Download App
10.52% Engine Batska

Chapter 2: Chapter 1

'Cause I don't care when I'm with my baby yeah~'

"Bang Galang! Udah jam setengah tujuh lho." Suara khas keibuan dari balik pintu kamar diiringi Justin Bieber yang melantunkan I don't care mulai membuat alis tegas Galang berkerut, merasa terganggu. Namun tak sedikit pun terlihat adanya pergerakan berarti darinya.

"Bang! Nanti terlambat lho, katanya jam tujuh udah harus ada di kampus?" Suara Bi Ati kembali beradu. Kombinasi keributan itu akhirnya membuat Galang duduk malas-malasan sambil berdecak kesal.

Ia lalu menggapai-gapai hp nya yang pasti ada di sekitar tempat tidur masih dalam keadaan mata tertutup.

"Bangsat! Telat gue!"

Matanya otomatis terbuka lebar melihat jam sudah menunjukkan pukul 6.30 sedangkan ia harus sampai di kampus pukul 7 karena hari ini aalah hari pertama ospek. Tentunya terlambat di hari pertama ospek adalah hal yang sangat ia hindari.

Setelah memastikan semua atribut ospek telah ia kenakan, ia lalu menenteng ranselnya dan berlari ke lantai bawah.

"Loh, bang! Sarapan dulu atuh, ini bibi udah siapin." Seru Bi Ati menghentikan langkah Galang yang menyelonong ke arah garasi.

Galang melihat sarapan yang ada di meja lalu melirik jam di tangannya kemudian memasang tampang cemberut.

"Aduh, Bi. Galang udah telah, nanti Galang sarapan di kampus aja deh."

Belum sampai Bi Ati membalas, anak itu langsung melesat masuk ke Honda Civic hitamnya. Tak lama terdengar suara klakson mobil Galang yang memberi salam dirinya berangkat ke Bi Ati.

--06.55--

Kala kembali melirik ke arah lampu lalu lintas yang masih berwarna merah itu. Ia berdecak kesal karena lampu merah ini adalah yang terakhir untuk dilalui sebelum sampai di kampus tercinta. Namun lampu merah inilah yang terlama.

Hari ini ia bangun cukup kesiangan karena harus mengirim hasil foto ke supervisor-nya untuk proses pemilihan foto mana yang akan dimuat di cover. Ini sudah tahun keduanya bekerja sebagai fotografer part-time di salah satu agensi hiburan di Jakarta. Akibatnya, ia harus melakukan pekerjaannya itu dari sore hingga malam dan tak jarang terlambat adalah hal yang terjadi ketika ia ada kegiatan pagi di kampusnya.

Seperti hari ini, ia harusnya sudah tiba di kampus pukul 06.30 untuk mengawasi panitia ospek hari pertama. Apalagi ia merupakan supervisor dari ketua ospek tahun ini. Ya, mahasiswa tingkat tiga masih dilibatkan dalam ospek sebagai supervisor panitia yang artinya posisi mereka berada di tingkat paling atas.

Ketika lampu sudah hijau, Kala langsung bersorak lega dalam hati. Ia lantas menarik gas Vintech-200 nya.

CKITT!

TIN!

Reflek tarikan remnya bekerja dengan baik ketika sebuah mobil Honda Civic hitam berjalan ugal-ugalan langsung menyelipnya tanpa jeda. Bisa dipastikan, ia akan jatuh bersama motor hitam kesayangannya jika reflek remnya terlambat sedikit saja.

"Anjing! Orang gila!" Umpatnya.

Kala terdiam sejenak untuk menetralkan degup jantungnya yang langsung melonjak. Lalu ketika jantungnya sudah tenang, ia kembali melajukan motornya sambil bersungut-sungut.

Dalam 2 menit, Kala sampai di gedung kampusnya dan segera memarkirkan motornya di parkiran biasa. Ia mengernyit ketika mengenali sebuah mobil Honda Civic hitam yang terparkir di sebelahnya adalah mobil gila di lampu merah tadi. Namun, sayang, si sopir sudah tidak ada di dalam. Ia jadi penasaran, siapa pengemudi gila itu yang pastinya juga mahasiswa teknik mesin. Tak sabar rasanya ingin mengumpati pengemudi gila itu.

" WOY! Bengong ae lo! Udah telat, Bamski!" Suara nyaring khas Aurel menyapanya disertai dengan tepukan keras di punggung lebar milik Kala.

Ketika ia menoleh, Gavin dan Aurel sudah ada di belakangnya lengkap dengan co-card panitia ospek yang tergantung di leher dan slayer hitam terikat di lengan atas mereka.

Gavin lantas menarik Kala, "Buruan, si panitia inti pada nungguin supervisor ketua, tuh. Gak lucu banget masa acara molor gara-gara nungguin pidato supervisor!"

Kala memutar bola matanya jengah, "Yaelah, mulai duluan bisa kali. Formalitas banget nungguin bacotan gue."

"Ya kan tradisi, Kal. Kayak gak tau aja lo level senioritas kita."

Tak lama, mereka tiba di ruang panitia yang di dalamnya seluruh panitia inti sudah baris dengan rapi. Kala menghela nafas sejenak lalu segera melangkah ke depan mereka.

"Udah, gak ada waktu buat dengerin kata-kata gue. Mending langsung mulai aja dan goodluck!"

Barisan Maba (Mahasiswa Baru)

"Alhamdullilah kaga telat." Panjatan syukur digumamkan Galang ketika ia sudah menempatkan diri di barisannya.

Dira menggeleng-gelengkan kepalanya, tak heran kebiasaan sahabatnya yang satu ini: terlambat.

"Kurang-kurangin, bego! Untung kagak telat, lo. Kalo telat mampus aja dah. Mana jurusan kita yang paling killer lagi panitianya." Marahnya dengan gas full.

Galang hanya menggosok-gosok telinganya, pengang mendengar ocehan Dira. "Tck, iye iye. Lagian lo gak nelpon gue juga, kan jadi hampir telat gue. Untung ngebut di jalan."

Seketika Dira menoleh dengan cepat, "Hah? Ngebut? Anjing! Jangan bilang lo bawa mobil kesini?" Mata Dira mulai melebar.

Galang hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil nyengir tanpa dosa, "Hehe, ya gimana lagi, ayah gue gak ada di rumah, Mang Didit juga lagi pulkam."

"Aduh, Galang!!" Dira menepuk dahinya

"Lo tau gak sih kalo maba gak boleh bawa kendaraan selain motor waktu ospek?! Apalagi mobil!"

Galang kembali menggaruk kepalanya kali ini, " Baru inget pas udah sampe sini lagi. Mana gue parkirnya di parkiran depan. Anjrit, gimana dong, nyet?! Mager banget kalo diomelin!"

"Udah gak ada wak-"

"Pagi, Maba!" Ucapan Dira terpotong ketika panitia ospek mulai keluar satu per satu dari pintu masuk dan berjalan ke arah depan. Beberapa dari mereka menyebar di sela-sela barisan untuk memeriksa peserta ospek.

"Kalo ada Bang Gavin nanti minta tolong dia aja deh." Dira mencuri pandang ke depan sambil berbisik pada Galang.

Galang melirik Dira di sebelahnya lalu membalas dengan berbisik, "Emangnya Bang Gavin masih ikut beginian?"

Dira melirik ke depan mencoba menemukan kakak sepupunya, "Dia bilang jadi apanya panitia gitu deh, jadi mungkin aja. Tapi kok gue gak li-"

"Sstt!" Desutan kencang dari belakangnya menghentikan bisikan Dira. Cowok manis itu menoleh ke belakang lalu tersenyum masam.

"Kalo ada orang lagi ngomong di depan dengerin, Dir." Suara tegas dari si pelaku desutan itu kembali berujar.

Dira hanya mengangguk pelan, "Iya Bang Kala, maaf."

Kala lalu kembali melanjutkan langkahnya di sela-sela barisan sambil mengarahkan kameranya, mengambil gambar. Jobdesk-nya hari ini membantu anak dokumentasi untuk mengabadikan momen ospek kali ini.

Selepas kepergian Kala, Galang kembali berbisik, "Kenal lo? Sokap?"

"Temen bang Gavin." Ucapnya tanpa melirik Galang. Galang kembali ingin membalas namun pertanyaan dari panitia yang ada di depan seakan menghentikan detak jantungnya.

"Siapa disini yang bawa honda Civic item diparkir di parkiran depan?!" Kakak tingkat di depan berujar dengan tampang siap menerkam siapa saja yang mengaku.

Hening.

Semua peserta membeku dengan tertunduk termasuk Galang dan Dira yang melafalkan doa dalam hati bersamaan dengan umpatan-umpatan kasar.

Satu menit keadaan aula masih hening.

"Pada bisu apa gimana?! Mending buruan ngaku daripada satu angkatan kami hukum 10 set push up dan sit up!"

'Anjing! Mampus gue.' Galang membatin lalu menoleh ke arah Dira, yang ditatap lalu menggeleng tanda ia juga tidak bisa membantu.

"Saya hitung sampai tiga, kalau masih gak ada yang ngaku, hukuman 10 set harus dilaksanakan!"

"Satu!"

Galang masih memejamkan mata, menarik nafas dan bersiap mengangkat tangan.

" Dua!"

Galang kembali menghela nafas dan akhirnya ia memberanikan diri mengangkat tangan.

Cowok yang menghitung tadi menghentikan hitungannya lalu berujar, "Kamu yang angkat tangan! Maju!"

Galang lalu melangkahkan kakinya dengan berat hati ke depan diiringi dengan tatapan prihatin Dira dan seluruh peserta ospek di aula.

Sesampainya di barisan depan ia hanya diam sambil terus merunduk. Bukannya takut, Galang sebenarnya sudah kebal dengan amukan kakak kelas sejak ia SMA. Ia hanya malas harus bersikap sopan dan takut sebagai tanda hormat untuk seniornya. Ia juga pernah menjadi senior, jadi ia tau juga aturan mainnya.

"Kamu tau kan maba gak boleh bawa kendaraan selain motor? Apalagi parkir di parkiran depan!"

Galang masih menundukkan kepalannya sambil menjawab, " Iya, Kak. Maaf."

"Kamu ikutin panitia ke ruang sidang sekarang!" Galang seketika mengumpat dalam hati.

'Anjir, hari pertama udah disidang aja gue,' Batinnya. Ia menoleh ke samping dimana seorang senior cowok yang sedikit lebih pendek darinya menepuk pundak lebarnya dan memberi sinyal supaya Galang mengikutinya.

Dengan langkah lebih berat, akhirnya Galang mengikuti senior itu meninggalkan aula ospek.

Di sisi lain, Kala hanya menonton adegan pertama ospek dalam diam di belakang barisan dan merasa sedikit puas melihat hal itu. Ia akhirnya tau siapa sopir gila tadi pagi. Tanpa membuang waktu, Kala lalu mengikuti Galang dan adik tingkatnya namun dihentikan oleh Gavin.

"Ets, Mau kemana lo?" Tanya Gavin.

Kala hanya tersenyum miring lalu menjawab singkat, "Ruang sidang."

"Emang boleh dokum acara yang di ruang sidang?"

Seingat Gavin ruang sidang adalah hal yang dirahasiakan dari dosen karena memang tempat itu adalah tempat para senior 'menghajar' habis-habisan junior yag bermasalah. Menghajar bukan berarti menyakiti secara fisik, melainkan verbal. Ya, walau kadang tak sedikit senior yang kelepasan menggunakan fisik.

"Gak, gue mau ikutan nyemprot aja." Ucap Kala lalu berlalu meninggalkan Gavin.

"Lah.. sejak kapan mau ikutan yang begituan dah." Gavin bergumam karena memang Kala bukan tipe yang suka mencari panggung untuk terlihat galak di depan junior. Bahkan saat ospek tahun lalu.

Ruang sidang

Galang sudah tau kemana nasibnya akan berakhir ketika ia memasuki ruangan tertutup di ujung koridor dan melihat banyak senior bermuka garang telah duduk sembarang dalam ruangan yang ia tebak adalah ruang sidang itu.

Ia lalu berhenti di sebelah pemuda lain, lebih tinggi darinya. Dilihat dari pakaiannya, ia yakin orang itu juga peserta ospek. Dalam hatinya, Galang sedikit bersyukur tidak dimangsa sendirian di ruangan tertutup itu.

"Hari pertama udah dua orang aja nih yang masuk, mana baru 5 menit acara mulai lagi. Rekor deh tahun ini." Sinis seorang senior laki-laki yang Galang tidak bisa lihat wajahnya karena ia tengah menunduk.

"Emang pas tahun bang Aurel gak ada yang bermasalah?" Timpal senior lain di ruangan.

Aurel, salah satu senior yang ada di ruangan, tertawa kecil dan menjawab, "Ya gak ada lah! Angkatan gue mah jauh dari masalah. Coba, gue mau denger masalah anak yang baru masuk."

Galang yang merasakan semua mata tertuju padanya lalu mendongakkan kepala dan melihat semua orang di ruangan menatapnya termasuk cowok di sampingnya.

Ia menunjuk dirinya sendiri lalu bertanya, "Saya, Kak?"

"Enggak, cewek yang ada di belakang kamu." Ucap Aurel tersenyum nakal.

Galang lantas menoleh ke belakang namun pandangannya kembali terarah ke Aurel karena tidak mendapati orang di belakangnya. "Nggak ada cewek, Kak."

"Ijah, ya elo lah, Zaenal! Siapa lagi, kan cuman lo berdua, anjir." Aurel tertawa merasakan hawa bodoh dari juniornya.

Bisa dipastikan Galang kembali mengumpat. Namun, tentu saja hanya dalam hati. "Saya bawa mobil kak kesini."

Semua senior yang ada di ruangan membulatkan mata, ada yang tertawa, bahkan hingga ada yang tepuk tangan.

" Gokil angkatan ini! Gokil banget parah! Hahahaha!" Entah tertawa sungguhan atau hanya sarkas tapi Galang merasa seniornya yang sedari tadi bicara benar-benar menyebalkan.

" Udah deh, bukan porsi gue ngomong. Gue keluar aja, silahkan anak tingkat dua." Aurel memberi gestur menyerahkan panggung dengan tangannya lalu melompat dari meja tempat ia duduk, kemudian menepuk bahu kedua peserta ospek termasuk Galang seakan berkata 'semoga selamat' dan melangkah ke arah pintu.

Belum sempat membuka pintu, orang lain sudah membuka pintu dari luar.

"Lah, ngaps lo disini?" Tanya Aurel ketika melihat Kala menyelonong masuk dan seketika ruangan tersebut bertambah tegang termasuk anak-anak tingkat 2. Galang juga merasakan hawa tegang makin meningkat ketika senior yang baru masuk itu mendekat ke arahnya.

Aurel yang juga ikut terserang hawa tidak enak itu lalu menutup pintu dan mengurungkan niatnya untuk keluar.

'Seru nih kalo Kala ikutan.' Batinnya lalu menonton dari belakang sambil bersandar di tembok ruangan.

Galang memberanikan diri menatap wajah senior yang baru saja datang di depannya karena merasa tatapan intens ditujukan padanya.

"Lo yang bawa Civic item?" Nada datar yang tajam agak membuat jantungnya sedikit berdetak lebih cepat.

'Kuat juga aura nih orang buset,' batinnya. Lantas ia mengangguk untuk menjawab pertanyaan Kala.

"Kalo orang nanya pake kata, dijawab juga pake kata." Lagi-lagi nada datar yang sangat dingin itu membuat hawa ruangan makin intens.

Galang menghela nafas lalu menjawab, " Iya, saya, kak."

"Tau nggak salah lo dimana?"

Galang terdiam sejenak. Berpikir.

'Ya gara-gara bawa mobil nggak sih? Apa ada yang lain, ya? Anjing mana gue kemaren cuma liatin foto panitia yang cakep doang lagi, nggak baca aturan ospek full.' Umpatnya dalam hati.

"Woy, kalo ditanya tuh dijawab!" Salah satu senior di belakang Kala berseru. Namun, maupun Galang dan Kala tidak ada yang bergeming.

Galang akhirnya menjawab, "Bawa mobil waktu ospek dan parkir di depan, kak."

Ia melirik ekspresi Kala yang masih menatapnya datar tanpa pergerakan apapun.

"Salah." Jawaban Kala membuat alisnya berkerut, bukan hanya dirinya namun semua senior di ruangan. Bukannya memang Galang dipanggil ke ruang sidang karena ia bawa mobil pagi ini dan parkir sembarangan?

Ia benar-benar tak mengerti salah lain apa yang ia perbuat sebenarnya. "Maaf, Kak. Tapi saya nggak tau lagi masalah lain yang bikin saya dipanggil kesini." Jawabnya cukup tegas.

Kala hanya mengangkat sebelah alisnya lalu menoleh ke mahasiswa tingkat dua di belakangnya.

"Jangan ada siapapun yang kasih ini anak tanda tangan sampe dia nemu salah dia yang sebenernya dan bilang itu ke gue." Ucapnya lalu melirik sekilas ke arah Galang dan berlalu meninggalkan ruangan.

'Lah si anjing main pergi aja!' Umpat Galang dalam hati sambil melihat Kala keluar dari ruangan.

"Well, kalo bang Kala udah bersabda, gak ada yang bisa bantah sih. Jadi, sorry nih, ehem...Galang, kan?" Salah satu senior bertanya kepadanya dengan nada yang tak kalah sarkas dengan Aurel.

Galang hanya mengangguk mengiyakan.

"Lo cari aja dulu deh kesalahan lo, dan cepetan lapor ke bang Kala kalo udah nemu karena kita panitia gak bakal kasih lo ttd kalo belom ada ttd bang Kala di buku lo. Lo tau kan tanda tangan itu syarat lo lulus ospek juga?"

Galang hanya menghela nafas jengah. Hari pertama ospek saja dia sudah sesial ini, bagaimana hari-hari selanjutnya.

"Oh iya, ini sekalian berlaku buat Pandu. Kalo si Galang belom nemu salahnya, lo juga gak bakal dapet ttd kita." Ucapan senior tadi lantas membuat Pandu, peserta ospek lainnya yang sejak tadi berdiri di sebelah Galang, melirik tajam seniornya itu tak terima namun dibalas dengan tatapan innocent dari kakak tingkatnya di depannya.

" Buset, Jey. Sadis juga, lo. Adek lo sendiri noh." Ucap Aurel dari belakang yang ternyata belum meninggalkan ruangan daritadi.

"Ya kalo di kampus jadi junior gue dong." Ucap Jey tak bersalah dan menatap adiknya, Pandu, dengan tatapan jahil.

Well, setidaknya Galang tidak sendirian. Setelah ini ia harus berbaik-baik dengan calon teman di sebelahnya itu agar bisa keluar dari belenggu masalah tidak jelas ini.

--TO BE CONTINUED--


CREATORS' THOUGHTS
Zonkst Zonkst

Creation is hard, cheer me up!

Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login