Download App
Catatan Sekolah Catatan Sekolah original

Catatan Sekolah

Author: Christal_Queen98

© WebNovel

Chapter 1: Perundungan

"Ibu dapat uang dari mana?" Khaira merasa takjub dapat menempati tempat tinggal yang bagus, setelah selama ini, dia hidup dalam kemiskinan.

"Ibu telah dipromosikan dikantor, jadi, gajih ibu naik," jawab Vina.

Khaira mengelilingi rumah baru yang Vina beli kemarin, ia mengedarkan pandanganya ke kamar luas berwarna pink.

"Ibu, aku sangat suka ini." Khaira memeluk Vina. Khaira sangat terkesan dengan interior kamarnya.

"Khaira, besok juga kamu sudah bisa masuk ke A Christal School," Itu adalah sekolah mahal, yang selama ini, menjadi idaman Khaira. Khaira membuka mulut, seolah tak percaya dengan apa yang Vina lontarkan, dan berkata, "Cubit aku, Ibu."

"Aaw!" Khaira merasakan rasa sakit yang Vina berikan padanya.

"Wina, kamu mengalah ya pada Rika," rayu wanita berambut pendek.

"Aku tidak mau Buk, Ibu harus membayar lebih pada Pak Gunawan!" gerutu Wina yang tidak ingin kalah saing.

"Wina, Ibu sudah memberikan seluruh tabungan yang ibu punya. Namun, ibunya Rika mampu membayar lebih," jelas Buk Sukma.

"Kalau begitu, ibu juga harus mampu untuk membayar lebih," Wina yang tidak menerima itu, mengunci pintu kamar dan berteriak kencang.

"Juara dua juga tidak masalah, kan, itu masih bagus," Sukma mencoba untuk membujuk Wina agar menerima jika dia hanya juara dua di kelasnya.

Wina mengepal kedua lengannya, urat-urat nadinya begitu jelas terlihat. Begitu jelas bahwa kemarahannya sedang mencapai puncak. Ia mengambil selembar foto, wanita berbaju merah yang ia tatap. Itu adalah Rika, mereka bersahabat. Namun, persaingan di antara mereka sangat kuat. Wina merobek lembar foto itu, dan membakarnya dengan lilin yang menyala di dalam kamarnya.

"Pak Gunawan, Ibu Adam, Nyonya Farah, dia ingin menemui Bapak," ungkap Romlah, salah seorang guru di A Christal Shcool.

"Biarkan dia masuk!" Bapak Gunawan menyembunyikan tumpukan uang yang dia terima dari Acih, ibu dari Rika.

"Mengapa kamu begitu mudah berpaling?" teriak Farah.

Cukup mencengangkan bagi Romlah. Gunawan memberikan kode pada Romlah agar dia dan Farah dapat berbicara empat mata. Farah menarik kerah baju Gunawan, matanya menumbuhkan rasa benci.

"Hahaha, siapa yang lebih mampu memberi, dia pula yang akan mendapatkan juara satu," tutur Gunawan sambil menepis lengan Farah yang kuat mencengkeram kerah bajunya.

"Bedebah gila!" umpat Farah mendelik tajam pada Gunawan, dan menutup kencang pintu ruangannya. Farah memacu cepat langkahnya.

"Berani-beraninya dia mengumpatku." Gunawan tersenyum penuh kuasa.

"Wah," Khaira begitu kagum dengan fasilitas ruang baca, atau perpustakaan. Perpustakaan menyediakan soffa sebagai tempat duduk. Khaira berencana untuk melihat kondisi kolam berenang.

"Dasar bodoh!" Wina dan Rika merundung murid lain. Khaira yang merasa iba, langsung menegur mereka.

"Apa-apaan ini?" tanya Khaira. Namun, tidak ada satu murid lain yang membela anak itu, bahkan pertanyaan dari Khaira pun, tidak ada yang berani untuk menjawabnya. Dan tidak ada satu orang pun, yang mengadukannya pada guru.

"Hentikan!" Khaira menahan lengan Rika yang hendak menampar anak perempuan dengan tubuh sintal itu.

"Apa harta keluargamu lebih banyak dari harta keluargaku? Siapa kamu yang bertingkah begini padaku? Hah?" Khaira dihujani banyak pertanyaan. Sehingga, perhatian para murid teralihkan pada Khaira. Khaira yang polos itu menjawab, " Seberapa kayanya harta keluargamu, kamu tidak pantas memperlakukan orang lain seperti ini."

"Heh gendut! Apa kau mengenalnya?" Wina menyentuh dahinya memakai tongkat kayu dengan pelan. Tami, murid yang sedang dirundung itu menggeleng.

"Kamu ingin dia membantumu?" Rika bertanya, dan Tami menggeleng lagi.

"Kamu lihat kan? Dia tidak mengenalmu, dan dia tidak ingin kau membantunya," ujar Rika.

"Nyalinya cukup besar," lirih Adam.

"Benar kan, dia perempuan dengan keberanian yang penuh," timpal Rahmat, teman Adam.

"Apa lagi sekarang? Kau berani melotot pada kita?" Wajah Wina menunjukan keberanian, banyak murid lain yang takut pada Wina dan Rika. Namun, tidak dengan Khaira. Ia begitu berani menantang dua gadis yang ditakuti murid lain.

"Aku tidak takut pada apa pun, apalagi pada kalian," sentak Khaira. Wina dan Rika mengubah perhatian mereka pada Khaira.

Wina hendak memukul wajah Khaira dengan tongkat kayu. Itu semua langsung ditepis oleh Khaira. Rika mencoba untuk menarik rambut Khaira. Namun, Khaira langsung melepaskan tangan Wina, sehingga, terlihat bahwa Wina memukul wajah temannya itu.

"Wah," lontar Rahmat, dia belum pernah menemukan wanita setangguh Khaira dalam hidupnya. Mulai hari itu, Rahmat menyukai Khaira.

Rika memegang wajahnya yang berdarah, dan berakhir di ruang medis.

"Ulah siapa ini?" Acih mengomel pada Pak Gunawan, selaku kepala sekolah.

"Akan diselesaikan secara kekeluargaan, Buk, " ucapnya, mencoba menenangkan Buk Acih.

"Kamu tidak lihat? Bagaimana kondisi anakku?"

"Tunggu, Buk!" Pak Gunawan mencoba untuk mencegah kemarahan Buk Acih. Buk Acih yang tidak terima perlakuan murid lain pada anaknya, memindahkan Rika ke rumah sakit besar.

"Wina, kamu kan sahabatnya Rika, pasti kamu tau apa yang terjadi kan?" Pelan-pelan pak Gunawan bertanya pada Wina. Dia tahu betul siapa yang membuat Rika mendapatkan darah di wajahnya. Namun, Pak Gunawan ingin tahu, seberapa jujur dan berartinya persahabatan yang terjalin cukup lama itu.

"Murid baru, aku yakin!" Wina menjelaskan seolah-olah, dia dan Rika adalah korban kekerasan Khaira.

"Apa Bapak memanggil saya?" Khaira menyapa Bapak Gunawan terlebih dulu.

"Memang saya memanggil kamu. Tapi bukan tentang pelajaran atau pun, alasan tentang kepindahan kamu ke sekolah ini," terang Pak Gunawan. Khaira sudah menduga, bahwa Wina telah mengarang cerita, agar posisinya aman.

"Bukan aku yang melakukannya," Khaira telah membela diri, sebelum semua tuduhan dilempar padanya.

"Aku belum mengatakannya," Pak Gunawan memulai perbincangannya dengan Khaira.

"Aku hanya, membela diri, dan aku lebih menyukai hal yang langsung kepada intinya," tegas Khaira.

"Kata-katamu lebih tegas dari kata-kataku, ya, tapi seseorang berkata bahwa kamu pelakunya, kamu punya bukti jika bukan kamu pelakunya?"

"CCTV sekolah, aku yakin, sekolah sebagus ini, pasti mempunyai CCTV bukan? Dan aku sangat yakin CCTV akan memutar kebenaran," Khaira menatap Pak Gunawan dengan percaya diri.

"Jangan terlalu yakin, meskipun ini adalah sekolah terbaik, sekolah ini tidak pernah memasang CCTV, untuk menghargai privacy para murid,"

Khaira begitu kesal, sampai dia tidak mampu untuk mengatakan apa yang ada di otaknya. Khaira bergeming beberapa detik, sampai bibirnya melontarkan kata, "Tanya saja pada anak bertubuh gempal yang sering mereka ejek dan permalukan!"

"Kamu mengeraskan suaramu?"

"Siapa murid bertubuh gempal yang kamu maksud? Di sini ada beberapa murid bertubuh gempal." Khaira menghela napas panjang. Dan menjawab, "Aku murid baru di sini, dan aku tidak tau namanya." Khaira melakukan pembelaan lagi.

"Seret dia kemari, dan semuanya akan tahu siapa yang salah," Pak Gunawan, menyuruh Khaira untuk membawa Tami. Khaira seakan ditantang oleh kepala sekolah. Ia pun, mencari Tami.

"Di sana di rupanya," Tanpa memberitahukan apa-apa, Khaira mencekram lengan Tami, Tami yang sedang makan, tersedak dengan perlakuan Khaira yang begitu tiba-tiba.

"Apa yang coba kamu lakukan?" Semua murid yang melihat itu, hanya bisa diam dan menggeleng. Kecuali Anto yang berani menghentikan Khaira.

"Lihatlah apa yang dia lakukan!" Wina langsung menoleh ke arah Khaira ketika para siswi membicarakan tingkah Khaira.

"Jangan menghalangi jalanku!" Khaira yang cukup emosi itu mendorong dada Anto.

"Apa yang akan kamu lakukan padanya? Dia sudah cukup tersiksa oleh perundungan dari Wina dan Rika." Anto mencoba menahan Khaira yang dia pikir itu adalah sebuah perundingan.

"Itu bukan urusanmu," Khaira terus berjalan menuju ruangan kepala sekolah.

"Dia akan menjadi saksi," Khaira berhasil membawa Tami ke depan kepala sekolah.

"Saksi?" Tami mengerutkan keningnya, seolah tidak paham maksud dari perkataan Khaira.

Beberapa siswa dan siswi mengintip dari luar jendela. Mereka begitu penasaran, pembelaan apa yang akan dilakukan Khaira.

"Iya, kamu saksi dan kamu juga korban perundingan, ayo ceritakan semuanya!" Pak Gunawan tersenyum sinis, tidak mempercayai kata-kata yang terlontar dari mulut Khaira.

"Sekolah elit ini, tidak mempunyai murid pengganggu," jelas Pak Gunawan begitu yakin.

"Tanyai dia saja jika Bapak tidak bisa percaya pada saya," Khaira begitu tegas menentang ucapan kepala sekolah.

"Apa kamu dirundung?" Pak Gunawan mulai menanyai Tami.

"Tidak, Pak, saya tidak pernah dirundung," Khaira terbelalak mendengar jawaban dari Tami dan berkata, "Apa kamu gila? Aku yang membela kamu dari semua siksaan yang kedua sampah itu lakukan kepadamu."

"Sudah cukup, kamu jangan memaksa dia mengakui apa yang sebenarnya tidak terjadi!" ujar Pak Gunawan. Khaira tidak percaya apa yang sedang ia alami. Tami yang dia bela, berperilaku seperti itu.

"Ini gila, aku menyesal pernah menginginkan bersekolah di tempat seperti sampah ini," batin Khaira.

"Jangan menutup mata atas apa yang terjadi pada dirimu, ungkapkan saja apa yang mereka telah lakukan padamu. Khaira mengusap pundak Tami. Namun, Tami menepisnya dan berkata, "Kamu jangan mengarang cerita, aku tidak pernah dirundung oleh siapa pun."

Tami menyembunyikan segala kemarahan, dendam dan kesalnya pada Wina dan Rika. Karena, sekuat apa pun dia mengadu, Pak Gunawan tidak akan mempercayai ucapannya. Namun, Tami sedikit senang. Ia berkata dalam hatinya, "Akhirnya ada satu orang yang peduli padaku."

Bukan khaira yang ada dalam pikiran Tami. Melainkan Anto. Meskipun, wajahnya tidak tampan, Tami terbayang-bayang oleh pembelaan dari Anto.

"Kamu boleh pergi dari ruangan saya," titah Pak Gunawan pada Tami. Tetapi, dia masih menahan Khaira untuk tetap tinggal di ruangannya.

"Kenapa kamu melakukan itu pada Rika?" ucap Pak Gunawan. Padahal, ia tahu itu adalah perbuatan Wina. Ada seorang siswa yang melaporkannya ke ruangan kepala sekolah.

"Berawal dari seorang siswi yang dirundung, aku hanya membantunya," tandasnya.

"Berhenti mengatakan tentang perundingan!" Pak Gunawan cukup bosan mendengar kata perundingan yang selalu diucapkan oleh Khaira. Namun, itu adalah kejadian yang sebenarnya.

"Kalau begitu, Bapak juga barus berhenti menuduhku sebagai pelaku kekerasan." Khaira begitu cerdas, dia memutar balikan perkataan dari Pak Gunawan.

"Saya di sini adalah kepala sekolah."

"Dan saya di sini adalah murid," Khaira selalu menjawab pertanyaan dari Pak Gunawan, membuat kepala sekolah A Christal School itu cukup jengkel.

"Ada hukuman untukmu, pergilah ke ruangan kebersihan, dan bersihkan toilet siswi dan guru perempuan!" Pak Gunawan mencoba untuk menghukum Khaira. Namun, jawaban dari Khaira sangat menohok, sehingga Pak Gunawan membatalkan hukumannya untuk Khaira.

"Aku tidak mau melakukan hukuman itu, karena itu bukan kesalahanku, aku yakin, Bapak juga tahu siapa pelaku sebenarnya," jelas Khaira.

"Kalau begitu, pergilah ke ruangan para guru, di sana, guru akan mengarahkanmu!" ucap pak Gunawan mengganti perintahnya.

"Baiklah," singkat Khaira, dia mengembangkan senyum lebar. Perempuan yang begitu berani itu, langsung pergi dari ruangan Pak Gunawan. Mungkin, jika itu terjadi pada murid lainnya, murid itu akan langsung menerima hukuman dari kepala sekolah. Khaira memang perempuan berani yang unik. Dia tidak bisa menerima atau melihat perundungan. Jika itu terjadi, dia akan langsung melawannya.

"Aku harap Rika segera mengakhiri hidupnya, agar aku dapat memperoleh juara satu," batin Wina. Ia merasa jantungnya berdetak lebih cepat, bukan karena khawatir tentang kondisi sahabatnya itu, tetapi, karena dia takut jika Rika akan mengadu bahwa pelakunya adalah dirinya.

"Di lihat dari formulir pendaftaran, kamu akan berada di kelas Diamond," tutur ibu Romlah. Khaira sangat berharap bisa satu kelas dengan Wina dan Rika. Ia bertekad untuk membuat mereka jera.

"Nah, anak-anak, kita kedatangan murid baru, silakan masuk!" Buk Romlah mempersilakan Khaira masuk dan mengenalkan diri. Semua murid yang telah menyaksikan pertengkarannya dengan Wina dan Rika cukup terkejut. Murid lain bahkan bertaruh jika Khaira akan mendapatkan hukuman, atau yang lebih buruk adalah Khaira tidak bisa bersekolah di A Christal School.

"Apa-apan ini? Kenapa dia masih di sini?" Para murid mulai bergunjing. Mereka tidak paham dengan situasi yang mereka lihat sekarang. Bahwa, Khaira dalam berdiri dihadapan mereka untuk memperkenalkan diri.

"Anak-anak, jangan berisik! Khaira akan memperkenalkan diri! jerit buk Romlah mengeraskan suaranya. Agar, para murid dapat mendengarkan yang akan Khaira ungkapkan.

"Tidak penting!" Bahkan ada murid lelaki yang berkata seperti itu, dan langsung pergi menuju aula teater.

"Adam!" panggil buk Romlah.

Pemuda itu tidak menoleh sedikit pun. Buk Romlah yang sudah cukup lelah dengan tingkah para murid, keluar dari ruangan. Ia menyuruh Khaira untuk memperkenalkan dirinya sendiri. Dan cepat beradaptasi dengan siswa dan siswi lain.

"Nama saya Khaira. Saya sebelumnya dari sekolah Semesta," Khaira mulai memperkenalkan dirinya dihadapan para murid. Namun, tidak ada yang memerhatikannya. Ada yang mengobrol, memasang earphone, bermain ponsel dan memakai riasan. Kecuali Rahmat, yang dari awal sudah kagum akan keberanian Khaira. Rahmat tersenyum pada Khaira. Ia sangat menunjukkan dengan jelas rasa suka itu.

"Doaku begitu cepat terkabul," batin Khaira saat memandang Wina yang sedang memakai riasan di wajah mulusnya.

"Kursi ini sudah ada yang menempati," celetuk seorang siswi pada Khaira, saat Khaira hendak menyentuh kursi. Rahmat, yang sedari tadi memerhatikan Khaira, memegang lengannya dan menawarkan kursi yang kosong,

"Kursi kosong ada disebelah sini."

"Terima kasih." Khaira menduduki kursi yang pemilik sebenarnya adalah Adam.

Agus melirik ke arah Rahmat, Agus memberi kode bahwa Adam akan marah jika kursinya diduduki oleh orang lain. Namun, Rahmat tidak memedulikan perkataan Agus. Ia hanya fokus melihat Khaira.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C1
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login