Download App

Chapter 8: Chapter 8

Benar saja salah satu sosok yang terkapar itu adalah putra sulungnya, Nathan.

"Ya ampun nak, kenapa bisa sampai begini?, Kenapa kau berkelahi"

ibu mana di belahan dunia ini yang tak sedih menatap sang anaknya tengah terluka.

Di rangkulnya sang buah hati yang sudah beranjak dewasa itu.

Lama sekali ia tak pernah merangkul buah-buah hati kesayangannya.

namun ironisnya dekapan itu ia berikan di saat sang anak jatuh terkapar, seolah menunggu buah hatinya terluka terlebih dulu.

Tapi tidak, sama sekali tidak demikian. Sang ibu hanya di sibukkan pekerjaan bukan berarti melupakan kasih sayangnya.

Sedangkan Aluna tengah di landa rasa bersalah yang teramat dalam. Semestinya ini tidak terjadi kalau bukan karena ulahnya. Dua orang yang sebenarnya tidak tau persis sumber permasalahan menjadi "korban" kecerobohannya. Ia sangat menyesali semua ini,

"Maafkan aku kak" hanya itu yang bisa ia katakan dibarengi cucuran air matanya. Meski ia tahu kata maafnya takan merubah apapun.

Sang ibu segera membuka ponselnya menghubungi ambulans.

Tak perlu menunggu lama, ambulans pun datang. Para petugas medis segera membawa keduanya ke rumah sakit yang sama sewaktu merawat Aluna.

Aluna ikut menumpang mobil ambulans menemani sang kakak dan seniornya, sedang ibunya mengendarai mobil pribadi menyusul dari belakang.

Pandangan di balik kemudi mengikuti laju ambulans di depannya.

Pikiran yang telah lampau menerawang begitu ia mendengar nyaring sirine dari lampu memanjang di atas mobil ambulans.

Ingatan pada mendiang suaminya kembali terasa jelas tergambar di pikirannya.

Sosok yang bersimbah darah dengan beberapa peralatan medis di tubuhnya.

Saat itu ia duduk memegangi tangan kaku sang suami, sedang dokter berusaha dengan alat yang di letakkan di dada mendiang untuk mengembalikan nafasnya.

Mata yang terbuka menatap langit dan sudah tak mungkin berkedip lagi.

Derai air matanya terus membanjiri hingga tiba di rumah sakit.

Pegangan tangannya terus melekat, sampai dokter yang menanganinya sudah kehabisan cara untuk mengembalikan nyawa sang suami.

Ingat betul dengan apa yang di katakan dokter,

"Maafkan nyonya, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi tuhan berkehendak lain."

Langit sudah mencukupkan hujannya di malam itu.

Namun derasnya air mata sang ibu tak kunjung surut hingga mengantarkan jasad yang terbujur kaku telah di semayamkan di tempat peristirahatan terakhir.

..

Mereka sudah tiba di rumah sakit,

Linangan air mata yang mengalir di pipi di sekanya lembut menggunakan tissue. Ia segera turun dari mobil mengejar mereka yang telah lebih dulu masuk ke ruangan pasien.

Kebetulan dokter yang menanganinya masih persis sewaktu merawat Aluna.

"Kok ibu datang lagi?, Apa ada yang ketinggalan?"

"Tidak dok anak sulung saya yang kini dokter rawat."

"Pantesan wajah pasien kali ini seperti sudah tak asing lagi bagi saya "

"Iya itu anak saya dok"

jawabnya lesu, mungkin sang ibu sudah kelelahan harus menghadapi hari yang rumit dan menguras energinya.

"Nampaknya Ibu harus beristirahat juga"

Dia hanya mengangguk mengiyakan saran dari dokter. Lalu duduk di bangku luar memegangi kepala dengan kedua tangannya.

Oh tuhan maafkan aku, mungkin ini adalah teguran dari-Mu atas kelalaianku melupakan kasih sayang terhadap mereka.

Aluna membuka pintu, mendapati ibundanya termenung sendiri.

Ia mendekati duduk menempelkan samping badannya ke samping badan hangat sang ibu. Kepalanya bersandar di bahu sang ibu.

Menoleh sang anak yang menjadikan dirinya sebagai sandaran, merangkul tubuhnya sebelah tangan.

"Maafkan ibu ya nak" ucapnya halus sembari mengecup kening yang di elusnya.

Aluna hanya diam memejamkan mata, merasakan kehangatan dari tubuh ibunya yang sudah lama tak pernah ia rasakan.

..

Berbanding terbalik dengan keadaan ruangan pasien di sebelahnya.

Hanya ada bodyguard dan pelayan yang menemani sosok yang masih tak sadarkan diri.

Jauh dari kesadarannya mimpi berulang kali yang sering di alaminya kini terjadi lagi.

Ingatan di mana ia masih kecil, marah pada sang ibu karena di hari spesialnya sang ayah telah berjanji akan merayakan ultah ke tujuh bersamanya.

Ia sama sekali pun belum pernah merasakan kehadiran sang ayah di setiap ulang tahunnya.

Sang ayah selalu beralasan meeting penting dan proyek-proyek besar yang tak dapat di tinggalkan olehnya.

Bahkan di ulang tahun putranya sendiri.

Ia sudah muak mendengar alasan itu, dan berpikir bahwa sang Ayah lebih mementingkan urusan bisnisnya ketimbang dirinya.

Bastian kecil sudah tak tahan dengan sikap yang di tunjukkan sang ayah, ibu mencoba menenangkannya, tapi ia marah, menghancurkan kue spesial yang telah di siapkan dan berlari kencang tak tentu arah. Dan ...

"Srreeett ,, cekiiiit...

Brakk" mobil itu terlambat mengerem, merenggut nyawa seorang ayah yang teramat mencintai putri kecilnya.

Deghh

Detak jantung terpacu kencang ketika sampai pada bagian ingatan terakhirnya.

Matanya terbuka, menatap sekitar yang nampak hanya orang suruhan keluarganya yang datang.

Menghadirkan kembali gejolak kebencian yang tertanam sedari dulu. Mencoba untuk bangkit tapi terasa sakit di sekujur tubuh.

"Ah sial"

Melihat ke beberapa anggota tubuhnya, nampak kaki kanannya memakai penyangga ternyata kakinya patah. Dan harus memakai tongkat penyangga untuk membantu supaya dapat berdiri dan berjalan.

Ia teringat pada pertarungan yang telah di lewati, namun ia tak ingat siapa yang menang di antara mereka.

Ah sudahlah itu tak penting siapa pun yang menang pasti ia merasakan pula sakit seperti yang ia rasakan.

"Tuan anda sudah bangun, jangan bergerak dulu kondisi anda belum stabil"

"Heuh, mau sampai kapan aku terkurung di sini?, Aku ingin pulang"

"Tapi tuan,...

"Ah sudah !!! Aku ingin pulang, cepat bawa aku. !!!" Bentaknya.

"Baiklah tuan, tunggu sebentar aku akan mengusahakan nya."

Pelayan tua yang sudah menemani dirinya sedari kecil ,

beranjak menuju pusat pelayanan rumah sakit.

Kini ia tengah bersama bodyguard suruhan orang tuanya.

"Dimana bedebah sialan itu sekarang?, Apa ia sudah mati?"

"Tidak tuan, dia bersama keluarganya di ruangan lain. Keluarganya Lah yang membawa anda kesini"

Ah benar- benar menyedihkan, ternyata musuhku sendiri yang menolongku.

tak berselang lama, sang pelayan tua datang. Merekapun bergegas meninggalkan rumah sakit dengan alasan sang pasien akan di rawat oleh dokter pribadinya di rumah, dengan begitu pihak rumah sakit mengizinkan mereka membawa pasiennya.

Dan tak lupa biaya perawatan untuk musuhnya telah ia lunasi sewaktu ia melunasi administrasinya.

..

Derrtt derrt derrtt

Ponsel Nathan bergetar, sang ibu yang mengangkat teleponnya yang ada di atas meja. Sejenak keluar ruangan untuk menjawab panggilan itu.

"Halo?"

"Iya halo,"

"Bukankah ini nomornya Nathan?"

Terdengar suara pria yang berbicara.

"Iya, ini saya dengan ibunya."

"Oh maaf nyonya, saya pemilik cafe nya Nathan. Boleh tau Nathan kemana?"

"Anakku sedang di rawat di rumah sakit, dan belum bisa masuk kerja"

"Nathan di rawat!?,

Iya tidak apa-apa nyonya, kami ingin menjenguknya, bolehkah?'"

"Tentu saja, silahkan nanti saya kirim alamatnya ya"

"Baik nyonya, terimakasih dan semoga Nathan lekas sembuh "

"Amin, terimakasih kasih ya"

.

.

.

...

.

Cilincing 26-06-2022 04:22


CREATORS' THOUGHTS
TitikCahaya03 TitikCahaya03

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C8
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login