Download App

Chapter 2: Bagian 2: Hujan

Memendam sebuah perasaan terlalu lama akan menjadi suatu sebab kita sakit hati. Serasa begitu sulit untuk dia mengetahui jika selama ini ada seseorang yang sangat mencintainya. Namun apa yang akan terjdi jika seorang perempuan mengungkapkan perasaannya terlebih dahulu? Jelas itu akan merasa gengsi.

Derasnya air hujan tak akan bisa mengalahkan niatnya untuk pergi ke sekolah. Pintu mobil dibuka dengan payung di angkat ke atas, langkah kakinya segera berlari menuju kelas. Hujan angin membuat pakaiannya menjadi sedikit basah dan hampir payung yang ia pegang terbawa oleh angin. Dinda berlari menuju kelas dengan angin berlawanan yang berhasil membawa payungnya melayang terbawa angin.

"Aduh. Sial!"

Dinda tak memikirkan payungnya ia cepat-cepat berlari menuju kelas sebelum pakaiannya basah kuyup.

"Aaaaa...." Batu besar ini berhasil membuat Dinda terpeleset jatuh menyebabkan lututnya sedikit berdarah.

Uluran tangan itu menawarkan untuk membantu Dinda bangun dari jatuhnya. Tak berpikir panjang lagi Dinda menerima uluran tangan itu. Wajahnya tidak sempat melihat orang yang memberikan pertolongan kepadanya. Dinda hanya terfokus oleh kakinya yang terluka. Lelaki itu menggendong Dinda. Dilihat dari bahunya, Dinda sedikit mengenal lelaki ini. Badan yang tinggi, kulit yang cukup putih dan keras untuk seorang pria.

"T-t-terimakasih..." hanya kata itu yang tertuang di mulut Dinda. Badannya yang terasa dingin membuat lelaki itu semakin cepat menuju ruang UKS.

UKS begitu terasa sepi, tidak ada anggota PMR. Mungkin ini terlalu pagi. Lelaki itu menyuruh Dinda untuk duduk di kursi kayu dengan kondisi basah. Dinda masih terasa kesakitan dengan lutut dan pergelangan kakinya.

"Sebentar gue cari obat dulu." Lelaki itu mencari obat di lemari P3K yang sudah tersedia.

Sampai saat lelaki itu mengolesi betadine, Dinda tidak sempat menatap lelaki itu, dia hanya tertunduk. Jonathan meraik kedua tangan Dinda membersihkan telapak tangannya dengan tisu basah secara perlaman. tidak lecet cuma kotor saja.

"Jonathan." Lelaki itu mengulurkan tangannya, mengajak berkenalan.

Sontak saja wajah Dinda menjadi terangkat saat tertunduk terlalu lama. Lelaki yang saat ini dia kagumi menolongnya bahkan sampai menggendongnya menuju UKS. Lelaki dari personil Grup Band sekolah ini, dia mempunyai suara bagus dan dapat memainkan berbagai alat musik. Terutama gitar dia sangat terlihat keren ketika memainkan gitar. Hanya saja lelaki itu sedikit nakal dan sering ikut tawuran dengan sekolah lain.

"Dinda" Jawabnya gugup dengan uluran tangannya yang bergemetar.

"M-makasih kak." sambungnya dengan nada suaranya terlihat sedikit malu.

Lelaki itu mengangguk dan meletakkan kapas dan betadine dibawah kolong meja. di lihat dari belakang punggungnya lebar dan kokoh cocok untuk bersandar. tingginya sekitar 175cm. sangat tinggi untuk siswa kelas 12. Dia berpakaian tidak rapih celana pensil, bajunya ketat dikeluarkan dan 2 kancing dibuka membuat belahan dadanya terlihat.

"Kalau boleh tahu kenapa baju kakak terlihat kotor?" Celetuk Dinda.

"Maaf kak, kalo tidak perlu dijawab tidak apa-apa." Lelaki itu tiba-tiba saja terdiam karena pertanyaan Dinda yang terdengar sok akrab.

"Pak Kusmanto ngasih hukuman."

Perbincangan yang pendek membuat mereka berdua saling mengenal satu sama lain. Cowok ini sangat berbeda sekali dengan cerita murid-murid di sekolah ini. dia sangat populer disisi negatif. sisi positifnya adalah ketampanan yang membuat semua cewek meleleh. seperti halnya tadi dia sangat lembut sekali. Seorang pemberontak yang lembut kepada cewek.

Setelah selesai di UKS mereka berdua kembali ke kelas masing-masing. Jonathan tidak kembali ke kelas dia masih dalam hukuman. semua toilet sekolah harus bersih tuntas. Apakah dia mengerjakannya dengan baik? tentu tidak. Dia sering keluyuran bahkan sembunyi-sebunyi merokok di lingkungan sekolah.

Dinda murid pindahan beberapa bulan yang lalu. Dia sudah beradaptasi dengan baik disini, perempuan kalem dan anggun. dia sering mendapatkan kejuaraan diperlobaan matematika dan fisika.

Ruang Segi 4 8x8 M

"Thanks ya Nin udah mau pinjemin gue baju seragam, besok gue bakalan di laundry deh baju lo ini." Dinda duduk dikursinya dan membuka buku pelajaran yang akan disampaikan oleh guru.

"Hahaha...santai aja kali Din, by the way tadi lo ditolong sama kak Jonathan ya? Jujur Din itu romantis banget." Suara tawa samar-samar Nina begitu cukup menyinggung Dinda.

"Biasa aja. Dia Cuma nolongin gue." Dinda kembali fokus dengan buku pelajarannya dan membuka selembar demi selembar.

Jam pelajaran pun dimulai. Semua siswa fokus dengan materi yang disampaikan oleh guru. Itu semua karena guru itu terlihat sangat galak sehingga suasana kelas ini begitu hening, tidak ada yang berani untuk saling menjahili. Dino sudah merasa kapok sering dihukum karena disaat pelajaran berlangsung dia selalu melempar buntelan kertas kepada siswa yang sedang serius mendengarkan guru. Tentunya guru itu bersikap tegas dan menghukum Dino untuk terus berdiri di depan dengan satu kaki dan kedua tangan menyilang memegang telinga sampai jam Istirahat.

Nina adalah teman sebangkunya. dia pun sama sangat mengagumi Jonathan. Cuma sebatas mengagumi saja. Dia sadar mustahil untuk seorang Jonathan menyukai dirinya. Tapi dia orang yang baik selalu menolong teman kelasnya termasuk Dinda. Dia juga orangnya peduli terhadap penampilan. Di dalam tasnya banyak sekali skincare yang dibawa. Dia juga sudah menjadi langganan guru BK membawa kosmetik kesekolahan.

Sore ini Dinda menunggu kendaraan umum dihalte. Setelah di telpon Ibunya berkali-kali, Handphonenya tidak aktif begitu juga dengan telepon rumah tidak ada yang mengangkat panggilannya.

Hari semakin sore jalanan ini terasa sepi, tidak ada angkot, taksi maupun ojek. Mobil berwarna merah menyala berhenti dihadapannya, kaca mobil itu membuka memperlihatkan wajah si pemiliknya.

"Ayo naik" Laki-laki yang menggunakan kacamata hitam dan seragam yang sama dengan Dinda menyuruhnya masuk kedalam mobil.

Mata Dinda yang tadinya lesu setelah berlama-lama menunggu kendaraan umum tiba-tiba terbuka dengan lebar. Ini akan menjadi hari keberuntungan untuknya, bisa bersama dengan laki-laki yang dia sukai sejak di tournament Bola Volli

Dengan Jaim Dinda menolak ajakan Jonathan. Dasar cewek, mana ada cewek yang nggak mau di ajak sama pangeran sekolahan.

"Udah gak papa, jangan malu-malu. Yo, masuk."

Dinda mematung dan mengiyakan tawaran dia setelah pintu depan dibuka olehnya

Keheningan terjadi begitu lama setelah mobil melaju beberapa menit yang lalu. Jonathan fokus dengan arah jalan rumah Dinda. Dinda hanya bisa melihat jalanan dan menggigit bibir bawahnya.

"Disini aja. Makasih ya." Dengan cepatnya Dinda membuka pintu Mobil dan keluar dengan rasa malunya.

"Din..."

Dinda menoleh kepadanya setelah keluar dari Mobil.

"Besok lo harus ikut gue. Nina dan Tani bakalan ikut kok. Jadi lo harus ikut, gaada penolakan."

"Ehhh..."Dinda mengangguk dan mengucapkan terimakasih lagi. Dengan hati yang berbunga-bunga, senyuman yang berkembang setelah Jonathan mengantarkannya didepan rumah.

Ini seperti sebuah mimpi yang tak bakalan terjadi. Dinda terus menepuk-nepuk pipinya berjalan kekamarnya, tak meyangka hal ini bisa terjadi terlalu cepat. Dia tidak menyangka bisa berduaan dengan cowok itu. Dia hanya memperhatikan Jonathan dari jarak jauh sebelum mengenal dirinya. Dengan tubuh yang atletis juga berbakat dalam bidang musik membuat Dinda meleleh.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login