Wanita itu menyuruh si staf hotel mengantarnya ke kamar 3086. Mereka tiba di depan pintu kamar dan wanita itu memasang telinga baik-baik. Dia berharap bisa mendengar jeritan menyedihkan Lilia Pangestu, tapi hanya ada keheningan.
Wanita itu mengerutkan kening dengan kesal. Mungkin dinding kamar hotel ini terlalu kedap suara, sehingga dia tidak dapat mendengar apapun. Dia menempelkan telinganya di pintu kamar dan kembali menajamkan telinganya. Namun sekali lagi keheningan menyambutnya.
Akhirnya dia kehilangan kesabaran dan menoleh pada staf itu. "Apa kamu yakin mereka ada di dalam?"
Staf itu tidak menjawab dan justru mendorong wanita itu masuk ke dalam kamar yang tidak terkunci.
"Maaf, Nona Rina!" Staf itu membanting pintu hingga tertutup dan memegangi gagang pintunya supaya wanita itu tidak bisa keluar.
"Hei! Apa yang kamu lakukan?! Buka pintunya!" Wanita itu berteriak sambil menggedor-gedor pintu.
Namun sesaat kemudian, wanita itu berhenti menggedor pintu. Sebagai gantinya, terdengar suara teriakan, "Peter, ini aku! H-Hei, apa yang…aaahh!!!"
Staf itu melompat mundur saat mendengar jeritan wanita itu. Dia buru-buru mengeluarkan teleponnya dengan tangan gemetar dan menelepon Lilia.
"N-Nona Lilia, dia sudah masuk!" Lapornya dengan suara bergetar.
Dia menerima instruksi berikutnya lewat telepon, lalu segera pergi ke elevator khusus staf di ujung lorong. Setelah menunggu selama beberapa menit, pintu elevator terbuka dan serombongan reporter berebutan keluar. Staf itu mengarahkan mereka ke kamar nomor 3086.
Para reporter itu datang karena mendengar kabar kalau seorang aktris terkenal sedang menemui kekasihnya di pesta perayaan ini. Walau informasi itu tidak menyebutkan siapa nama aktrisnya, mereka tetap datang dengan penuh semangat.
"Cepat, siapkan lensa kameranya!"
"Pastikan perekam suaranya sudah siap!"
"Jangan sampai keduluan reporter lain!"
Mereka tiba di depan kamar 3086 dan langsung menyerbu masuk begitu si staf membukakan pintu kamar.
Pemandangan dalam kamar itu mengejutkan mereka semua. Cahaya kamera mereka menangkap ruangan yang berantakan dan pakaian yang bertebaran di mana-mana. Di atas tempat tidur, seorang pria bertubuh gemuk sedang memukuli wanita yang menangis sesenggukan.
*****
Dua puluh menit kemudian, bunyi sirine ambulans yang berhenti di depan hotel menginterupsi kemeriahan pesta perayaan.
Para tamu berkerumun di lobi dan melihat para reporter berhamburan keluar dari elevator hotel. Setelah mereka semua keluar, muncul dua orang yang memapah seorang wanita dari elevator. Tubuh wanita itu hanya ditutupi oleh selembar selimut hotel.
Petugas medis yang baru datang segera membaringkan wanita itu di atas tandu sebelum membawanya ke ambulans. Namun semua orang sudah telanjur melihat penampilan mengenaskan wanita itu.
"Benar-benar wanita yang menyedihkan…"
"Siapa yang memukulinya sampai mukanya babak belur seperti itu?"
"Apa dia tamu pesta ini juga?"
Komentar para tamu itu mencapai telinga Rina, yang hanya bisa berbaring lemah di atas tandu. Dia merasa seperti sedang berada di atas panggung dan menjadi tontonan semua orang.
Rina tidak paham mengapa rencananya yang tersusun rapi menjadi berantakan seperti ini. Dia hanya ingin menyiksa Lilia dan mempermalukannya sebagai balasan untuk pertengkaran mereka kapan hari. Tapi Peter justru menyerangnya dan Lilia sama sekali tidak terlihat batang hidungnya.
Ketika petugas medis sedang mmembawanya melintasi lobi, Rina mendengar seseorang berbicara dengan suara lantang, "Hei, bukankah dia model yang bernama Rina Calya?"
Seketika itu juga timbul keributan di antara para tamu.
"Siapa Rina Calya itu?"
"Bukannya dia model yang berpura-pura jadi orang kaya dan ditipu habis-habisan?"
"Ah! Kudengar dia menaruh paku di sepatu model lain di audisi untuk fashion show! Ini pasti karma!"
Rina mengertakkan gigi dan hanya bisa menahan malu sampai dia dibawa masuk ke dalam ambulans.