Download App
28.57% Fairy Spring

Chapter 2: False God

"Halo kak Karina, apa kau sibuk?"

"Aku selalu sibuk"

"Punya waktu untuk bicara?"

"Kalau aku tidak punya waktu aku tidak akan repot-repot mengangkat panggilanmu"

Ferza hanya bisa tertawa kecil. Dia tahu kalau kakak perempuannya yang lahir lima menit lebih awal darinya itu tidak punya hobi bicara dengan nada lembut. Tapi dia tidak menyangka kalau dia masih tetap akan berbicara dengan nada menyerang seperti itu meski padahal mereka sudah hampir tidak bicara selama setengah tahun.

"Jadi apa masalahnya?"

"Aku belum bilang apa-apa"

"Kau hanya menelponku kalau sedang punya masalah"

"Entah kenapa aku kedengaran seperti parasit"

"Akhirnya kau sadar juga"

"Geh. . . "

"Reaksimu agak berlebihan"

"Dibilang parasit oleh keluargamu sendiri rasanya lumayan menusuk"

"Jangan khawatir, aku cuma setengah bercanda"

"Setengahnya lagi bagaimana?"

"Tidak penting, yang lebih penting adalah kau mau minta tolong apa?"

"Maaf"

Ferza tidak mau mengakuinya, tapi setiap kali dia menghubunginya memang selalu saat dia membawa masalah yang perlu diatasi.

"Kapan kau bisa pulang?"

"Aku sedang pulang, tapi aku tidak bisa langsung ke sana"

"Karena?"

"Tentu saja pekerjaan"

"Papa, anakmu agak kesepian di sini!"

"Jangan bercanda seperti itu, kau tidak mau mama mendengarnya kan?"

"Maaf. "

Topik tentang ayah mereka agak lumayan tabu, oleh sebab itulah keduanya mencoba tidak menyebutkan nama ayah mereka di depan Ibu mereka.

"Jadi kapan kau akan sampai?"

"Mungkin seminggu lagi"

"Lama! apa tidak bisa lebih cepat?"

"Apa kau mau bicara kapten kapal yang kutumpangi sekarang?"

"Kapal?"

"Aku sedang ada dalam misi pengawalan, dan sesuatu yang kukawal ini sangat penting jadi aku tidak bisa sembarangan bergerak"

"Memangnya siapa yang kau kawal?"

Karina adalah orang yang menjunjung tinggi apa yang namanya keadilan meski namanya sama sekali tidak mengandung kata "Emiya". Dan baginya, misi pengawalan adalah salah satu pekerjaan yang dia lebih sering hindari. Sebab dari pengalamannya, kebanyakan orang-orang yang membutuhkan pengawalannya adalah orang-orang kaya yang kelakuannya cukup buruk sampai ada sangat banyak orang yang ingin agar mereka mati.

Normalnya dia hanya mengambil misi pengawalan subyeknya kebalikan dari yang tadi.

Biasanya, seorang summoner tidak bisa memilih-milih pekerjaan yang mereka dapatkan. Tapi kasus Karina adalah pengecualian, skill yang dia miliki cukup tinggi sampai banyak negara akan dengan senang hati menerimanya misalkan dia tidak suka dengan bosnya dan memutuskan untuk pergi.

Summoner sudah mendapatkan perlakuan preferensial dari pemerintah, tapi Karina mendapatkan bahkan lebih dari itu. Karena itulah dia diberikan kebebasan yang jauh lebih banyak dibanding summoner lain.

"Bukan siapa, tapi apa"

"Jadi apa yang kau bawa?"

"Kau tahu Fusion Reactor?"

"Cuma secara general"

Reaktor fusi, seperti namanya adalah reaktor yang memproduksi energinya dari reaksi fusi. Tidak seperti reaktor nuklir tradisional yang mendapatkan energinya dari pembelahan atom, alias reaksi fisi. Reaktor fusi mendapatkan energinya dengan menyatukan atom.

Sama seperti bagaimana matahari bekerja. Dengan kata lain, reaktor fusi pada dasarnya adalah matahari mini buatan manusia. Dan berhubung reaksi yang digunakan adalah penyatuan, sampah radioaktif yang dihasilkan jauh-jauh lebih sedikit dari reaktor nuklir yang ada sekarang. Selain itu, rasio antara bahan bakar dan energi yang diproduksi sangat tinggi sampai masalah material tidak perlu terlalu dipikirkan lagi.

"Tapi apa reaktor yang kau bawa itu benar-benar bekerja?"

Setelah mendengar semua nilai plus dari reaktor fusi, tentu saja ada sangat banyak orang yang berlomba-lomba untuk membuatnya. Entah itu dari sektor privat maupun pemerintah. Riset tentang energi fusi bahkan sudah dilakukan sebelum perang dunia kedua.

Hanya saja, membuat matahari milikmu sendiri itu bukan sesuatu yang mudah. Banyak organisasi yang sudah menghabiskan sangat banyak uang berusaha membuat prototype reaktor fusi yang bisa memproduksi energi lebih dari energi yang disuntikan ke dalamnya.

Agar reaksi fusi bisa berjalan, reaktor harus bisa memproduksi plasma yang suhunya sampai jutaan derajat kelvin. Dan sup proton panas bernama plasma ini bukan sesuatu yang bisa ditaruh di mangkuk begitu untuk disantap. Membuat plasma jadi stabil agar reaksi fusi bisa terjadi bukan perkara mudah.

Ada yang mencoba menstabilkan plasma di dalam reaktor menggunakan laser, ada yang menggunakan medan magnet, ada juga yang menggunakan metode electrostatic. Dan dari semua metode yang digunakan itu, aku mendengar hanya ada beberapa reaktor yang bisa stabil berjalan selama beberapa menit.

Dengan kata lain, reaktor fusi masih bukan sesuatu yang bisa diandalkan sebagai sumber energi. Karena itulah aku agak tidak yakin kalau benda yang dibawa kak Karina bukan cuma sekedar bahan pajangan untuk dilihat di museum sains.

"Aku tidak kesana sendirian, aku pergi bersama beberapa peneliti dari rumah untuk memastikan kalau mencoba mengajakku main gacha"

"Serius? benda itu berfungsi"

"Sepertinya mereka menemukan metode baru untuk menstabilkan plasma di dalam reaktornya"

"Aneh. . "

Kalau ada orang yang berhasil membuat benda itu benar-benar berfungsi, harusnya semua outlet berita akan membicarakannya. Maksudku, apa yang berhasil dilakukan adalah sesuatu yang pada dasarnya bisa mengubah dunia. Memang jalur komunikasi yang ada sudah tidak sereliable dulu, tapi kalau sekedar menangkap siaran radio masih banyak orang yang bisa melakukannya termasuk kami.

"Tentu saja tidak ada yang memberitakannya, sebab keberadaan reactor yang kubawa itu rahasia"

"Kenapa?"

Jika mereka bisa mematenkan metodenya mereka bahkan bisa mendapatkan uang dari lisensinya saat negara lain membuat reaktor yang sama. Riset reaktor fusion pada dasarnya adalah riset untuk membuat energi itu bisa dipakai secara komersial, jadi rasanya agak aneh kalau mereka malah main petak umpet seperti itu.

"Karena metode yang mereka pakai tidak menggunakan prinsip science"

"Jangan bilang"

"Aku bisa merasakan keberadaan magic dari benda itu, jadi bisa dipastikan kalau mereka menggunakan metode non orthodox yang tidak bisa dibeberkan pada semua orang begitu saja"

Keberadaan magic sudah bukan rahasia di antara orang-orang yang biasa duduk di balik layar banyak negara, tapi untuk orang umum yang namanya magic masih hanya sebuah mitos.

"Ngomong-ngomong dari mana benda itu berasal?"

"Mesir?"

Ketika kau membayangkan tentang negara dengan kemampuan sains tinggi, yang muncul pertama di pikiran seseorang adalah Amerika, Jerman, Jepang, lalu belakangan ini China. Dan ketika yang jadi topik adalah reaktor fusi, nama Rusia, Perancis, dan juga Britania raya akan ikut menyusul.

Mesir harusnya bukan negara yang punya cukup sumber daya untuk bisa melakukan riset besar-besaran sampai bisa memproduksi reaktor fusi yang bisa bekerja.

"Jangan remehkan negara itu, mereka adalah mantan super power! setidaknya di jamannya! selain itu kita sedang tidak membicarakan sains murni"

Seperti yang sudah dijelaskan oleh Karina, ada elemen magic di dalam reaktor yang dibawanya pulang. Fakta kalau mereka bisa membuat keajaiban yang tidak bisa dicari menggunakan sains harusnya tidak aneh, mengingat mesir adalah salah satu kekuatan besar di jaman kuno. Yang secara tidak kebetulan, punya obsesi sangat besar terhadap matahari.

"Entah kenapa aku tidak bisa membuang perasaan kalau ada yang janggal dengan misimu yang sekarang kak Karina"

Jika negara itu menjual teknologinya, harusnya benda itu tidak mendarat ke negaranya. Mengesampingkan populasi dan luas area negara ini yang setara dengan negara-negara berkuasa, kemampuan ekonomi negara ini masih bisa dibilang cukup tertinggal. Jadi harusnya ada banyak negara dengan kekuatan finansial lebih besar yang ingin mendapatkan benda itu.

Tidak ada insentif ekonomi yang memaksa negara itu menjual teknologinya ke sini.

Selain masalah ekonomi tentu saja ada masalah politik yang perlu diperhitungkan, tapi sejak lima puluh tahun ke belakang hubungan bilateral negara ini dengan dan mereka juga tidak terlalu bagus.

Sebagai salah satu negara yang mengakui kemerdekaan negara ini pertama kali, tentu saja hubungan mereka dengan negara ini tidak bisa dibilang buruk. Tapi selain mengakui keberadaan satu sama lain tidak ada hubungan khusus yang terlalu menonjol. Setidaknya di permukaan.

"Dilihat dari manapun deal ini kelihatan janggal"

"Aku sudah tahu meski kau tidak mengatakannya, kau kira kenapa aku mengambil misi ini sendiri?"

Dengan kata lain Karina sengaja mengambil misi itu karena tahu hal itu berbahaya. Dan benda itu cukup berharga membuat kak Karina menjadikan keselamatannya sebagai prioritas kedua. Yang bisa kupahami mengingat benda itu punya potensi untuk membuat kehidupan penduduk negara ini jadi lebih baik.

Jaringan energi, telekomunikasi, dan transportasi negara ini sedang ada dalam keadaan yang sangat buruk. Dan karena hal itu ada sangat banyak tempat yang terisolasi dari dunia luar. Dan dengan kemampuan finansial negara ini yang sekarang, perbaikan semua fasilitas itu mungkin baru terlaksana ketika anak cucu orang-orang yang hidup sekarang sudah punya anak dan cucu juga.

Dengan kata lain, menunggu uluran tangan pemerintah adalah penantian sia-sia.

Jika Karina bisa membawa pulang benda itu dan mereplikasinya, meski semua masalah yang ada tidak mungkin bisa terselesaikan. Setidaknya masalah energi bisa diatasi. Dan ketika ada sumber energi yang bisa diandalkan, masalah komunikasi dan transportasi sedikit demi sedikit bisa ikut diatasi juga.

Selain rakyat umum, pemerintah juga akan ikut menerima dampak positifnya. Jika ada banyak tempat yang bisa berjalan secara independen, meski tidak seutuhnya, hal itu masih bisa membuat beban biaya rekonstruksi fasilitas umum yang rusak bisa berkurang secara signifikan.

"Mungkin aku tidak punya hak mengatakannya, tapi"

"Apa?"

"Jangan memaksakan diri"

Dia jauh lebih kuat dariku, aku hidup dari uang yang dia cari, selain itu saat dia melakukan pekerjaan besar untuk membantu banyak orang ketika aku hanya di sini main-main dengan anak-anak asuhku.

"Humph! daripada memikirkanku lebih baik pikirkan dirimu sendiri! selain itu, kita sudah kelamaan ngobrol! cepat bilang urusanmu!"

Ah. . aku sampai lupa. Awalnya aku menelponya untuk minta tolong.

Aku tidak ingin membuat kontrak dengan Valien, roh dari Astra yang diserahkan pada Ferza. Kalau dia membiarkannya begitu saja lama-kelamaan gadis kecil itu akan kehilangan dirinya sendiri dan jadi monster. Oleh sebab itulah Ferza ingin meminta bantuan Karina untuk mencarikan summoner yang membutuhkan Astra. Dengan begitu dia bisa mengalihkan tanggung jawabnya pada orang lain.

"Bukan apa-apa"

Hanya saja, setelah mendengar pekerjaannya. Ferza langsung kehilangan niat untuk bergantung pada kakakknya. Dia sudah punya terlalu banyak hal untuk dipikirkan, dan Ferza tidak ingin menambah beban yang harus gadis itu tanggung. Oleh sebab itulah Ferza akan mencoba mencari cara lain untuk memindahkan kepemilikan Valien dari tangannya.

"Ha? jangan main-main! "

"Ahaha maaf"

"Kau benar-benar minta dihajar ya?"

"Kurasa ingin mendengar suara keluargamu yang ada di tempat jauh itu normal"

"Jangan mengalihkan pembicaran, kau sudah sering merepotkanku! sudah agak terlambat untuk jadi sensitif"

"Maaf!"

"Jadi sekarang bicaralah!"

"Jangan khawatir, masalahnya bisa menunggu"

"Kau. . "

Hampir semua Astra adalah milik dari perusahaan besar ataupun pemerintah. Untuk mendapatkan ijin menggunakan mereka dan melakukan tugasnya, seorang summoner perlu melakukan test yang diadakan oleh kedua macam organisasi tersebut.

Ada banyak macam test yang harus dilalui oleh seorang summoner sebelum mendapatkan Astranya sendiri. Dan sebab jumlah astra yang tersedia terbatas, tidak semua summoner bisa mendapatkan lisensi untuk beroprasi.

Dengan kata lain, ada banyak orang di organisasi yang punya kualifikasi untuk menjadi seorang summoner tapi tidak memiliki astra. Ferza ingin mencoba meminta kakak perempuannya untuk mencarikan orang yang punya afinity dengan Astra Valien dan menawarkan kepimilikannya.

Di dalam organisasi ada banyak fraksi yang punya kepentingan berbeda. Meski organisasi yang mengiriminya astra Valien mungkin tidak suka dengan keputusannya, tapi mereka akan sulit mencegah kalau ada fraksi lain yang menginginkan Valien untuk summoner mereka.

Secara teori, melepaskan Valien sama sekali tidak mudah. Tapi Ferza sendiri tidak ingin sembarang memberikan Ferza pada orang lain. Astra adalah sebuah senjata dengan kekuatan besar, dalam sekala tingkat bahayanya punya level yang sama dengan senjata taktikal konvensional tapi minus keterbatasannya. Oleh sebab itulah dia tidak ingin orang sampai ada orang lunatik yang bisa menggunakannya.

"Kalau begitu sudah dulu ya!"

"Woi Ferz"

Sebelum Karina sempat menyelesaikan kata-katanya, Ferza sudah menutup ponselnya dan mengaktifkan mode pesawat terbangnya agar tidak bisa dihubungi balik.

Dia tahu kalau apa yang dia lakukan itu tidak sopan, tapi dia sama sekali tidak mau mengangkat telpon dari kakaknya kalau-kalau sampai gadis itu benar-benar menghubunginya kembali. Sebab kalau dia mendengar dering telpon yang dibuat kakaknya, dia tidak akan punya pilihan lain kecuali mengangkatnya karena dia takut akan diberi hukuman berat saat gadis itu pulang.

Dan ketika dia sudah mengangkat telpon dari kakaknya lalu gadis itu membuat sebuah permintaan, Ferza juga tidak yakin kalau dia akan punya kemampuan untuk menolak. Mengingat posisinya yang hanya menumpang kebaikan dari Karina untuk hidup.

Oleh sebab itulah dia memutuskan untuk membuat ponselnya tidak bisa dihubungi.

"Ah.. . . lebih baik aku periksa mereka"

Dengan begitu, Ferza memutuskan untuk keluar dari bangunan kecil yang dia jadikan rumah lalu berjalan menuju sebuah bangunan yang lebih besar tepat di depannya. Tempat itu adalah Fairy spring, sebuah panti asuhan yang kakaknya bangun dan dia urus.

Dan begitu sampai, dia langsung disambut oleh pemandangan dua orang gadis kecil yang sedang sibuk dengan satu sama lain.

"Hey, kau sudah main kan? gantian sini"

"Aku belum selesai, tunggu saja sampai aku selesai"

"Jadi kapan kau selesainya?"

"Nanti"

Atau lebih tepatnya, dua orang gadis kecil yang sedang bertengkar dengan intens.

"Nantinya kapan?"

"Kau berisik sekali"

Dengan begitu, dua orang gadis kecil yang sedari tadi hanya beradu mulut di depan Ferza mulai mengangkat tangannya dan saling tarik-menarik bola yang jadi bahan rebutan sambil dorong-mendorong tubuh lawan masing-masing.

"Stop! Stop!"

Anak kecil bertengkar dengan anak kecil lain adalah hal biasa. Karena itulah Ferza tidak melakukan apa-apa ketika dua dari delapan anak kecil yang dia asuh di tempat kerjanya mulai adu mulut dengan satu sama lain. Sebab, pada dasarnya kau hanya bisa bertengkar dengan seseorang yang cukup dekat denganmu.

Konflik kecil semacam itu adalah bagian dari kegiatan sosialisasi dan ada manfaatnya.

Hanya saja, ketika konflik itu berubah jadi masalah fisik Ferza tidak lagi bisa membiarkannya dan terpaksa harus maju untuk jadi penengah.

"Kalau benda ini bisa membuat kalian bisa main kasar, itu berarti kalian tidak membutuhkannya"

Dia membeli bola yang dipegangnya adalah agar mereka bisa bermain dan jadi senang, tapi kalau kehadirannya malah hanya membuat keduanya jadi benci satu sama lain maka benda itu tidak berfungsi sesuai keinginannya. Karena itulah, tidak ada yang membutuhkannya.

". . "

". . "

Setelah mendengar ancaman itu, ekspresi marah dan sebal di wajah keduanya berganti dengan ekspresi cemas dan takut. Mereka tahu kalau Ferza serius. Meski harga dari bolanya sendiri tidak seberapa, tapi untuk bisa mendapatkannya di tempat mereka yang sekarang sangat susah. Dan satu-satunya orang yang bisa mereka mintai tolong untuk untuk membelikan benda-benda semacam itu, Karina sedang tidak ada dan tidak tahu kapan pulangnya.

Yang mereka bisa lakukan sekarang hanyalah melupakan konflik mereka untuk sementara. Sebab di depan mereka, ada musuh baru yang sama-sama mereka perlu taklukan.

"Maaf"

"Maaf"

Dengan meminta maaf.

Ferza tersenyum sambil mengangguk-anggukan kepalanya.

"Kalau begitu aku akan membagi bola ini untuk kalian berdua"

"Ha?"

"Ha?"

Keduanya memasang muka bingung, tapi ketika Ferza melemparkan dengan keras bola yang dipegangnya pada salah satu dua gadis kecil itu. Keduanya akhirnya paham apa yang coba pemuda itu katakan.

Keduanyapun langsung berlari dan kembali bermain meninggalkan Ferza yang kembali meneruskan pekerjaannya untuk mengawasi kegiatan anak-anak yang ada di tempat itu.

Bersama dengan Valien.

"Menyuruh mereka main lempar bola, aku sama sekali tidak berpikir sampai ke situ"

Permainan itu perlu lawan sehingga mereka tidak bisa bermain sendiri, memaksa mereka harus bermain bersama. Dan sebab tujuan permainan itu adalah mengenai tubuh lawan dengan bola, mereka bisa sekalian melampiaskan kekesalan mereka masing-masing pada lawannya.

Secara teori, Ferza sudah membagi bola itu jadi dua.

"Aku hanya ingin memastikannya. "

"Apa?"

"Namamu bukan Hikaru Genji kan?"

"Cuma perasaanku saja apa kau sedang bilang kalau aku mengurus mereka karena punya agenda tersembunyi?"

"Melat. . .membesarkan seorang gadis kecil sampai dewasa lalu menikahinya kurasa bukan sesuatu yang baru?"

"Cuma perasaanku saja apa kau tadi mau bilang melatih"

"Cuma perasaanmu saja"

"Dengarkan aku Valien! aku bukan pahlawan berprisai ajaib, adventurer pilihan dewa ataupun pria paruh baya single"

"Tapi kau lolicon kan?"

"Siapa yang bilang hal ituuu!!!???"

"Setiap laporan yang kubaca pasti menyebutkan seleramu pada gadis kecil"

"Bakar semua laporan sampah itu!!!"

"Kalau kau bukan lolicon kenapa kau bekerja di panti asuhan yang isinya hanya gadis kecil?"

"Percaya atau tidak, aku punya alasan yang sangat dalam untuk bekerja di sini"

"Tenang saja, aku paham. "

"Kau tidak pahaaaamm!!!!"

Setelah segel dari Astra yang Valien tempati dibuka. Ferza tidak bisa meninggalkan gadis setengah hantu itu begitu saja. Statusnya sebagai vessel adalah masalah. Tubuh spiritualnya yang berfungsi sebagai gerbang ke dunia lain juga punya efek untuk mengundang makhluk-makhluk supranatural.

Valien bilang kalau dia adalah vessel level tinggi yang tidak akan kehilangan kesadaran maupun bisa dibajak tubuhnya dengan mudah meski tidak mengikat kontrak dengan siapapun.

Tapi Ferza tidak ingin mengambil resiko dan menyesal nantinya, oleh sebab itulah pemuda itu mengajaknya ikut pergi kemanapun dia pergi agar terus bisa mengawasinya dari dekat.

"Ngomong-ngomong kapan kau akan membuat kontrak denganku?"

"Aku rasa aku sudah pernah bilang kalau aku tidak ingin membuat kontrak denganmu"

"Kenapa? apa gadis dengan umur lebih dari lima puluh tahun tidak masuk dalam strike zonemu?"

"Dengarkan aku baik-baik Valien"

Sebab Valien adalah roh, penampilannya tidak akan berubah sampai mungkin ratusan tahun ke depan. Sampai dia menghilang penampilannya akan tetap seperti gadis berumur dua belas tahun. Jadi umur sama sekali tidak bisa dijadikan tolak ukur untuk apapun.

"Dan yang terpenting! jangan memperlakukanku seperti lolicon!"

"Jangan repot-repot membela diri!!"

"Kenapa sekarang kau memperlakukanku seperti kriminal?"

"Aku tidak akan banyak komentar tentang seleramu asal kau tidak melewati garis merah"

"Sudah kubilang kalau ak. . "

"Ok! sudah cukup! topik ini ditutup! lebih baik kita membicarakan topik yang lebih penting"

"Topik apa?"

"Kau tahu kalau dunia sedang ada dalam krisis kan?"

"Dari dulu dunia selalu ada dalam krisis"

Krisis bahan bakar, energi, ekonomi, pangan, dan juga moral. Kalau semua krisis itu harus disebutkan semua, mungkin mulutnya akan berbusa duluan sebelum daftarnya habis.

"Jangan mengalihkan pembicaraan! aku yakin kalau kau tahu apa yang kumaksud! sebab orang sepertimu tidak mungkin belum pernah bertemu False God"

" . . . "

Ferza tidak bisa menjawab. Jika dia tidak paham dengan apa yang Valien bicarakan, tentu saja dari awal dia tidak akan mendapatkan kiriman yang tidak diinginkannya itu. Responnya adalah bukti kalau Ferza familiar dengan istilah yang baru saja Valien sebutkan.

"Aku paham kalau kau punya alasan tidak mau membuat kontrak denganku, tapi kami membutuhkanmu, tidak! dunia ini membutuhkan orang sepertimu"

"Kau. . . . . tidak paham"

Ferza tahu kalau dunianya sedang ada dalam sebuah krisis. Krisis yang bahkan cukup besar untuk membuat tiba-tiba besok dia bisa mendengar berita kalau dunia akan berakhir sama sekali tidak aneh.

Dunia tidak pernah kekurangan orang dengan ide-ide gila, idealisme salah arah maupun pikiran ekstrim. Dan ketika orang-orang itu punya akses pada summoning ceremony yang bisa memberikan kekuatan setara dewa, maka yang terjadi adalah masalah.

Lalu, masalah yang mereka timbulkan akan jadi semakin besar ketika mereka bahkan kehilangan kontrol dari Visitor yang mereka panggil dan malah balik dikontrol sehingga tubuh mereka beralih kepemilikan.

False God, adalah sebutan untuk Visitor yang bermaterialisasi di dunia setelah mengambil alih tubuh orang-orang yang kehilangan kontrol sebagai mediumnya. Dan untuk mengatasi masalah yang orang-orang itu buat, tentu saja dunia perlu orang yang punya kekuatan setara dengan dewa.

Dengan kata lain summoner lain seperti Ferza.

Normalnya, seorang summoner adalah aset pemerintah sehingga kehidupannya tidak bisa dibilang bebas. Bekerja di tempat privat untuk mendapatkan uang seperti yang Ferza sekarang lakukan adalah sesuatu yang normalnya seorang summoner tidak bisa lakukan sebab mereka harus selalu siap saat diperlukan.

"Valien. . . aku bukan pahlawan, jadi jangan berharap sesuatu semacam itu dariku selain itu. . "

"Selain itu. . .?"

"Ada hal lain yang jauh lebih penting untuk kulakukan daripada mengurusi sesuatu yang terlalu besar seperti itu"

"Hal seperti apa?"

Dengan mengambil penawaran untuk membuat kontrak dengan Valien, maka masalah finansialnya akan diurus pemerintah, kebutuhannya akan ditanggung organisasi khusus, dan dia bahkan akan diperlakukan layaknya VIP. Dengan begitu, Ferza tidak perlu lagi tinggal di tempat terpencil yang dari penampilannya saja tidak punya kapasitas untuk memberikan gaji yang cukup untuk pemuda itu.

"Aku tidak peduli dengan semua itu"

Tidak punya uang memang merepotkan, tapi bukan berarti dia ingin menumpuk uang sampai jadi gunung agar bisa malas-malasan di masa depan. Dia bekerja sebagai salah satu petugas di panti asuhan itu bukan karena dia ingin mengejar uangnya, tapi karena dia memang ingin bekerja di sana.

Uang yang dia dapatkan dia anggap hanya sebagai bonus.

"Jangan bilang kau serius mau membuat harem loli"

"Kau masih ingin melanjutkan topik itu?"

Valien terdiam untuk beberapa saat, setelah itu dia menatap Ferza dengan pandangan serius.

"Ferza, kau tidak ingin bilang kalau kau bekerja di sini hanya karena ingin bermain-main kan?"

Kalau bukan untuk uang berarti untuk apa dia bekerja di sana? kenapa dia ingin bekerja di sana? kenapa dia harus bekerja di sana?. Apakah pekerjaan yang dilakukannya sekarang jauh lebih penting daripada menyelamatkan dunia yang bisa berakhir kapan saja ini?.

Tidak.

Tentu saja tidak.

"Memang kenapa kalau jawabannya iya?"

Hanya saja Ferza tidak berpikir sama. Baginya, pekerjaannya. . . bukan! tapi anak-anak yang ada di tempat itu memang jauh lebih penting dari nasib dunia yang belum tentu arahnya. Baginya, menjaga mereka tetap aman, memastikan mereka bisa hidup dengan tenang sampai mereka cukup dewasa untuk bisa mengurus dirinya sendiri adalah prioritas utamanya.

Selain itu, hal lain adalah urusan kedua.

Tempat di mana anak-anak itu berada ada secara literal adalah dunianya.

Dunia kecil yang sangat penting baginya.

". . . . . "

Valien kehilangan kata-kata. Dia tentu saja tidak dengan serius menanyakan pertanyaan tadi dengan keinginan untuk mendapatkan konfirmasi. Dia tahu kalau Ferza punya alasan untuk tidak ingin jadi summoner aktif lagi, tapi dia tidak menyangka kalau pemuda itu akan dengan mudahnya memberikan jawaban semacam itu.

Dia tidak tahu apakah jawaban Ferza serius atau tidak, dia juga sadar kalau mungkin Ferza sengaja menyembunyikan sesuatu darinya. Tapi meski begitu, dia tidak bisa menahan lagi kemarahannya pada pemuda itu.

Yang jadi masalah bukan jawabannya sendiri, tapi cara pemuda itu menjawab pertanyaannya. Cara pemuda itu menjawab menunjukan dengan jelas kalau dia tidak peduli dengan nasib dunia, menganggap kalau krisis yang ada bukan urusannya, dan hal yang Valien perjuangkan sama sekali tidak penting baginya.

"Jadi. . "

Valien mengepalkan tangan kecilnya dengan kencang.

Dan Ferza, hanya bisa melihat sambil mencoba tetap memasang muka tenang. Dia sendiri paham apa yang membuat gadis di depannya marah. Tapi dia tidak bisa mengatakan apapun untuk membuat perasaan gadis itu lebih baik, sebab jika dia mengatakannya maka mungkin prioritasnya akan berbelok.

"Jadi kau mau bilang kalau pengorbananku sama sekali tidak pentiiingg!!!?.."

Valien memandang Ferza dengan tatapan penuh amarah yang juga dihiasi air mata.

"Kau mau bilang kalau ketakutan yang kurasakan, rasa sakit yang kualami, dan pengorbananku untuk meninggalkan semua orang yang ku sayangi sama sekali tidak ada gunanya!!!!?????. . "

Roh Astra tidak muncul begitu saja, mereka juga bukan benda buatan yang bisa diciptakan oleh tangan manusia, jadi bagaimana seseorang bisa mendapatkan roh untuk ditempatkan di dalam sebuah Astra?.

Jawabannya sederhana.

Kau perlu mengambil roh manusia yang sudah meninggal untuk digunakan. Dengan kata lain, seseorang perlu jadi korban agar manusia bisa melawan takdir. Dan roh yang paling cocok untuk jadi untuk jadi vessel adalah roh milik seseorang yang belum dewasa secara mental. Dengan kata lain, anak-anak kecil seumuran Valien.

Dan bagi seseorang seperti Valien, satu-satunya alasan keberadaannya adalah untuk membantu summoner mengalahkan False God.

"Maafkan aku. "

Valien ingin menampar Ferza dengan sekuat tenaga, tapi begitu dia menyadari kalau sejak mereka beradu argumen pemuda itu sama sekali tidak melihat ke arahnya seakan ingin menganggap kalau dia tidak ada. Kemarahan Valien menguap dan berubah jadi kekecewaan, lalu kekecewaan itu memancing sebuah ingatan lama yang sangat ingin dia lupakan.

Ingatan tentang sebuah fakta kalau sebenarnya dia adalah seseorang yang dibuang.

Dan karena hal itu, dia menghentikan tangannya dan memutuskan untuk menjauh dari pemuda itu dengan berlari ke tempat yang jauh dari siapapun. Tempat yang cukup jauh untuk membuat tidak ada orang yang bisa melihatnya menangis seperti anak kecil.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login