Download App

Chapter 3: Hanya Minum Sari Buahnya

Mata Mia bagaikan sutra, kakinya agak lemas, dan bibirnya yang dipulas lip gloss terlihat seksi dan menggoda. Diciumnya ujung bibir Petra, lalu berkata sambil tersenyum manis, "Aku mau yang asam-asam. Cuaca sekarang sedang panas, aku hanya mau minum sari buah prem."

"Oh?" Petra sedikit menaikkan alisnya, pupilnya yang seperti obsidian sedikit menggelap. "Aku suka asam…." Matanya tampak agak sayu. Dia lantas melihat ke arah perut Mia. "Jangan-jangan?!"

Mia melotot jijik. "Memangnya kau tidak bisa melihat sendiri?"

Petra tertawa. Dia menyukai wanita ini.... Tidak mengganggunya, dan wanita itu akan melakukan tugasnya sebagai istri saat dia kembali.

Dia selalu bertanya padanya, 'Mia, kenapa kamu mau menikah denganku?'

Mia dengan jujur menjawab, 'Karena saya butuh uang, dan kau tidak butuh.'

Petra butuh istri untuk mendapatkan saham kakeknya dari tangan kedua pamannya. Wanita yang terlalu banyak bermimpi tidak cocok untuknya….

Jelas, Mia yang mengatakan bahwa dirinya "butuh uang" adalah kandidat terbaik.

Terlebih lagi….

Petra melihat mata Mia semakin dalam, dan sudut bibir tipisnya membentuk lengkungan jahat.

"Pernah berpikir untuk memberiku satu?" Petra menatap Mia dengan dalam.

Mia mengeluh di dalam hati, 'Pria ini tahu tidak, sih, kalau memanfaatkan wanita cantik adalah hal memalukan?'

Tertawa, Mia mengedipkan matanya dengan polos. "Pada awalnya, aku hanya mengatakan untuk menjadi istrimu…. Kalau kau mau anak, harganya akan jadi mahal."

Bibir tipis Petra melengkung sedikit, dan setelah mengecup sudut bibir Mia singkat, dia berkata dengan suara rendah dan memikat, "Kartu kredit itu boleh kau gunakan… apapun yang kamu mau, terserah padamu."

Hati Mia tergetar. Pria ini selalu punya cara untuk membuatnya bingung. "Kau mampu menanamkannya di perutku, dan aku juga mampu mengandungnya. Tapi kalau kamu tidak mau lagi, aku bisa sakit!"

Melihat raut wajah Mia yang tampak sedih, Petra tahu wanita ini berpura-pura, tetapi masih menyenangkan dirinya.

Petra mencubit hidung Mia pelan dan berkata dengan lembut, "Kakak mengajakku makan malam. Kau temani aku, ya."

Ketika mendengarnya, Mia seketika menegang dan tanpa sadar, dia ingin menolak…. Hanya saja, perasaan itu menghilang dalam sekejap, dan wajahnya kembali tanpa ekspresi.

"Oke…." Mia tersenyum dan sedikit mendorong Petra menjauh. "Kalau begitu aku akan naik ke atas untuk berganti pakaian."

"Ya," jawab Petra, lalu melepaskan Mia.

Sebelum pergi, Mia mencium pipi Petra. Dia lantas berbalik tajam dan menuju ke atas.

Sebelum naik, meski begitu, ketika membalik tubuhnya, topeng di wajahnya retak, seperti akan terlepas.

Petra memperhatikan Mia menghilang ke kamar tidur dengan tatapan yang dalam, lalu memalingkan pandangan. Dia mengambil gelas anggur merah di sampingnya dan menyeruputnya. Bibir tipis itu perlahan merekah membentuk senyum aneh.

Mia kembali turun tak lama setelahnya. Terusan kerjanya sudah ditanggalkan, berganti menjadi terusan sifon sepanjang lutut. Rambutnya yang bergelombang dengan alami juga digerai longgar, seolah tiba-tiba berubah menjadi peri kecil yang memesona.

"Oh, aku tidak mau berangkat...." Petra tiba-tiba memeluk pinggang Mia saat datang dan kemudian mendorongnya ke bar, matanya yang dalam perlahan-lahan dipenuhi dengan gairah.

Dengan seketika, diri Mia diselubungi napas yang dalam, dan detak jantungnya memburu tak terkendali.

Meskipun alasan Petra menikah adalah karena membutuhkan seorang istri, dan Mia membutuhkan uang, mereka telah menikah selama hampir dua tahun, dan mereka sudah tidur bersama sejak pertama kali menikah.

Karena mengalami musibah, Mia sangat membutuhkan uang. Dia bersyukur bisa menikahi Petra.

Setidaknya ... Petra tidak memperlakukannya dengan salah.

Sebenarnya, pada intinya, Mia hanya menunjukkan keinginan yang kuat akan uang. Tapi, bagaimanapun juga, dia sudah mencoba yang terbaik untuk melakukan apa yang harus dilakukan seorang istri.

"Aku tidak peduli lagi…" Mia menunduk dan menggambar bentuk melingkar di dada Petra. "Hanya saja, Kakak pasti akan mengira aku menyeretmu pergi."

Ucapannya lesu. Dia juga mendongakkan pandangan dengan polos dan memainkan bulu matanya yang panjang.

Petra, katakan tidak, katakan tidak ...

Mia terus berteriak di dalam hatinya, dan matanya menunjukkan bahwa masalah ini penting.

Ketika Mia memohon seperti itu, di mata Petra, itu justru menjadi undangan.

"Peri Kecil ..." Petra membungkuk, bibirnya ditempelkan ke bibir Mia. Lidahnya masuk dan menyentuh semua saraf di mulutnya, berayun dan menari bersamanya.

Dalam sekejap, kedua orang itu sudah tenggelam dalam suasana yang memanas, dan mereka sepertinya akan melakukannya di sana, di bar itu….

Brrrr. Brrrr.

Ponselnya tiba-tiba bergetar tidak pada waktunya, mengingat Petra yang sudah siap melakukannya kapan saja tiba-tiba berhenti.

"Jawab teleponnya dulu..." kata Mia dengan tidak jelas.

Petra melepaskan bibir Mia dan menatap orang yang malu karena ciumannya itu. Matanya semakin dalam. Diambilnya ponselnya di meja bar, melirik peneleponnya, dan meletakkan ponselnya di telinganya. "Setengah jam lagi… Ya… Oke!"

Setelah menutup telepon, Petra memasukkan ponselnya ke dalam sakunya, lalu mengangkat tangannya untuk menghapus lip gloss yang didapatnya dari bibir Mia. Suaranya serendah cello dan terdengar menggoda. Bibir tipisnya mengucap, "Nanti kulanjutkan kembali malam ini...."

Mia belum melambat, tapi ketika Petra mengatakan hal ini, dia langsung menjawab, "Petra nanti pulang setelah makan dan minum-minum. Apa masih kuat mengurusku?"

Petra tersenyum. "Ah, aku suka kalau kau cemburu."

"... " Mia menatap senyum Petra, dan dia merasa agak ingin mengumpat.

Dari mana kamu lihat aku cemburu? Aku jelas mengejek, mengejek!

Hal-hal kecil dariku saja disalahpahami. Dia ini mabuk?

Mia dibawa masuk oleh Petra ke Spyker barunya, yang merupakan edisi terbatas dan hanya ada delapan mobil di dunia.... Dari penampilan luar maupun dalam, mobil ini hanya menyuarakan satu kata: mewah!

Jujur saja, itu norak sekali!

Cocok dengan sifat Petra Ardian….

Mia berusaha sebisa mungkin memikirkan sesuatu yang dapat mengalihkan perhatiannya.... Di hari-hari pertama pernikahan diam-diamnya dengan Petra, selama lebih dari setahun, dia dapat beradaptasi dengan segalanya. Tapi tidak mungkin dia bisa terbiasa menemani Petra mengunjungi kakak perempuannya, Adelia.

Dia takut menemui orang itu….

Hati Mia langsung sakit saat memikirkan orang itu.

Ketika pertama kali Petra muncul, Mia tidak tahu bahwa Petra masih memiliki hubungan seperti itu dengan wanita itu.... Kalau saja dia tahu….

Heh, lantas bagaimana jika dia tahu? Apa dia tidak akan menikahi Petra?

Pada saat itu, apakah dia masih berhak memilih?

"Kau memikirkan apa?" Petra sudah menanggalkan pesona dirinya seperti ketika mereka sendirian di rumah. Saat ini, pandangannya tampak tidak peduli dan asing seperti biasanya. Melirik Mia, rasanya tajam, seolah dia bisa memahami segalanya. "Pria mana yang kamu pikirkan?"


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C3
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login