Download App

Chapter 24: Keputusan Nig

"Kurasa kini teman-temanku sedang berada di kerajaan Timest. Mereka sedang melakukan negosiasi dengan Raja untuk meminta baala bantuan. Jadi, kumohon percayalah. Aku sungguh akan mengembalikan kedamaian dunia seperti sedia kala," ujar Wedden mengakhiri kisahnya yang sangat panjang lebar.

Semua pria berjubah hitam kembali pada sikap siap mereka. Nig pun begitu, hanya saja dia masih belum memberikan respon.

"Jika boleh memberikan tanggapan, aku masih tidak mempercayai mereka, Nig. Mereka tiba membawa bencana, mana mungkin orang seperti mereka dapat menghadirkan perdamaian dunia." Mod berjalan perlahan melewati tiga pria yang berdiri di didepan. Dia lalu menghampiri Nig yang sedang menimbang keputusannya.

"Nig?" ucap semua orang yang menunggu.

Nig mehela napas panjang. Dia lalu mengangkat wajah dan menatap Ren, Wedden, juga Ser.

"Kita membutuhkan bantuan dari seseorang yang dapat melihat apakah mereka berkata jujur atau kebohongan," kata Nig.

Semua orang nampak saling pandang. Nampak terkejut dengan jawaban dari pimpinan mereka.

"Apa kamu yakin dengan ini?" tanya Mod lirih.

"Aku sudah mengundangnya. Berharaplah dia akan tiba segera," jawab Nig sama sekali tidak ragu.

Keadaan menjadi hening untuk beberapa saat. Masih dengan posisi berdiri, semua orang tidak melakukan apapun dan hanya menunggu.

"Ada apa ini? Apa yang kita lakukan?" tanya Ren mulai bingung.

"Diamlah saja!" Nig melirik Ren tajam. Pangeran berambut merah muda itu segera mengalihkan pandangannya, dia sangat tidak menyukai Nig.

Wedden mengedarkan pandangan. Dia mencoba untuk mengumpulkan energi dalam tubuhnya dan mencoba untuk fokus. Namun dia tidak berhasil melakukan apapun.

Pandangannya tertuju pada Ser yang berjalan pelan-pelan menuju barisan para pria berjubah hitam.

Wedden mencoba untuk mencaritahu apa yang akan bicah pencuri itu lakukan. Dengan menebak dari arah langkah Ser, Wedden menebak kalau bocah itu akan menuju sebuah rumah di dekat bekas tempat api unggun.

Wedden mengerutkan dahinya, segera saja dia tersadar kalau insting pencuri Ser memanglah sangat kuat. Rupanya, di dalam rumah itu, ada mahkota kerajaan Timest yang disimpan oleh para pria berjubah hitam dalam sebuah kotak.

Sedikit beruntung, Ser dan Wedden dapat dengan mudah mengetahui keberadaan bendar kebesaran raja itu karena kotak tidak tertutup sepenuhnya. Kilau tiaranya jelas memberitahukan pada mereka kalau benda itu ada disana.

Nig berpindah posisi. Ketua pasukan berjubah itu berjalan menuju tempat Ser. Khawatir, Wedden akhirnya meniupkan angin pada Ser yang dengan ajaibnya itu berhasil. Ser sangat terkejut dengan tiupan angin yang menahan kakinya dan segera berhenti di dekat barisan pria berjubah yang tidak menghadap kearah datangnya Ser.

Selang beberapa saat, Nig telah tiba di tempat Ser berdiri. Pria berambut panjang itu mendapati bocah itu berdiri dan memperhatikan jubah pasukannya.

"Itu kulit beruang hutan. Apa kamu juga berpikiran untuk mencuri lalu menjualnya?" tanya Nig dengan suara berat yang mengejutkan Ser.

Belum sempat Ser memberikan jawaban. Suasana di tempat itu mendadak kembali tidak keruan. Di malam yang hening, mereka endengar suara erangan sesuatu yang sangat nyaring dan semakin mendekat.

Nig yang menyadari itu, segera kembali menuju tempat semula. Ser pun mengurungkan niat untuk maju, dia memilih untuk berada di dekat Ren dan Wedden untuk mengetahui apa yang terjadi. Bocah itu merasakan merinding saat mendengar suara erangan nyaring itu

Semua pria berjubah hitam nampak siaga dengan cengkeraman yang semakin erat pada busur dan anak panah mereka.

Suara langkah kaki seekor hewan terdengar semakin dekat. Namun Wedden dan kedua rekannya segera mengerutkan dahi mereka setelah mengetahui kalau sosok itu tidak sepenuhnya hewan. Ia adalah Satir raksasa yang separuh lebih tubuhnya tertutupi oleh bulu yang lebat.

Wajahnya sangat garang dengan bulu lebat yang jika dilihat sekilas itu akan nampak seperti jambang seorang dewasa. Perangainya kasar sekali dia menatap semua orang disekitar dengan tatapannya yang sangat tajam dengan langkah waspada.

Wedden menelan ludah karenanya. Ini adalah pertama baginya menemui sosok makhluk seperti itu.

Dia pernah mendengar tentang makhluk penunggu lembah Giger dari Ley, namun dia sama sekali tidak memikirkan tentang sosok Satir yang bertubuh besar itu.

"Dimana orang itu! Siapa yang telah membunuh Nimfa pujaan hatiku! Hah!" suaranya sangat lantang menggetarkan tubuh Wedden.

Ren yang mengetahui keadaan tubuh Wedden yang tidak baik, hanya melirik dan bersiap jika saja pria keriting itu hingga pingsan. Itu adalah hal buruk yang bisa saja terjadi tanpa aba-aba, tentu saja Ren harus menyiapkan rencana untuk itu.

Nig menoleh sebentar pada Wedden, dia lalu menghampiri Satir itu dengan langkah mantapnya. "Bukan kami," ujarnya pada makhluk setengah manusia setengah kambing raksasa itu. "Silahkan periksalah sendiri. Kami tidak pernah berkata dusta denganmu, Satir."

Nig sama sekali tidak gentar. Dia tidak takut atau apapun, malah terdengar seperti menantang.

"Apa kalian sudah tahu apa yang akan terjadi pada kalian jika kalian terbukti berbohong?!" tanya Satir itu dengan suaranya yang sangat tinggi.

Nig nampak mengangguk mantap, begitupun dengan pri berjubah hitam lainnya.

Satir itu menghampiri Ren pertama, dia meras tertarik dengan sosok cantik itu. Namun dia dapat mengetahui kalau Ren adalah pria, namun sosoknya yang snagat menarik perhatian membuat Satir perlu mengecek kejujuran dari makluk merah muda itu.

"Kalian pembawa sial," ujar Satir itu saat berdiri dihadapan Wedden, Ren dan Ser. "Cepat katakan siapa diantara kalian yang membunuh pujaan hatiku!" sentaknya.

Tidak ada yang menjawab, mereka bertiga sama sekali tidak memiliki jawaban karena memang bukanlah mereka yang melakukannya.

"Aku bersumpah bukan aku pelakunya," ucap Wedden setelh sekian lama diam. Suaranya itu menarik perhatian Satir.

Makhluk itu segera menghampiri Wedden dan mengamati tubuh mungil itu dengan seksama. "Apa kau keturunan bangsawan?" tanya Satir itu seraya mengamati Wedden dari ujung kaki hingga ujung kepala.

Dari perawakannya, Wedden jelas berbeda dari bangsa bangsawan yang pernah dikenal oleh Satir. Namun dia dapat merasakan energi pada diri Wedden yang terasa sangat kuat.

"Aku keturunan terakhir sang raja elf, Rapher Elfkinn. Namaku Wedden Arragegs, berasal dari Negeri bagian Utara." Wedden melakukan perkenalannya. Dia semual ragu, namun setelah dia menata sorot mata Satir itu dia merasa baik-baik saja.

"Kau membunuh pujaan hatiku?"

"Ah maaf, aku bahkan tidak mengetahui siapa pujaan hati yang kau maksudkan sejak tadi," sahut Wedden.

Satir itu nampak murka. Namun dia hanya mendengkus seraya meninggalkan tiga pria yang lebih banyak diam itu.

"Hurgh!" Satir itu mendengkus. "Kalian ingatlah selalu untuk tidak mengganggu pohon di hutan. Jika kalian melakukan itu di kemudian hari, maka kalian semua akan kumusnahkan dan tidak lagi kuberikan ampunan. Kalian mengerti?"

Semua pria berjubah hitam diam, mereka berbeda kekuatan, sehingga para manusia itu memilih untuk banyak diam.

Satir lalu kembali menghampiri Nig. Dia berbisik lirih, namun cukup terdengar oleh beberapa orang disekitarnya.

Setelah cukup lama diam dan menimbang, akhirnya Nig memberikan keputusan untuk tiga orang asing itu.

"Kalian pergilah saat matahari tinggi, temukan kuda dan tunggangi itu agar kalian segera tiba di tujuan. Jangan katakan apapun lagi, cukup diam dan silahkan pergi."

***


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C24
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login