Download App
5.29% Dendam Cinta

Chapter 25: Bertahan

Tanpa perlu diberitahu, Gaea juga sadar diri, perkelahian memperebutkan pistol tadi juga membuatnya kewalahan, ia bukanlah wanita yang terlatih melakukan hal fisik dan tubuh Ferdinand yang kekar menjadi nilai minus untuknya bisa menang.

Tujuan utamanya melarikan diri ke kamarnya atau kamar Eryk untuk mengambil ponsel dan menelepon layanan darurat. Ia tidak bisa memanjat tembok karena terlalu tinggi berduri baja.

Tetapi ....

Gaea harus melewati Ferdinand terlebih dahulu, karena Ferdinand sudah tahu, tidak ada cara lain selain melakukan latihan bela dirinya yang lain. Ia mendekat tanpa melepas pandangannya pada Ferdinand.

Ferdinand dengan cepat menangkap tangan Gaea dan memutar tubuh wanita itu, dan mendekap keras dari belakang, "Kau melakukan kesalahan dengan menyerangku, Gaea." Ia mengencangkan bear hug-nya.

Gaea berusaha menurunkan tangan Ferdinand yang berada di lehernya, jika begini terus bisa pingsan. Ia menjatuhkan tubuhnya hingga berjongkok, menggeser pinggangnya dan menyerang kepribadian Ferdinand dengan ayunan tangannya sekuat tenaga. Usahanya sedikit berhasil, tangan yang melilitkan lehernya merenggang, ia melancarkan lagi, mencondongkan tubuhnya ke depan dan menyerang menggunakan sikutnya ke arah perut Ferdinand.

"Ugh," Ferdinand mengerang, melepaskan dekapannya.

Gaea menyerang lagi menggunakan sikunya mengarah tenggorokan yang dihentikan oleh Ferdinand, tangan lain pria itu melayangkan pukulan dengan cekat menahan kekuatan pukulan Ferdinand dengan tangan yang lain sedikit menekuk sikunya untuk meredam kekuatan pukulan pria itu.

Ferdinand sedikit terkejut melihatnya, tetapi sebelum bisa bereaksi hidungnya dipukul dan daerah pribadinya kembali menjadi korban Gaea.

Gaea yang melihat Ferdinand yang jatuh tersungkur refleks mendorong pria itu hingga jatuh ke kolam renang di samping mereka, "Kau salah sudah merendahkan aku bahwa aku hanya tahu satu bela diri," Ia menghembuskan napasnya, melirik Lola dan cepat berlari ke dalam rumah sebelum Ferdinand mengejarnya lagi.

'Telepon rumah!'

Gaea mendekati telepon rumah yang memang ada di ruang tamu, mengangkat gagang telepon itu bersiap menekan tombol sebelum matanya menyadari tali kabelnya terputus, tanpa mengecek lagi berlari ke atas.

"Cukup," kata Ferdinand yang bajunya basah kuyup, marah besar.

Gaea merunduk ketika Ferdinand menembakan peluru ke arahnya, yang membuatnya terpaksa memasuki kamar Eryk yang dekat dengannya saat ini, menguncinya sebanyak dua kali, berlari ke samping ranjang, berjongkok mencari ponsel serta pistol yang ditinggalkan Eryk untuknya. Ia awalnya ragu untuk membawa pistol itu, namun bantuan takkan datang langsung jadi membawanya sebagai pertahanan lebih baik.

Ferdinand menggedor pintu keras, "Gaea! Kau ingin membuatku melakukan apa yang tidak ingin lakukan!?"

Gaea tidak memperdulikan, segera mencari nomor darurat, "Sambungannya kenapa terputus-putus begini, sih?" umpatnya kesal, "tidak mungkin kamar Eryk ada alat sadap?"

Dor! Dor! Dor!

Gaea terkejut dengan suara tembakan dari luar, "Dia akan membukanya dengan paksa!?" serunya, bangkit berdiri dan berlari keluar jendela, "Whooaa ...." Ia lupa jika kamar Eryk berada di lantai dua hampir saja terkena besi penghalang, ia lanjut mencari jaringan di luar dan mendapatkannya.

[Halo? Pusat gawat darurat di sini, dengan siapa berbicara?]

Gaea tersenyum cerah, "Aku Gaea Silva tolonglah ke rumah Eryk Enzo yang berada di 720 Broadway, iya! Rumah kami diserang oleh orang bersenjata, dan tolonglah bawa tim medis juga karena temanku kena tembakan di bagian perutnya."

[Baiklah Nona, kami mengerti, kami akan segera ke sana secepatnya.]

"Terima kasi—"

Brak!

Ferdinand mendobrak pintu secara paksa setelah menembaki bagian kunci pintunya.

Gaea yang panik segera naik ke atas balkon dan melompat menceburkan diri ke kolam renang yang tidak dipedulikannya membeku.

'Untunglah kolam renangnya jaraknya tidak jauh dari rumah.'

Gaea berpikir kolam renang ini juga hasil dari paranoid-nya Eryk, meskipun suka mengejek, dalam hati berterima kasih dari paranoid pria itu.

Gaea segera berenang ke pinggir kolam dan naik, berlari lagi dengan keadaan tubuh yang basah kuyup kedinginan menuju ruangan olah raga, menguncinya lagi, menunggu dengan di sini sambil memeluk tubuhnya yang sejak tadi gemetaran hebat.

Pikirannya melayang kemana-mana.

Kenapa Ferdinand berkhianat?

Kenapa ingin sekali menangkap dirinya?

Kemana Sebastian?

"Sebastian!" Gaea teringat dengan pelayan setia Eryk tersebut, tadi Sebastian bilang sedang enak badan jadi istirahat, sampai sekarang tidak ada tanda-tanda pelayan itu, "Tidak mungkin, kan ...?" Ia menggelengkan kepalanya kuat-kuat.

'Jangan berpikir negatif! Mungkin Sebastian diberi obat tidur juga.'

Dor! Dor! Dor!

"Gaea!" Ferdinand yang berada di luar berseru frustrasi.

Gaea mencari sesuatu yaitu kursi panjang, menaruhnya di depan pintu.

"Kau sungguh menyusahkan sekali," kata Ferdinand suaranya terdengar murung.

"Kau sendiri kenapa melakukan ini!?" seru Gaea.

"Aku tidak memiliki pilihan lain! Dia menyandera kekasihku! Aku harus menuruti semua perintahnya!" seru Ferdinand frustrasi.

Gaea terkejut bukan main. Menyandera kekasih? "Dia siapa?"

"Kervyn. Aku tidak bisa kehilangan kekasihku Gaea, dia sedang mengandung anakku," kata Ferdinand, "aku tidak memiliki pilihan di sini."

Gaea terkejut mendengarnya dan tertunduk, sepertinya Ferdinand tak berbohong sebab Alex bercerita mengenai kekasih Ferdinand tadi.

Mungkin itulah sebabnya Ferdinand memilih menidurkan mereka semua mencoba memperkecil kemungkinan perkelahian tak berarti.

"Lalu kenapa kau melukai Lola!?" seru Gaea emosi.

"Aku panik," sesal Ferdinand, "aku sudah memberikan pertolongan pertama padanya agar dia tidak kehilangan banyak darah."

Gaea merasa bersimpati sekarang, "Tetapi kenapa aku?"

"Aku juga tidak tahu, aku hanya diminta untuk membawamu," kata Ferdinand, "dengan begitu kekasihku bisa kembali padaku lagi."

Mendengar pengakuan Ferdinand membuat Gaea ingin sekali membantu, namun artinya harus menyerahkan dirinya, "Aku—"

Terdengar suara sirine Polisi dari kejauhan.

"Sial!" Ferdinand mengumpat lalu segera lari.

Gaea dapat mendengar langkah Ferdinand yang menjauh dari pintu, terduduk pasrah di lantai, "Apa yang sudah kulakukan ...?"

Ferdinand telah pergi, seharusnya ia senang, tapi yang ada hatinya justru kegundahan.

Beruntung sekali bisa menahan Ferdinand, ia rasa belajar krav maga sebagai pertahan dan jeet kune do sebagai penyerang, ajaran Chief Charles yang awalnya dikira takkan terpakai, menyelamatkannya.

Kervyn yang memerintahkan Ferdinand untuk menangkapnya, dan Kervyn adalah saudara kandung Eryk.

Tangannya terkepal perlahan.

Kali ini Gaea akan meminta kebenaran meskipun Eryk menolaknya.

***

Gaea tidak berani keluar meskipun sudah tidak lagi mendengar Ferdinand akan tetap menunggu hingga bantuan datang ke tempat latihan olahraga mengingat tadi ada suara sirine mobil polisi.

Tok. Tok. Tok.

"Apakah ada orang di sini? Kami Polisi."

Gaea segera bangkit berdiri, dan menyingkirkan kursi yang menghalangi pintu, "Ada! Aku!" Ia membuka pintunya mendapati sepasang petugas Polisi di luar, "syukurlah, aku senang."

"Tenang Nona, kau aman sekarang," kata salah satu Polisi pria.

"Ikutlah dengan kami, petugas kami akan memeriksa kesehatan anda," kata Polisi wanita.

Gaea mengangguk dan menurut, kembali memasuki rumah Eryk, ketika sampai di kolam renang, sudah tidak ada Lola hanya ada Alex itu juga para petugas hendak mengangkat ke tandu, "Bisa kalian beritahu dimana Lola? Dia yang mendapat luka tembakan di sini."

"Dia langsung dibawa ke rumah sakit terdekat mengingat kondisinya cukup parah," kata Polisi yang wanita.

"Bisakah aku melihatnya!?" seru Gaea panik, "aku tidak bisa tenang sebelum dia baik-baik saja!"

"Pertama, kami harus mengecek anda dulu, Nona," kata Polisi yang pria.

Gaea menggelengkan kepalanya kuat-kuat, betul diakuinya kedinginan, tapi kecemasannya mengalahkan perasaan itu, "Aku baik-baik saja, aku ingin melihat Lola, please?"

Kedua Polisi itu saling menukar pandangan satu sama lain, memberikan isyarat lewat anggukan apa diperbolehkan atau tidak.

"Baiklah, Nona. Kami akan mengijinkanmu ke rumah sakit," kata Polisi yang pria.

"Tapi aku akan menemanimu ke sana sebab kami butuh keteranganmu mengenai kejadian ini," kata Polisi yang wanita, "dan ganti baju dulu."

Gaea mengangguk, tidak masalah mengenai itu, dipikirannya hanya keselamatan Lola saat ini. Ia hendak berbicara terpotong oleh suara Polisi lain.

"Ada satu korban, dalam kondisi tidak sadarkan diri, seorang pria paruh baya."

Gaea terkejut, "Itu pasti Sebastian. Tidak ada luka atau macamnya, 'kan!?" tanyanya cemas.

Ferdinand mengakui tidak mau melukai orang lain, namun siapa tahu pria itu berbohong tadi untuk membuatnya keluar.

"Tidak ada luka. Tetapi kami belum memastikan sebab masih diperiksa oleh Dokter."

Gaea mengangguk.

"Gaea?"

Gaea menoleh namanya dipanggil, tak jauh darinya ada Alex yang sudah siuman, berjalan dibantu oleh petugas medis. Ia menghampiri memeluk tubuh Alex yang lemah, "Untunglah kau baik-baik saja."

"Seharusnya aku yang berkata seperti itu," kata Alex, "ada kejadian apa sampai ada Polisi segala?"

Gaea melepaskan pelukannya, "Ferdinand yang membuatku melakukan ini."

Mata Alex melebar, "Apa? Ferdinand?"

"Aku akan ceritakan nanti, kau tidak apa-apa, 'kan?" Gaea merasa Alex masih belum sepenuhnya sadar jadi lebih baik nanti menceritakan masalah ini, dan tak tahu harus bagaimana memberitahu Alex bahwa Ferdinand mengkhianati mereka.

Alex mengangguk dan mendudukkan diri di sofa ruang tamu, "Tubuhku masih berat."

"Itu karena kau kemungkinan minum obat tidur dalam dosis tinggi," jelas tenaga medis yang membantu Alex berjalan tadi, "kami juga menemukan botol kecil bertuliskan GHB atau gamma hydroxybutyrate di tong sampah dapur kemungkinan itulah yang dipakai oleh pelaku."

"Sekarang kau membuat kepalaku pusing akan nama obat rumit ini," kata Alex sambil memegangi kepalanya.

Gaea tidak bisa menahan diri untuk tertawa kecil, "Intinya itu obat tidur, obat ini tidak memiliki rasa mencolok, jadi mudah untuk mengelebui kita."

"Oh, perutku sekarang mual," kata Alex.

"Lebih baik kita ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut, kau bisa mengobrol lagi nanti," kata petugas medis itu, merangkul Alex lagi membantu berdiri.

Gaea langsung teringat dengan tujuan pertamanya, segera berlari ke atas, dan mengganti bajunya cepat-cepat tanpa berpikir bagus tidaknya, lalu kembali turun ke bawah, saat itu juga melihat Sebastian dibawa oleh tandu juga, "Sebastian?" Ia memegang tangan pria paruh baya itu.

"Kami harus membawanya ke rumah sakit, kondisi tubuhnya lemah, ada kemungkinan juga Tuan Sebastian minum obat tidur," kata salah satu Dokter.

"Begitu ...," kata Gaea murung.

"Ada apa ini?"

Gaea menoleh ke arah sumber suara, melihat Eryk dan Rainer berjalan ke dalam, terpancar kebingungan di wajah mereka. Ia mau berlari tapi terhenti ketika melihat seorang wanita muda berambut hitam berjalan di samping Eryk, mengalungkan tangan mesra ke pria itu.

"Apa yang terjadi?" Eryk bertanya lagi setelah dekat dengan Gaea, cemas, "kau baik-baik saja?"

Gaea melirik wanita berambut hitam itu sekali lagi sebelum menatap Eryk, "Aku ceritakan nanti."

"Tidak usah, aku tahu dari wajahmu," kata Eryk kalem, "siapa orangnya? Lola atau Ferdinand?"

Gaea membuang mukanya, "Aku harus ke rumah sakit untuk melihat keadaan Lola dan Sebastian," katanya pelan kemudian berjalan ke mobil polisi.

Eryk tertunduk sedih, "Ferdinand ...."

***

Gaea diam tertunduk memandangi tangannya selama diperjalanan, was-was akan keadaan Lola dan Sebastian.

Ini salahnya, jika saja ia tidak berlari ke belakang untuk meminta pertolongan, hal ini takkan terjadi.

Gaea mengepalkan tangannya erat di pahanya.

Salahnya, seharusnya ia yang berada di posisi Lola saat ini. Ferdinand yang menginginkan dirinya hingga menjadikan Lola korban.

Gaea merasakan tangan yang besar dan hangat menggenggam tangannya, menengadahkan kepalanya untuk melihat siapa, ternyata Rainer, "Sejak kapan—"

"Sttt," kata Rainer, "tenanglah, jangan berpikir yang tidak-tidak," Ia membelai punggung tangan Gaea dengan jempol tangannya lembut, "jangan menyalahkan dirimu sendiri yang terpenting."

Gaea menatap Rainer sesaat, membalas genggaman tangan pria itu lembut juga, bersyukur masih ada yang peduli padanya di situasi seperti ini, "Arigatou." (terima kasih)

Rainer terperangah sesaat sebelum menjawab, "Douitashimashite." (sama-sama)

Mereka saling melempar senyum tipis satu sama lain.

"Kita sudah sampai," kata Polisi wanita tadi.

Gaea dan Rainer mengangguk dan keluar dari mobil.

Ketika Gaea keluar, ia bertanya, "Kau langsung masuk ke dalam? Aku tidak menyadarimu tadi."

"Aku tidak seperti Eryk yang harus mengetahui kejadian secara rinci, aku hanya akan melihat dan berpikir sendiri," kata Rainer.

Dan di saat itulah Gaea tersadar Eryk tidak bersama mereka, sepertinya masih di rumah mengurus polisi yang masih di sana meminta keterangan mengenai kejadian ini.

Gaea memutar bola matanya.

Siapa yang peduli, Eryk pasti sedang sibuk di sana. Ia juga harus fokus dengan Lola dan Sebastian.

Gaea masuk ke dalam rumah sakit. Ia dan Rainer menunggu sementara Polisi tadi yang menanyakan Lola dimana, apakah ke ruang gawat darurat atau ruang lain.

"Pasien bernama Lola Enzo sedang berada di ruang operasi," kata salah satu suster yang menjaga.

Gaea mengangguk dan berjalan lagi. Ia sudah menduga hal ini pasti akan ke ruang operasi mengingat luka Lola adalah tembakan.

Rumah sakit.

Sudah lama Gaea tidak kemari hingga tidak ingat kapan kemari. Ketika kepergian kedua orang tuanya? Sejak itu ia jadi takut dengan orang berjas putih dan rumah sakit membuat otak kecilnya dulu teringat kondisi kedua orang tuanya yang mengenaskan juga enggan mengeluarkan suaranya karena trauma.

Gaea jadi teringat dengan Rey dan Rai.

Mereka teman bermainnya ketika di masa terpuruknya walaupun terpaut jauh, mereka begitu baik padanya hingga membuat trauma dalam dirinya perlahan hilang. Ketika mau mengungkapkan rasa sayangnya, mereka juga pergi dari kehidupannya tak kembali hingga sekarang.

Gaea berpikir bagaimana keadaan Rey dan Rai sekarang.

Apakah baik-baik saja? Apakah mereka berhasil menjadi polisi sesuai apa yang mereka ceritakan?

Terutama Rey, yang begitu peduli padanya hingga menuruti semua ucapannya, sabar menghadapinya, menemaninya di ruang interogasi. Ia tidak bisa melupakan mata biru langit indah Rey, yang anehnya sedikit mirip dengan Eryk. Salah. Begitu mirip.

Tanpa sadar, Gaea sampai di ruang operasi, di luar sana ada beberapa Dokter sedang berbicara dengan ekspresi wajah yang serius.

Sayup-sayup Gaea menangkap percakapan tersebut.

"Stok darah B negatif tidak ada."

"Bagaimana ini? Kita butuh karena pasien sudah kehilangan banyak darah."

"Permisi Dokter, aku apakah yang di dalam pasien bernama Lola Enzo?" tanya Gaea sopan.

Salah satu Dokter yang berwajah paling tua menjawab, "Nona siapanya pasien, iya?"

Gaea lupa privasi seorang pasien begitu ketat di sini.

"Aku Rainer Enzo, saudara dari Lola," Rainer menjawab kalem bahkan menunjukan kartu identitasnya tanpa buang-buang waktu.

Dokter itu mengeceknya dengan seksama sebelum mengembalikan kartu identitas pada Rainer lagi, "Iya, pasiean di dalam bernama Lola Enzo. Aku ... Dokter Harry yang akan memimpin operasi ini."

Rainer melirik plat ruang operasi yang tidak menyala, "Kenapa belum dimulai? Apakah ada kendala, Dokter?"

Kedua Dokter saling memandang satu sama lain, mempertimbangkan.

"Sejujurnya, kami kehabisan stok darah B negatif dan O negatif, sementara operasi ini harus cepat dilaksanakan," Dokter yang lebih muda menjawab.

Mata Gaea dan Rainer terbelalak.

Kehabisan stok darah sementara Lola kehilangan banyak darah. Nyawa Lola sedang dalam bahaya!

"Aku AB plus apakah bisa, Dokter?" tanya Rainer penuh harap.

Sayangnya kedua Dokter tersebut menggelengkan kepalanya.

"Golongan darah B hanya bisa menerima donor dari golongan darah B dan O, dan itu juga terbagi dari negatif dan positif," kata Dokter Harry, "AB hanya bisa mendonorkan darah ke AB juga, tetapi uniknya darah AB bisa menerima donor darah lain."

"Oh, begitu," kata Rainer sedih mengetahui tak bisa mendonor.

Gaea menggaruk lengannya, "Tadi Dokter bilang golongan darah Lola B negatif? Aku B negatif Dok, dan aku sehat, bolehkah aku mendonorkan darahku untuk Lola?"

Sejujurnya Ibunya memberikan wasiat berupa larangan untuk mendonorkan darahnya, namun kondisi Lola yang sudah parah dan ini karenanya terpaksa melanggarnya.

'Maafkan aku Ibu, sahabatku sedang berjuang di sana karena aku.'

"Kita harus memeriksa terlebih dahulu. Nona tidak memiliki tato yang belum berumur satu tahun?" tanya Dokter Harry.

Gaea memiliki tato bunga anggrek di punggungnya, tato yang didapat ketika bekerja di tempat Eryk. Di dalam hatinya mulai menghitung berapa lamanya, "Lebih sedikit Dokter."

"Baiklah ikut denganku, Nona um ...."

"Gaea, namaku Gaea Silva, Dokter!" kata Gaea semangat bisa berguna bagi Lola saat ini.

"Baiklah, ikut denganku, Nona Gaea,"kata Dokter Harry.

Gaea mengangguk, melirik Rainer, "Aku pergi sebentar, iya?"

Rainer mengangguk kecil.

***

*Krav maga : seni bela diri dari israel

**jeet kune do : seni bela diri ciptaan Bruce Lee


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C25
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login