Download App
8% Fine

Chapter 2: Two

Pagi itu badanku terasa kurang fit. Karena telepon dari pamanku semalam aku jadi terjaga.

Pikiran-pikiran menakutkan mulai bermunculan. Bagaimana kalau mama tahu soal wahyu? Pasti hatinya akan semakin hancur kalau tahu anak laki-laki satu-satunya yang sangat dia sayangi melakukan hal tak terpuji seperti itu.

Tapi ternyata hal yang kutakutkan tidak terjadi. Suatu hari saat pulang kerja, kira-kira seminggu setelah telepon dari pamanku, aku mendengar suara bayi di rumahku. Aku bertanya-tanya. Suara bayi siapa itu?

Jangan-jangan...

Aku bergegas ke kamar wahyu. Benar saja. Aku melihat mama sedang menggendong bayi mungil. Ada wahyu di situ.

Berarti bayi itu anak yang dilahirkan pacarnya minggu lalu.

Mama tersenyum menatap wajah bayi itu.

Aku tercekat. Aku bergegas ke kamarku, sambil berusaha memproses apa yang kulihat tadi.

Berarti mama sudah tahu semuanya. Tapi mama terlihat baik-baik saja. Bahkan terlihat bahagia dengan peran barunya sebagai seorang nenek.

Hari berikutnya, aku memberanikan diri bertanya pada mama. Mama hanya tersenyum lalu menjawab. "Yang sudah terjadi biarlah terjadi... mau bagaimana.. yang penting adikmu mau tanggung jawab."

Dahiku berkerut mendengar kata-kata mama. "Tanggung jawab gimana ma? Dia ga kerja! Mau dikasih makan apa? Itu bayi butuh susu, popok, baju.. untuk makan sehari-hari pun kita pas-pasan ma!"

"Tiap anak lahir sudah ada rejekinya masing-masing yu.. begitu juga anak ini."

"Tadi keluarga dari pacarnya wahyu datang. Mereka bilang biar mereka aja yang merawat anak ini. Apalagi anak ini kan masih bayi.. jadi harus dekat sama ibunya.." lanjut mama dengan nada tenang sambil menatap wajah mungil di pelukannya.

Aku menghela nafas panjang. 'Oke. Jadi masalah bayi ini selesai.' Pikirku.

Tapi ternyata aku salah. Ini justru membuat wahyu semakin tidak stabil.

Keluarga pacarnya melarang wahyu untuk bertemu dengan anaknya karena sejak awal mereka memang tidak suka kalau anak gadisnya berpacaran dengan wahyu. Apalagi sampai hamil dan punya anak padahal pacarnya masih SMA.

Wahyu semakin menjadi-jadi. Dia semakin larut dengan alkoholnya. Beberapa kali aku melihatnya membawa teman-teman premannya ke rumah dan mabuk-mabukan.

Kalau ditegur dia akan mengamuk. Jadi aku dan mama tak bisa berbuat banyak.

Puncaknya di malam tahun baru. Dia pulang setelah berpesta alkohol dengan teman-temannya dalam keadaan mabuk berat.

Saat itu aku dan mama sedang bersiap untuk tidur setelah melihat kembang api dari teras rumah. Tiba-tiba pintu kamarku membanting terbuka. Aku dan mama yang baru saja membaringkan tubuh melompat bangun.

Aku melihat wahyu berdiri di depan pintu dengan wajah merah. Aroma alkohol tercium darinya. Sangat menyengat.

"Pinjam motor! Mana kunci motor!"

Dia menghardikku. Aku tak bergeming. Aku tak mau meminjamkan motor yang kubeli -meskipun kredit- dengan uang hasil kerja kerasku dipakai pemabuk macam dia.

"Mau ke mana kamu jam segini?" Tanya mama dengan wajah pucat.

"Pokoknya mau pergi! Mau ketemu anisa!"

Anisa adalah nama anaknya. Aku tercekat. Aku benci melihat dia berteriak di depan mama seperti itu. Kuraih handphone ku yang kuletakkan di bawah bantal.

"Oh.. jadi ga boleh pinjam motor? Ga boleh ya?" Celotehnya sambil berjalan ke arah dapur.

Aku dan mama saling melempar pandang. Aku segera menelpon polisi. Firasatku buruk. Begitu selesai menelpon polsek terdekat, wahyu kembali dari dapur. Tangannya menggenggam pisau.

Keringat dingin membasahi tubuhku. Dia mengarahkan pisau kearahku dan mama bergantian.

"MANA MOTORNYA! KASIH GA?! BERANI KALIAN YA! BERANI KALIAN? HAH?!"

Wahyu berteriak sambil mengacungkan pisau di depan ku dan mama. Mama mulai menangis. Aku menatap mama. Ini mungkin jadi malam terakhir aku melihat mama. Entah aku yang akan ditusuk duluan atau mama. Aku berdoa dalam hati sambil menjaga jarak dengan wahyu. Berharap pertolongan segera datang. Jantungku berdegub kencang. Ya Allah.. bantu kami.. ratapku dalam hati.

Tak lama kemudian aku melihat wahyu sudah tersungkur di lantai. Aku tak tahu persis bagaimana tiba-tiba rumahku sudah ramai dengan suara warga sekitar.

Pamanku menyergap wahyu, membuatnya tak bisa bergerak. Rumah pamanku berada persis di depan rumahku. Pasti paman mendengar suara teriakan wahyu.

Suara sirene mobil patroli polisi menambah keriuhan malam itu. Wahyu segera diamankan dan dipenjara selama 1 bulan.

Hal yang membuatku kesal adalah mama masih menyayanginya. Saat dia di penjara, mama selalu mengunjunginya, membawakan makanan dan pakaian. Bahkan tiap malam aku mendengar mama berdoa untuk wahyu.

Aku semakin tak bisa berkata-kata. Mama. Yang meskipun sudah diperlakukan sedemikian buruknya oleh adikku tapi masih menyayanginya.

Setelah keluar dari penjara, pamanku memutuskan untuk mengirim wahyu kembali ke papa. Untuk menjaga keamananku dan mama.

Wahyu berangkat ke Jember diantar oleh mama. Ya, mama.

Sudahlah.. setidaknya beban hidupku dan mama sudah berkurang..


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C2
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login