Download App

Chapter 13: Mengibar Bendera Perang

"Tasya, kenapa ya kok lama banget?" Tania menggerutu sendiri.

Berulang kali dia memperhatikan jam di smartphonenya. Dia sangat khawatir, bisa-bisa dia dan Tasya telat datang ke kajian. Padahal, disiplin waktu dalam kajian itu sangat ketat.

Sudah beberapa pekan ini, Tasya dan Tania jadi satu kelompok kajian. Mereka sudah berjanji pergi kajian bersama-sama. Walaupun tidak terlalu dekat dalam keseharian mereka, namun setiap kali kajian pasti mereka akan pulang dan pergi bersama-sama.

Semenjak mereka kajian bersama, mereka selalu pulang dan pergi bersama. Hanya saja, entah kenapa hari ini setelah menunggu lama Tasya di taman, tempat biasa mereka saling menunggu, Tasya tak kunjung memperlihatkan batang hidungnya.

Rumah mereka berdua pun memang searah. Awalnya, Tasya dan Tania tidak dalam kelompok kajian yang sama. Tania tadinya ikut kajian yang diisi oleh kak Lia, mantan kakak tingkatnya di kampus dulu bersama salah satu teman sekelasnya.

Tania berulang kali melirik jam pada HP-nya dan mengecek barangkali ada notifikasi WA dari Tasya. Namun hasilnya nihil, padahal 15 menit lagi kajian akan dimulai. Tasya tak juga muncu,l bahkan tak memberi kabar sedikitpun. Akhirnya ia berinisiatif untuk menunggu Tasya 5 menit lagi.

Tasya kamu ke mana sih? Jika dalam lima menit, kamu tak kunjung datang, maaf ya berangkat sendiri!

Lima menit telah berlalu.

Tasya tak juga datang. Tania pun memutuskan untuk berangkat sendiri. Butuh waktu 20 menit untuk sampai ke tempat kajian dan Tania sudah telat hingga 10 menit lamanya.

Dan yang membuat kaget sekaligus sebal, dari pelataran masjid ia melihat Tasya sudah duduk manis bersama Kak Atifa, Hilya, Lana dan Dias. Dalam hati Tania sangat dongkol.

Tasya, kamu benar-benar ya. Kamu sudah keterlaluan! Hati Tania benar-benar panas. Dalam imajinasinya, dia benar-benar menjambak Tasya yang sudah membuatnya terpancing amarah.

Bagaimana bisa Tasya sudah ada di masjid tengah asyik mendengarkan apa yang Kak Atifa ucapkan. Sedangkan dia menunggu Tasya di taman hampir 15 menit lamanya bahkan sampai telat begini. Ia tak habis pikir memangnya Tasya jalan mana? Bahkan saat dihubungi tadi ia sama sekali tak membalas.

Memilih untuk mengesampingkan kejengkelannya terhadap Tasya, ia langkahkan kakinya menuju pelataran Masjid Jami Ad-Dakwah.

"Assalamualaikum," ucap Tania sambil membuka sepatu kets-nya.

"Waalaikumussalam warahmatullah," jawab mereka serempak.

Tania merasa bahagia mendapatkan sambutan yang hangat. Sebelumnya, kajian yang dia ikuti tidak sebanyak itu. Dia ikut kajian dengan kelompok yang hanya berisikan dua orang. Sedihnya, temannya yang hanya seorang terpaksa harus pindah mengikuti suaminya yang ditugaskan di Kota Semarang.

Selama beberapa pekan, kajian yang dilalui Tania terasa sepi.Dia mengaji sendirian, dibimbing oleh Kak Lia. Pekan-pekan berikutnya, Kak Lia yang sedang hamil besar dan tengah mempersiapkan persalinan anak pertamanya sepertinya harus mengambil cuti. Akhirnya kajian Tania dialihkan ke kelompok kajian yang diisi oleh Atifa bersama ke-4 teman lainnya dan salah satunya adalah Tasya.

Senang sekali rasanya Tania mendapatkan teman baru. Ngajinya kini tambah semangat. Tania disambut dengan sangat baik, terkecuali Tasya. Ia hanya diam tak menjawab salam dari Tania. Wajahnya tampak jelas memandang Tasya dengan rasa tak suka.

"Wah, kok tumben sih Tan telat," jawab Atifa.

"Tadi nunggu Tasya dulu, eh tau-taunya udah ada di sini," jawab Tasya sambil duduk di samping Dias.

"Lho kan aku udah bilang mau berangkat dari rumah om aku," kali ini Tasya yang menjawab.

"Ihhh, kapan ngomong gitu, Sya?"

"Kemarin aku udah ngomong lho di kelas," timpal Tasya ketus.

"Ah enggak ko..." jawab Tania keukeuh. Seingatnya, ia tak pernah dengar Tasya mau berangkat kajian dari rumah om-nya kemarin. Bahkan dari kemarin dirinya dan Tasya tidak saling bertegur sapa apalagi ngobrol.

"Sudah-sudah, kita lanjutkan lagi pembahasan yang tadi ya," Atifa menengahi.

"Hmm, Tan karena kamu telat lebih dari 15 menit, kamu hanya bisa dengerin aja ya. Tidak bisa mengajukan pertanyaan atau pun berkomentar dalam forum ini," ucap Tania.

"Baik, Kak. Dimengerti."

"Kita lanjutkan pembahasannya ya. Kita lagi membahas tentang Bagaimana seharusnya sikap seorang muslimah dalam menjaga kesucian dan menjaga 'iffah."

Atifa melanjutkan kembali penjelasannya.

"Setelah fisik dipercantik dengan hijab, hati pun harus dipoles dengan akhlak mulia. Karena wajah yang cantik tidak berarti sama sekali tanpa dibarengi dengan kecantikan hati kalau bahasa bekennya inner beauty. Apa adik-aik sudah tahu apa itu iffah?" tanya Atifa kepada adik-adik bimbingannya ini.

"Tidak Kak," mereka serempak menjawab.

Hanya Tasya yang diam membisu. Apalagi setelah kedatangan Tania. Wajahnya tampak kian ditekuk. Tentu saja sikap Tania yang seperti itu tak luput dari perhatian Atifa. Ia melihat sedang ada yang tidak baik antara Tasya dan Tania.

Atifa mencoba mengesampingkan perihal masalah kedua adik bimbingannya, ia kembali pada pembahasan. Atifa berencana, masalah mereka nanti bisa dibicarakan setelah kajian selesai.

"Secara bahasa 'iffah adalah menahan dan menjaga. Adapun secara istilah, menahan diri dari perkara-perkara yang Allah haramkan," lanjut Atifa.

"Ketika sifat 'iffah ini sudah hilang dari dalam diri muslimah, maka akan membawa pengaruh negatif dalam diri muslimah tersebut, sehingga dikhawatirkan akal sehatnya akan tertutup oleh nafsu syahwatnya dan ia sudah tidak mampu lagi membedakan mana yang benar dan salah, mana baik dan buruk, yang halal dan haram."

"Semoga Allah menjauhkan semua sifat buruk itu dari kita ya adek adek. Aamiin," pungkas Atifa.

Semua adik bimbingan Atifa serempak mengaminkan. Dan lagi-lagi kecuali Tasya. Gadis itu masih terlihat emosional.

"Ketika rasa malu telah hilang pada diri seorang muslimah, maka secara otomatis pula tidak ada lagi tameng dan pertahanan pada dirinya. Dan pada realitanya, banyak sekali muslimah yang telah hilang atau memang sengaja menghilangkan rasa malunya dan kita sering mendapati perilaku mengumbar syahwat dan perzinaan semakin sulit untuk dibendung,"

Sesekali, ketika Atifa tengah menjelaskan Tania melirik ke arah Tasya, begitupun sebaliknya. Hanya saja, ada yang berbeda dari tatapan Tasya terhadap Tania yang kali ini lebih sinis dan dingin. Sementara Tania, ia bingung mengapa sikap Tasya berubah seperti itu kepadanya.

Tasya tiba-tiba mengangkat tangannya untuk bertanya. "Kak bagaimana kalau laki-laki dan perempuan yang bukan mahram berduaan di depan umum apakah ia telah kehilangan rasa malunya?" Ia lirikkan pandangannya ke arah Tania. Meskipun tidak secara gamblang mengatakan laki-laki dan perempuan tersebut adalah Tania dan Kevin dosennya, tapi Tania tahu pertanyaan tersebut ditujukan kepadanya.

"Berpacaran kah yang Tasya maksud?"

"Tidak Kak, mereka tidak berpacaran. Tapi sepertinya si perempuan sengaja ingin berduaan dengan laki-laki itu." Lagi-lagi Tasya men-judge.

"Begini untuk masalah berduaan dengan non mahram di depan umum, kita lihat dulu dari sudut pandang kepentingannya. Boleh saja selama itu tidak dalam tempat yang sepi," terang Atifa.

"Tapi ingat itu juga untuk urusan yang yang penting. Tapi alangkah lebih baiknya untuk berjaga-jaga harus ada yang menemani supaya tidak terjadi fitnah dan kesalahpahaman,"lanjutnya.

"Namun, kita juga yang melihat jangan langsung menerka-nerka tanpa tahu yang sebenarnya. Bisa-bisa jadi suudzan dan menjadi fitnah. Berabe!"

Tania merasa tidak enak dengan tatapan Tasya ketika bertanya kepada Atifa. Hal itu seakan memperlihatkan jika memang perempuan yang ia maksud adalah dirinya. Buru-buru Tania mengutarakannnya dengan gamblang.

"Siapa yang kamu maksud, Sya?" tanya Tania memastikan.

"Menurutmu?" sinis Tasya.

"Kok dari tadi sambil lihatin aku gitu sih? Kayak ke aku gitu?" jawab Tania tak terima atas sikap Tasya yang seolah-olah menuduhnya sengaja ingin berduaan dengan laki-laki alias dosennya pembimbingnya, Kevin.

"Kamu ngerasa gitu?" setiap menjawab Tasya selalu menjawab dengan nada yang ketus seolah-olah mengibarkan bendera perang.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C13
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login