Download App

Chapter 11: Kesempatan Kedua

Baiklah, demi nama cinta, apa pun akan aku lakukan untukmu, Tania.

Erlangga sungguh sudah jadi bucin. Dia tak bisa melupakan Tania. Dia tak mampu melepaskan Tania begitu saja.

Setelah gagal di tantangan pertama dan marah-marah terhadap Rendra, kali ini Erlangga datang kembali ke rumah Rendra. Beruntung saat ia datang ke rumah, Tania belum pulang dari kampus.

Kali ini ia bertekad akan menurunkan sedikit ego dan harga dirinya. Ciee, sok bijak, padahal sebenarnya dari awal ia mengejar-ngejar Tania, ia memang telah membuang jauh-jauh harga dirinya itu.

"Please Ren, beri gue satu kesempatan lagi," katanya memohon kepada Rendra dengan wajah yang dibuat semenyedihkan mungkin.

"Gue janji. Kali ini gak bakalan terlambat lagi. Gue akan datang tepat waktu bahkan kalau perlu gue juga bisa datang 30 menit sebelum pengajian dimulai."

Rendra yang berpura-pura tak acuh akan keberadaan Erlangga sedikit menyeringai. Sebenarnya ia bukan orang yang sulit atau pelit dalam memberikan kesempatan. Hanya saja, lagi-lagi ia ingin menguji Erlangga. Ia ingin tahu sejauh mana kesungguhan dia.

Maksud kesungguhan Rendra sebenarnya bukan kesungguhan cinta pada adiknya, melainkan kesungguhan dia untuk melayakkan diri menjadi suami impian Tania.

"Ren jawab gue dong," desak Erlangga. Karena sedari tadi ia berbicara, Rendra terus-terusan mondar mandir seakan melakukan sesuatu di rumahnya dan seperti menganggap Erlangga hanya angin lalu. "Ren jangan jadi bisu gitu dong lo ahh,,," Erlangga masih meracau, "Lihat gue Ren. Duhhh ampun ni bocah, congek kali yah?"

Setelah Erlangga mengucapkan kata tadi, barulah Rendra menoleh. "Apa katamu tadi?" sungut Rendra masih pura-pura.

"Hahaha ... nggak Ren. Lo sahabat baik gue. Please beri gue satu kesempatan lagi ya," mulainya lagi memohon.

"Nanti aku pikir-pikir dulu deh," jawab Rendra berusaha seakan-akan dirinya tak peduli sedikit pun.

"Ren, jangan main-main sama gue," gertaknya.

"Oke-oke sabar bos." Rendra terdiam sesaat. Hingga akhirnya ia menarik napas "Angga aku ingin kamu itu bisa melatih kesabaran kamu," ia mengucapkan hal tersebut dengan wajah serius "aku gak mau yang menjadi suami Tania nanti sosok yang emosional dan gampang marah. Jika emang kamu bersungguh-sungguh tunjukan kesungguhanmu itu dengan perubahan dan tindakan. NGERTI!"

"Emang kurang apa sih kesungguhan gue? Lo bisa lihat sendiri kan?"

"Oke, aku kasih kamu kesempatan lagi. Nanti pagi sebelum subuh kamu datang aja ke masjid yang kemarin. Ingat datang sebelum subuh supaya sekalian kita Shalat Subuh berjamaah di sana." Jelasnya panjang lebar.

"Gue janji kali ini gak bakalan telat lagi. Lo bisa pegang kata-kata gue," ucap Erlangga dengan menepuk pundak sebelah kanan Rendra. "Gue pulang, bye," lanjutnya sambil nyelonong pergi dan melambaikan tangan kanannya ke atas sebentar.

"Salamnya mana bro?" teriak Rendra.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," balas Erlangga juga dengan berteriak.

Rendra membalas salamnya dengan tersenyum "Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, Angga … Angga ada-ada aja kelakuan lo."

***

Sesampainya di rumah, ia langsung memarkirkan motor gede kesayangannya itu di garasi. Tak lupa ia melepaskan helm kebanggaannya senilai jutaan rupiah itu.

Tak seperti biasanya, kali ini ia melangkah memasuki rumahnya dengan wajah semringah. Selangkah lagi, Tania bisa kembali ke pelukanku, pikir Erlangga. Apalagi tadi Rendra bilang ia harus belajar bersabar.

Bukankah itu artinya ia memang akan menjadi pendamping adiknya suatu saat nanti? Itu artinya ia diberi lampu hijau oleh calon kakak iparnya itu. Lagi pula ia juga sangat optimis pasti dia yang akan jadi calon suaminya Tania. Soalnya ia yakin selama ini gak ada laki-laki lain yang mendekati Tania selain dia. Berarti ia menjadi satu-satunya kandidat calon suami. Mengingat itu, ia senyum-senyum sendiri layaknya orang gila.

Sampai-sampai ia tak menyadari telah melewati ruang keluarga di mana ayah dan ibunya tengah menonton berita sore.

"Angga sayang ko datang-datang main nyelonong aja sih," tegur mamanya, "Nggak salim dulu sama Mama sama Papa?"

"Wah, Mama sejak kapan ada di sana?" tanya Erlangga heran. Ia pun menghampiri kedua orang tuanya dan mencium tangan keduanya.

"Kamu itu loh,,, orang Mama sama Papa dari tadi di sini kok."

"Makanya Angga kalau jalan itu jangan terlalu fokus-fokus banget. Terus sambil senyum-senyum sendiri lagi. Untung yang lihat cuma Papa sama Mama kalau orang lain bisa berabe kan." Kali ini ayahnya yang menegur.

"Iya, iya yah maafin Angga ya."

"Minta maaf sama Papa aja nih? Sama Mama enggah nih?"

"Iya, iya Mama cantik yang cemburuan," balas Angga sambil terkekeh geli.

"Sudah ah sana, mandi dulu, bau banget, udah kaya ayam aja," balas mamanya diselingi dengan tawa oleh keduanya.

Erlangga itu tipe orang kalau di rumah apalagi di depan orang tuanya mirip seperti anak kucing imut yang nurut sama majikannya. Ia tak pernah sekalipun membantah apalagi berperilaku yang tidak sopan terhadap kedua orang tuanya. Tapi, jika sudah di luar, apalagi di dunia malamnya, beringasnya minta ampun.

Meskipun dianugrahi wajah yang ganteng, namun dia bukan tipe laki-laki yang suka tebar pesona sana sini, gandeng cewek yang sudah seperti sarapan 3 kali sehari. Dia bukan tipe laki-laki ganjen. Justru kalau ada perempuan yang suka menel gak jelas sama dia, dia anak kucing yang imut dan penurut itu akan berubah menjadi singa yang ditakuti seisi hewan di hutan.

Anak itu pun menurut. Dia bergegas ke kamarnya dan segera membasahi tubuhnya dengan air.

***

Waktu menunjukkan pukul 20.00, ia dan kedua orang tuanya tengah makan malam bersama. Yah moment seperti ini memang jarang sekali terjadi, sebab orang tua Erlangga sama sama sibuk. Bundanya juga merupakan wanita karir yang kerap kali pulang larut. Sebenarnya malam ini ada acara balapan liar yang biasa ia ikut. Berhubung ini moment langka dan ia bertekad akan tidur lebih awal sehingga bisa bangun lebih pagi. Jadi, untuk kali ini ia sengaja absen. Kalau kata Erlangga ini demi mendapatkan kembali cintanya Tania dan menjaga moment. Moment hanya sekali seumur hidup jadi jangan disia-siakan.

Nasi dan lauk pauk di piring Erlangga sudah habis, bahkan tidak menyisakan satu butir pun. Baginya pantang menyisakan makanan di piring apalagi buatan bundanya.

"Bun, nanti bangunin Angga sebelum azan subuh yah," sedangkan ayah dan bundanya hanya bisa terheran-heran bahkan mereka sampai mengehntikan aktivitas makan mereka saking kagetnya.

"Loh ada apa nak? Kok tumben-tumbenan sih?" Heran bundanya "eh, eh, bukan berarti bunda nggak senang loh ya."

"Nggak papa kok. Angga cuma mau bangun pagi aja. Kan bunda suka bangun pagi tuh,"

"Iya nanti bunda usahain ya,"

"Oke bun, makasih ya." Ia bergegas membawa piring bekas makannya dan menaruhnya ke tempat cuci piring.

Di keluarganya, walaupun Erlangga tidak terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah, namun sedari kecil ia telah di ajarkan oleh orang tuanya ketika sehabis melakukan sesuatu ia akan menyimpannya kembali ke tempatnya. Walaupun hanya menyimpannya ke tempat cuci piring.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C11
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login