Download App
4.97% Distant Sky

Chapter 10: Sepuluh

"Cepatlah, keluarga kalian tak akan senang jika kalian ikut mati!" Mave berteriak frustasi, seketika ia lupa tengah menggendong adiknya, sayangnya teriakan itu percuma, mereka tak sanggup untuk mendengarkannya.

Tepat ketika mengatakan hal itu, terdengar bunyi dentuman cukup kencang yang mengalihkan perhatian orang-orang.

Dengan cepat Mave, Wisley, Theodore dan Zed tersadar dari dukanya.

"Kita harus pergi!" Kata Mave lagi dengan suara serak.

"Apa yang—" Wisley baru saja ingin bicara ketika melihat bagaimana situasi terjadi sekarang.

"Kita harus pergi!" pekik Mave lagi.

Sebenarnya tidak ada yang ingin pergi dari sana, yang mereka pikirkan bagaimana dengan mayat keluarga mereka, tak sampai hati mereka meninggalkannya, lalu mereka melihat Mave, sebenarnya mereka ini tidak ada bedanya. Semuanya berduka.

Hanya masalah waktu sebelum kepala mereka ikut terpenggal jika mereka terus-terusan diam.

"Benar kita harus pergi," ujar Wisley bangkit duluan sembari menolong yang lain untuk berdiri.

Ke empatnya dengan kai digendong oleh Mave memanfaatkan situasi dengan berlari mencari celah. Menebus masa yang masih terpaku. Terlihat percikkan api yang perlahan mulai menyala kemudian merembet. Wisley memimpin diikuti dengan teman-temannya. Mereka tak menoleh ke belakang. Namun nyala api begitu terasa.

"Jangan melihat ke belakang!" sentak Wisley pada mereka.

Sebab jika itu dilakukan bisa-bisa mereka tak bisa lari lagi.

Kaki Mave tak sengaja tersandung batu hingga hampir membuatnya terjerembab jika

Theodore tak cepat menahannya.

Mereka bahkan tak punya waktu untuk berduka jika tak ingin jadi korban juga.

"Cepatlah," kata Wisley melihat lari mereka makin melambat.

Dengan napas satu-satu mereka sudah lari jauh, menebus ilalang panjang yang tak pernah dipangkas. Tempat yang disebut penyintas tadi, Wisley sendiri awalnya tidak mengerti kenapa Mave menyuruh lari ke arah sini. Sampai ia sadar, Hanya ini tempat persembunyian yang baik.

"Tunggu—"

Nampaknya Theodore tak kuat lagi. Ia langsung jatuh terduduk, kemudian berguling begitu saja di tanah. Yang lain juga akhirnya duduk, lagipula Ilalang yang lebih tinggi dari tubuh mereka itu berhasil menyembunyikan tubuh mereka dengan sempurna. apalagi dengan badan tanpa baju, sebab baju mereka tadi telah digunakan untuk menutupi keluarganya.

Bunyi dentuman masih terdengar.

Tempat mereka sekarang terbilang jarang di datangi, karena merupakan pekuburan lama. Tak ada yang betah berada di kuburan lama-lama kecuali mayat.

Zed duduk murung sambil memeluk lutut, melihat itu ketiganya ikut merasa sedih.

Ia kemudian menangis terseguk.

"Aku cengeng ya, padahal bukan hanya aku yang kehilangan di sini," katanya tercekat, air matanya sudah mengering, tapi luka masih terasa jelas.

Wisley mendekat dan menepuk bahunya pelan.

"Aku juga ingin menangis, tapi rasa sesak melihat ibuku dan keluarga yang lainnya membuatku tak bisa menangis."

"Kita jadi yatim piatu," kata Theodore.

"Dunia benar-benar kejam," sambung Zed lirih.

Cukup lama duduk, akhirnya mereka merasa tidak enak, hingga akhirnya memilih tiduran.

Meski tak benar-benar tertidur.

Mereka lalu berbaring dan terlelap di sana. walau tidak benar-benar terlelap. Sebab Mereka tertidur ketika matahari terbit.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C10
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login