Hidup Kita

"Ayo menikah."

Perempuan yang tengah memakan makan siangnya itu mendongak. Menatap lelaki yang saat ini sedang menatapnya dengan tenang setelah apa yang barusan lelaki itu lontarkan.

"Maksud bapak?"

Lelaki di depannya tersenyum. Satu tangannya menarik lembut tangan perempuan di depannya.

"Ayo kita menikah."

Perempuan di depannya mengerjap bingung. Dia merasa dunia seakan berhenti bergerak. Apa dia salah dengar? Atau lelaki di depannya ini yang tengah bergurau? Ini tidak lucu sama sekali, batinnya.

"Bapak salah makan?"

Lelaki itu menggeleng dengan senyuman di bibirnya.

"Saya serius. Saya ingin kamu menjadi istri saya..."

Menahan nafas, perempuan itu menutup mata sejenak. Berharap saat membuka mata nanti ia telah kembali pada dunia nyata. Bukan hayalan seperti saat ini.

"...istri kedua."

Ucapan lelaki itu berhasil menyentak pikirannya. Membuka mata dan masih melihat tatapan lembut nan tenang serta senyuman di wajah lelaki di hadapannya membuat perempuan itu kehilangan kata-kata.

"Ini sulit." Bisiknya.

Elusan lembut pada punggung tangannya membuat perempuan itu bimbang. Apakah dia harus mengiyakan permintaan lelaki di depannya itu dan melukai perasaan perempuan lainnya? Atau menolak dan melupakan segalanya kemudian menghilang tanpa jejak?

Rumit.

"Saya mencintai kamu, Ajeng Larasati."