Download App

Chapter 15: Calon istri...

Daripada menikah dengan tua Bangka Lily memilih kabur dari rumah, dia meninggalkan rumah mewah tuan Lu yang sebentar lagi akan di lelang, kehidupan kaya keluarga Lu akan berakhir. Tapi gadis itu memang tak pernah merasakan apapun.

Dia sudah menjalani hidup setahun di rumah sewa ini tapi bukan berarti hidupnya tenang.

Meski dia sudah mencari rumah sewa untuk tinggal kenyataannya dia gak bisa sepenuhnya melepaskan tanggung jawab pada keluarga Lu.

Ponselnya terus berdering sejak tadi sampai sampai dia tak bisa tidur malam ini.

Lily menyambar deringan ponsel ke sekian dan mendapati suara Miran yang sedang menangis di seberang sana.

"Lily.. Ocean meninggalkanku, dia memutuskan hubungan denganku.. hiks.. dia benar benar mencampakkan diriku karena keluarga kita bangkrtut!" Oke sebenarnya keluarga Miran sih, karena selama ini Lily merasa tak begitu di anggap di sana, tapi mengingat bagaimana baik nya Miran dia tak bisa abai begitu saja, apalagi Jo kecil, Lily benar benar mencemaskan kedua saudara tirinya itu.

"Tenanglah Miran, semua akan baik baik saja Miran, kau jangan sedih.." Lily mencoba menghibur sedangkan dia sendiri tampak frustasi.

"Lily.. semuanya akan berakhir kalau kau tidak menikah dengan presiden kang!" Aku? Kenapa harus aku sih! Rasanya Lily mau menjerit di kamar sewa yang kosong melompong ini, dia bahkan hanya tidur di karpet tipis, yang penting tidak mendengar berdebatan tuan dan nyonya Lu, yang semakin hari semakin sengit.

"Lily.. semuanya benar benar akan berakhir.. hiks.. huhu.. kehidupan keluarga kita benar benar hancur. Aku dan Jo akan jadi gembel. Maka dan papa mungkin akan saling membunuh, rumah ini sudah seperti neraka Lily."

Suara di belakang speaker telepon Miran benar benar membuat Lily merinding.

"Apa kau dengar itu Lily, bahkan Jo pun selalu menjerit dalam tidur nya, dia benar benar ketakutan.."

Lily menghela nafas berat. Mau bagaimana lagi, meski dia sudah menghindar dan mencoba melarikan diri nyatanya dia tetap tidak bisa mengabaikan hubungan saudara di antara mereka.

"Miran. Tanyakan pada tuan Lu, kemana aku harus menemui presiden kang?" Ujar Lily kemudian.

Dia menurunkan ponsel dari telinganya, dia membiarkan ponsel itu terjatuh ke lantai, Lily menangis dalam diam dan gelap, dia meratapi nasibnya.

Bahkan, seumur hidup.. aku tidak akan pernah bebas. Aku tidak akan pernah bisa lepas dan memiliki kehidupanku sendiri. Aku.. selamanya akan seperti ini.

Tring..

Pesan masuk dari Miran.

Lily.. papa sedang menjual harga dirinya, dia mendatangi presiden kang, dia memohon dan berlutut di sana, dia benar benar sudah hilang akal!

Lily menyeka air matanya, dia melirik jam di dinding, pukul delapan malam. Gadis itu meraih cardigan dan segera berlari, dia menyetop taksi.

"Duh kemana aku harus pergi?" Tanya Lily pada diri sendiri, dia tampak bingung dan cemas.

"Pak! Perusahan Xx!" Ujar Lily.

"Nona ini sudah malam, bagaimana mungkin kau ke perusahaan itu jam segini!" Pak sopir benar juga, tapi dia butuh kesana saat ini.

"Coba kesana dulu saja pak!" Uajr Lily menggigit ujung kukunya.

*****

Tuan Lu memang berlutut di hadapan pemimpin tertinggi perusahaan Xx yang melipat kaki.

Pria itu tampak mempunyai badan cukup berisi dengan pakaian funky yang berwarna mencolok, dia mengulurkan sebelah kakinya dengan wajah menyeringai sinis.

"Ada dua anak gadis di foto ini!" Ujarnya memperhatikan gambar dua gadis muda di ponselnya.

"Yang satu modis, yang satu kampungan! Terus yang mana yang mau bapak jual sama saya! Duh saya ga suka ya sama yang kampungan, ga level lah!" Ujar pria yang mengenakan sepatu kulit buaya itu.

"Ya tuan, itu adalah anak gadis saya, tuan bisa pilih yang manapun yang tuan suka, yang penting tuan bisa membantu perusahaan saya, saya benar benar memohon dengan kerendahan hati!" Ujar tuan Lu menempelkan jidat di ubin.

"Ehem!" Pria berbadan subur itu berdehem dengan congkak, kerutan di sudut matanya tampak jelas. Dia bangkit dari kursi, mengitari meja kerjanya, bukan punya dia sih sebenarnya. Soalnya di sebelah sana ada seseorang yang membelakangi mereka, orang itu sibuk membolak balik dokumen di tangannya, bahunya lebar dan rambutnya tertata rapi, wangi parfumnya bahkan bisa tercium dengan jarak sekian meter.

Pria bertubuh tambun tadi menurunkan kepalanya ke telinga pria yang membelakangi mereka sejak tadi.

"Ada dua gadis cuy, yang satu modis yang satu kampungan! Kalau om sih sukanya yang modis lah!" Ujar pria itu merapikan gelombang rambut yang sengaja di buat jatuh di dahinya, hanya saja sesekali mengganggu pemandangannya.

Pria itu mengulurkan tangannya, membuat si pria tambun heran, dia menyodorkan tangannya dan membuat pria yang duduk itu menepis kasar.

"Ponsel!" Ujarnya jengkel.

"Oh sorry. Om kira mau liat kulit om yang mulus ini!" Ujarnya terkekeh kecil. Dia mengulurkan ponsel. Hingga pria itu bisa menarik seringai kecil di bibirnya. Dia memutar posisi kursi dan menatap pria yang berlutut di depan sana.

"Jadi anda kesini menagih hutang obrolan orang tua ku beberapa tahun lalu?" Ujar Aoran bangkit dari posisi duduknya, dia menaruh kedua tangan pada meja dan sedikit membungkuk agar bisa menatap wajah memelas dari tuan Lu.

Tuan Lu tak menjawab, pundaknya tampak gemetar.

"Tapi sayang sekali usiaku baru 24 tahun dan aku belum mau menikah. Aku akan memilihkan calon suami untuk putri mu, di sini.. ada kakek kecilku!"

"Om sayang!" Protes pria tambun itu.

"Ah ya.. om ku, dia butuh seorang pendamping untuk mengurus hari tuanya. Aku akan memilih satu dari dua putrimu untuk menjadi pendamping om ku ini, bagaimana?" Tanya Aoran menawarkan solusi, sebenarnya bukan solusi sih lebih tepatnya di sebut musibah.

Tuan Lu mengangkat kepalanya perlahan, dia tampak sangat memelas.

"Ya.. apapun.. apapun.." uajrnya dengan suara gemetar.

Aoran tersenyum dia ingat bagaimana Miran tak membalas cintanya di masa SMA, dan memilih seorang idol pada masa itu. Manis sekali hari ini ayahnya memohon dengan membuang harga diri di depannya. Bukan kah ini saat yang tepat untuk balas dendam?

"Papa! Papa.." seorang gadis menerobaos masuk dengan penjaga yang mengejar di belakang punggungnya.

Aoran dan pria bertubuh tambun, oke sebenarnya dia adalah kang Herman, dia adalah kakek kecil Aoran, paman dari Vino dari masa lampau yang kini bekerja sebagai sekretaris Aoran.

Keduanya tampak terkejutelihat kedatangan seorang gadis yang menerobos masuk dan segera menyambar pundak tuan Lu.

Dia menuntun tuan Lu untuk bangkit dari posisinya memohon.

"Lily, cepat membungkuk!" Pinta tuan Lu memerintah. Lily menggeleng.

"Tidak mau.." ujarnya.

"Cepat! Kau tak tahu siapa mereka dan siapa kita!" Desngus tuan Lu kasar, dia mendorong kepala Lily hingga menyentuh lantai dan terdengar suara Duk.

Duh!

Herman dan Aoran kompak memegang dahi masing masing, benjol deh tuh!

Tunggu!

Aoran seakan sadar siapa gadis yang dipaksa ini, Lily?

"Ehem! Bangunlah!" Pinta Aoran berdehem. Dadanya berdebar kuat dengan harap harap cemas. Serius ini gadis yang membuatnya penasaran itu?

Lily dan tuan Lu mengangkat kepala.

Sontak mata Aoran membesar.

Dia Lily! Dan bukan Miran!

Lalu papa?

"Sebentar.." Aoran tampak berpikir.

"Oh jadi ini putrimu yang akan menikah denganku?" Tanya Herman dengan wajah nya yang sumringah.

Aoran menoleh pada kakek kecil yang hanya mau dipanggil om ini. Tunggu!

"Om.. sebenarnya aku ga papa sih nikah muda!" Ujar Aoran bergumam.

Herman tertawa geli.

"Hahahaha.. selera humor mu boleh juga cu.. tapi janganlah, bersenang senang saja dulu. Biar gadis ini mengurus om sampai om mati!"

"Om mau cepat mati?" Desis Aoran

"Hah?"

*****


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C15
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login