Download App

Chapter 2: Target Organisasi Blackardz (2)

Esoknya begitu pria manis itu terbangun dari pingsannya. Yang dia lihat begitu matanya terbuka di depan mata nya adalah belahan dari dada besar yang berada tepat di depan atasnya. "Astagfirullah!" kagetnya. "Aw aw aw!" ucapnya begitu merasakan sakit luar biasa pada sekujur tubuhnya dan bagian wajahnya karena luka lebam pukulan oleh Riven.

Eirin berada di atas perut orang itu tetapi sebenarnya tidak meduduki perut tersebut. Kedua lutut kakinya melingkari samping pinggang pria itu untuk menopang badannya sendiri, dan kedua tangannya menumpu di atas dada pria itu yang kini tidak memakai baju. Seperti sesuai arahan dari Riven untuk mengerjainya. Tentu membuat posisi ini salah paham dan terkejut untuk pria yang baru saja tebangun dari pingsannya itu.

Sedangkan Riven yang tanpa memakai baju nya dan hanya menggunakan celana pendek hitam. Ia tiduran menyamping di sebelah kiri pria itu dengan tumpuan sikut tangan kanan di atas kasur, dan telapak tangannya menopang samping kepalanya. "Hai" sapanya dengan senyuman tengilnya. "Udah sadar, sayang?" tanyanya.

Pria itu terkaget begitu menoleh melihat Riven yang ada di sebelahnya begitu. "..Apa yang terjadi semalam..?!"

"Kau lupa? Kita abis ngewe bertiga semalam" ucap Riven bercanda dengan nada seakan meyakinkan.

"Apa?!" ucap pria itu terkejut. "Gak mungkin! Gue masih perjaka!" ucapnya.

"Oh kalau begitu justru lebih bagus. Berarti perempuan itu yang pertama mengambil keperjakaanmu" ucap Riven santai sambil jari telunjuk tangan kirinya menunjuk ke arah Eirin. "Dan aku yang telah mengambil keperawananmu" ucapnya sambil jari tangan kirinya menunjuk ke dirinya sendiri saat sedang berbicara.

"... Bangsat!" ucap pria itu kesal dan tidak percaya. Ingin rasanya melawan tetapi tubuhnya tak dapat bergerak karena rasa sakit akibat pukulan dari Riven semalam dan 'kepungan' ini. Mungkin ada sedikit bagian tulang tubuhnya yang patah hingga sulit untuk bangun.

"Lupakan soal itu. Jadi.." Riven mengangkat tubuhnya untuk membangunkan diri ke posisi setengah duduk, lalu menatap pria itu. "Apa lu salah satu anggota dari Blackardz?"

"Blackardz?" tanya pria itu terlihat bingung.

"Jangan pura-pura bego" ucap Riven. Ia menunjuk ke arah tattoo yang dimiliki pria itu di pinggang kirinya. "Ada tattoo lambang Blackardz di pinggang lu. Berarti lu adalah salah satu anggotanya kan? Dan kalian ingin coba ngebunuh gua tadi malem" ujar Riven.

"Ah.." ujar pria itu seperti teringat. "Gue cuma sekedar ditugaskan oleh atasan" ucapnya.

"Oh ya? Siapa atasan lu?" tanya Riven.

"Gue gak bisa jawab. Gue cuma sekedar disuruh dan dibayar" jawabnya.

"Berarti cuma suruhan? Bukan anggota resmi Blackardz?" tanya Riven memastikan. "Atau apakah lu salah satu pembunuh bayaran yang ditugaskan oleh mereka?"

"Entahlah soal itu. Mereka hanya nyuruh dan ngebayar. Memang mereka memasukan gue ke dalam suatu organisasi gelap dan kami diberikan lambang tattoo ini sebagai penanda keanggotaan. Tapi gue juga gak terlalu paham detailnya. Kami hanya anggota bawahan yang menjalankan tugas" jelasnya.

"Keh.. Jadi begitu?" ucap Riven. "Kalau begitu. Lu tetap tinggal disini" lalu ia bangkit berdiri dari kasurnya. Riven berjalan untuk keluar "Eirin. Awasi dia. Kalau dia berani mencoba bertindak macam-macam" tatap Riven melirik kepada Eirin. "Laporkan padaku. Atau kau bisa 'perlakukan' dia sesukamu"

"Baiklah, tuan Riv" ucap Eirin. Kemudian ia turun dari atas badan pria itu. Dan duduk di samping kasur.

Pria itu sedikit merasa lega ketika Riven pergi dan Eirin yang turun dari atas tubuhnya. Sebenarnya pria itu juga sedikit merasa 'tegang' ketika Eirin berada di atas tubuhnya. "Em.. Yang diucapkan pria itu.. Soal main bertiga.. Apakah benar?" tanya pria itu kepada Eirin.

"Sebenarnya aku tidak. Tapi entahlah kalau tuan Riv. Sepertinya iya" ucap Eirin mengingat pertama kali saat dia datang melihat mereka, Riven sedang menjilat pinggang pria itu.

"Bangsat" Pria itu seperti ingin menangis tanpa air mata. "Gue mendingan beneran dianu cewek daripada cowok.. Gue masih normal" ujarnya hopeless.

Riven mengambil jaket hitam yang kemarin ia pakai, dan memakainya. Ia keluar dari ruang unit apartemennya, menuju ke unit apartemen di sebelah kanannya. Yaitu ruangan tempat Renzo. Riven mengetuk pintunya.

Renzo membuka pintu ruangannya dan membiarkan Riven masuk. "Ada apa? Kau sudah mendapatkan jawaban dari pria itu?" tanya Renzo.

"Sedikit. Tapi gua masih butuh informasi lebih banyak" ujar Riven sembari masuk, lalu ia duduk di sofa putih tengah ruangan itu. "Sepertinya gua perlu mengintrograsi juga yang lain untuk memastikan" pikir Riven.

"Mereka semua sudah aku musnahkan semalam" ucap Renzo.

"Iyakah?" ucap Riven menatap Renzo. "Sial. Kita masih butuh informasi!" ujar Riven menyenderkan kepala nya di sofa.

"Apa informasi yang kau dapatkan darinya, Riv?" tanya Renzo ikut duduk di sebelah Riven.

"Sepertinya orang-orang yang mencoba menyerang gua kemaren malem hanyalah sekedar suruhan. Atau anggota bawah yang masih baru dan mungkin bahkan belum resmi jadi anggota inti Blackardz. Atau ada kemungkinan lainnya, bisa juga mereka sebenarnya hanya dimanfaatkan" ujar Riven masih menyenderkan atas kepalanya.

"Hm. Aku mengerti. Seperti anggota pion. 'Keluarga' kita pun memilikinya" ujar Renzo mengangguk. "Kau mau minum apa?" tanya Renzo menatap Riven.

"Aku ingin minum 'milik'mu" ujar Riven lalu menoleh ke Renzo dengan senyuman tengilnya.

"Hah.. Yang lain. Minuman yang normal" ucap Renzo menghela nafas.

"Susu kontol manis" ucap Riven.

"Riv..!" ujar Renzo dengan tatapan datar ke arah Riven.

"Bahaha. Iya iya. Apa aja yang penting enak dan dingin" ujar Riven tertawa.

Renzo pun menghembuskan nafas. Lalu berdiri menuju kulkas di dapurnya untuk mengambil dua botol minuman kopi. Kopi rasa Cappuccino untuk Riven, dan rasa Vanilla Latte untuk dirinya sendiri.

"Thanks bro" ucap Riven lalu ia membuka tutup botol kopinya dan meminumnya.

Renzo hanya mengangguk. "Kalau kau ingin mencari informasi" ujar Renzo sembari duduk kembali di sebelah Riven. "Sebaiknya hubungi Zev untuk membantumu mencari informasi tentang itu" Renzo membuka botol minum kopi nya.

"Zevion sedang sibuk dengan urusan lain bukan?" ujar Riven. Kemudian Riven meneguk minuman kopinya. "Ada hal lain yang harus lebih dia selidiki saat ini"

"Oh? Tentang?" tanya Renzo lalu meminum kopinya.

"Dia sedang terlibat dengan organisasi lain, dan sekaligus mencari tau informasi dan kekuatan mistis yang terjadi di tempat itu" jelas Riven. "Tapi mungkin nanti gua bakal coba hubungin dia kalo sempat" Riven lalu merentangkan tangan sebelah kirinya melebar di atas senderan kepala sofa. "Kemarilah, Ren"

"Ho. Oke" jawab Renzo mengangguk. Ia lalu mendekat dan menyenderkan samping kepala nya ke pundak kiri Riven. "Jadi.. Bagaimana dengan pria yang kau bawa itu? Kau akan membiarkannya tidur di kamarmu?"

Riven merapatkan rangkulannya dan mengelus samping kepala Renzo. "Iya. Kenapa? Mau aku tidur bersamamu disini?" tanya Riven menggoda.

"...Tidak. Kau belum mandi" jawab Renzo.

"Gua kan bisa mandi disini" ucap Riven.

"Sebaiknya kau awasi saja pria itu. Bisa saja dia sebenarnya juga jadi mata-mata dan melapor ke atasannya. Atau ia memiliki gps yang tersembunyi pada dirinya" ucap Renzo sembari mengangkat kepala nya dan menoleh menatap ke Riven.

"Iya juga yak. Pinter juga lu" ucap Riven menatap Renzo.

"Kau nya saja yang bodoh, Riv" jawab Renzo dengan ekspresi datar.

Riven lalu menghabiskan kopi nya. "Oke makasih Ren" Riven lalu mendekatkan wajah dengan memiringkan kepala mengecup bibir Renzo. "Gua balik dulu" ucapnya, lalu Riven ingin bangkit berdiri.

Renzo terdiam sejenak saat bibirnya dikecup Riven. Lalu dia tersenyum tipis. "Oke" ucap Renzo. Ia pun melepaskan dirinya dari rangkulan Riven.

Riven berdiri lalu berjalan keluar dari ruangan Renzo, dan balik ke ruangan unitnya sendiri. Begitu masuk ke dalam ruangan kamarnya, ia melihat Eirin yang sedang membersihkan dan mengobati luka lebam pria itu.

Riven melepas jaketnya dan mendekat ke mereka. "Jadi bagaimana, Eirin?" tanya Riven ke Eirin.

"Apanya? Sejauh ini baik-baik saja. Dan orang ini belum bisa banyak bergerak" jawab Eirin sembari mengompres bagian perut pria itu.

"Oh" jawab Riven. Kemudian Riven menoleh ke pria itu "Jadi, siapa nama lu?" tanya Riven sembari duduk di atas kasurnya, di samping pria itu.

"..." Pria itu tidak menjawab. Entah karena dia takut memberitaukan namanya kalau ketauan karena dia dari organisasi Blackardz. Atau takut karena ceritanya tadi dia abis dianuin Riven, meskipun Riven sebenarnya hanya bercanda pura-pura.

"Kalau kau tidak jawab. Maka akan ku'lakukan' lagi padamu" cengir tengil Riven sambil tangan kanannya meraba pelan tubuh pria itu.

"..Sialan!" ujar pria itu saat tubuhnya diraba. "Gue Vin" ucapnya sembari menoleh ke arah samping menghindari menatap Riven.

"Vin. Nama panggilan? Nama panjang lu siapa? Vincent? Vino? Vina?" tanya Riven lagi.

"Bukan. Lu gak perlu tau" jawabnya masih menoleh ke samping.

Riven beralih ke atas tubuh pria itu. Tangan kanan Riven memegang dagunya dan mengarahkannya ke atas untuk menatap Riven. "Hey. Jangan seperti uke tsundere. Jawab! Atau lu emang minta gua supaya melakukan 'itu' padamu" senyum miring Riven dekat di atas wajahnya sambil tangan kirinya menopang di atas kasur samping kanan wajah pria itu.

"Bangsat. Pantes aja kami disuruh membunuh lu. Kelakuan lu gak etis dan sopan!" ucap pria itu kesal.

"Untuk apa gua bersikap sopan dengan salah satu orang yang mau coba bunuh gua hah?" ucap Riven dengan senyuman miring tengilnya. "Masih untung gua gak bunuh lu"

Pria bernama Vin itu terdiam. Ia merasa ucapan Riven benar, karena dia memang mencoba membunuh Riven atas suruhan atasan organisasi nya. "Baiklah. Vinly. Itu nama gue" ucapnya sambil melirik ke kiri bawah.

"Vinly? Nama lu ternyata manis juga, kayak orangnya" puji Riven.

"Cih" dengusnya. "Dan nama lu siapa?" tanya nya menatap Riven.

"Hah? Jadi lu mau bunuh gua, tapi gatau nama gua siapa?" tanya Riven teheran sembari tangan kanannya menunjuk dirinya sendiri.

"Kagak" jawabnya menatap Riven.

"Trus kenapa lu pengen bunuh gua semalem?! Gimana lu bisa menargetkan gua untuk dibunuh kalo lu aja gatau siapa gua?" tanya Riven lagi menatap orang itu.

"Kami cuma diberikan foto wajah lu. Tapi gue gak tau nama lu siapa. Kami hanya dibilang, kau adalah target yang harus dilenyapkan karena anak dari seorang boss mafia yang akan jadi penerus boss mafia" jawabnya jujur.

"Oh.. Sudah gua duga kalau itu" ucap Riven mendecih malas. Itulah juga salah satu alasan kenapa Riven tidak ingin menjadi penerus boss mafia. Dan kini karena dia sudah memutuskan terlibat dalam hal ini, maka hidupnya tidak bisa lagi sesantai dulu. Karena pasti sudah akan mulai menyerang atau diserang dalam hal target kriminal. Apalagi untuk Riven yang hidupnya suka main-main dan bertindak seenaknya tanpa pikir panjang dan bahkan cenderung sembrono, hal ini akan sangat merepotkan untuknya.

"Jadi siapa nama lu?" tanya pria itu lagi.

"Sebut saja Orang Ganteng" ucap Riven sembari turun dari atas posisi orang itu.

"Serius kampret! Lu nanya nama gue, tapi lu sendiri gak jawab!" ucap orang itu kesal.

"Gua target lu. Gak mungkin gua jawab" ucap Riven yang sudah berdiri di samping kasur, sambil ia menundukan kepala dan mendekatkan wajahnya ke wajah orang itu dengan senyuman miring. "Nanti pasti juga bakal ketauan sendirinya siapa nama gua" jawab Riven yang kemudian menegapkan diri menjauhkan wajahnya. Riven lalu langsung berjalan pergi.

"Sial.." gumam pria itu pelan.

"Kau mau kemana lagi, tuan Riv?" tanya Eirin yang sedari tadi diam disana memperhatikan mereka.

"Mandi. Gua masih belum mandi abis dari ngewe bertiga semalem" jawab Riven tanpa menoleh. "Sekalian mandi wajib"

Pria bernama Vinly itu tercengang. ((Bukan beneran ngewein gua bertiga sama cewek ini juga kan tuh orang?!)) paniknya dalam batin.

Walaupun sebenarnya yang dimaksud Riven adalah ketika ia melakukan hubungan itu di bar, bukan beneran melakukannya ke Vinly.

Sedangkan di suatu tempat lain. Dalam suatu ruangan yang lampunya remang-remang. Terlihat seorang pria yang berbicara kepada seseorang. "Lapor, bos. Para anggota yang melawan anak bos dari Mafia Hazaryuu itu mereka semua kini dinyatakan menghilang. Kemungkinan besar mereka semua berhasil ditangkap atau bahkan dibunuh hingga mati. Lalu mayat mereka disembunyikan atau dilenyapkan sehingga tanpa jejak" ucapnya melaporkan informasi kepada orang itu.

"Begitu kah?" ucap suara berat dari seseorang di balik kursi kerja yang membelakangi orang yang berbicara sebelumnya. Terdapat tangga dan meja kerja yang menjadi jarak tempat mereka berbicara.

Tiba-tiba seorang wanita cantik nan seksi berambut pirang datang dari arah pintu masuk. Wanita itu menggunakan gaun silver selutut yang mengikuti lekuk tubuhnya, disertai ada kilapan cahaya terutama jika terkena kilauan cahaya lampu saat berjalan. Juga ia memakai high heels dengan warna serupa dengan warna gaunnya. Ia berjalan dengan anggun bagaikan model yang sedang berjalan di catwalk, mendekati posisi mereka.

"Aku tau dimana posisi pria sang boss muda itu berada" ucapnya tersenyum. "Semalam aku sempat 'bermain' bersamanya di bar. Dan aku mendapat kontaknya" lanjutnya. Wanita cantik dan seksi itu adalah orang yang semalam melakukan hubungan seksual bertiga bersama dengan Riven.

"Dan juga.. Ada seseorang, yang masih dapat ku deteksi keberadaannya. Sepertinya ia sedang bersama dengan orang itu" senyum wanita itu sambil di selipan dua jari tangan kanannya memegang sebuah kartu hitam dan silver lambang logo Blackardz, dan tangan kirinya terlipat untuk menopang tangan kanannya. "Vinly Lauers. Dia masih hidup"


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login