubahan pada sistem pekerjaan di rumah. Glen memecat karyawan yang dirasa tak begitu diperlukan, itu menghamburkan uang. 

Di dalam kepala Glen sudah terpikirkan untuk merombak tatanan pekerjaan, dia berniat menguasai perusahaan, hanya saja dia harus sabar. Jung bersaudara harus dikendalikan terlebih dahulu. Mengirim Hoon ke Indonesia salah satu taktik terdasar bagi Glen. Anak pemalas itu bahkan tak akan mampu mengerti permasalahan pekerjaan, walau sebatas pengolahan produksi. Hoon akan membutuhkan waktu yang panjang hanya untuk memahami bagian produksi. Dengan sangat yakin, memikirkan bagaimana Hoon stress menghadapi bagian produksi membuat Glen tersenyum kecil.

"Ada apa?" tanya Eun mendapati wajah tersenyum suaminya. Glen tersadar akan posisinya saat ini. Dia merebahkan punggung dan menaikkan sandaran kaki, mengatur posisi senyaman mungkin. Telapak tangannya mengelus lembut dahi Eun.

"Kudengar di hotel tempat kita menginap nanti tersedia 50.000 jenis wine, apa kau akan mencoba semuanya denganku?" tanya Glen lembut. Eun tersenyum sumringah.

"Tentu saja, mari menghabiskan banyak wine dan malam panjang di Paris" balas Eun menurunkan kacamata hitamnya, dia bersandar nyaman dengan selimut lembut, bersiap tidur untuk sesaat. Roy royce sudah menunggu kedatangan pengantin baru, mereka menyambut dengan dekapan hangat. Rekan tuan Jung tak pernah mengecewakan. Dia sudah mempersiapkan semuanya untuk kepuasan hati putri Jung dan suaminya. Ballroom dengan dekor mewah, bahkan Eun Jung meminta desainer Eropa ternama untuk dekor resepsi pernikahan mereka.

"Sangat berduka cita atas kepergian tuan Jung yang terhormat" Glen tersenyum tipis mendapat sambutan dan wajah turut berduka dari salah seorang rekan bisnis perusahaan Jung di Paris, Perancis. 

"Maaf saya hanya bisa menyediakan Paninsula, karena Crillon hotel sedang direnovasi untuk kediaman sementara royal king of Saudi arabia" Glen mengangguk tak masalah.

"Dengan senang hati saya merasa sangat terhormat" balas Glen diplomatis, Eun mengalihkan pandangan, dia mengangkat gelas wine dan enggan terlibat obrolan antara pria. "Hotel kelas dua" batin Eun mengumpat.

Bersambung..

sih???


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C29
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login