Download App

Chapter 18: PART 17 - SEMUA BERSALAH

Jika kebenaran adalah hal yang paling dinantikan oleh setiap orang, mungkin hal sebaliknya terjadi kepada Chris. Kebenaran yang ia terima seolah adalah kejahatan yang menusuk jantungnya. Tidak percaya. Tidak menduga. Dan tak pernah menyangka bahwa hidup akan bisa sekejam ini.

Mereka yang dulu bersama seolah dirasuki oleh dendam yang begitu mendalam. Sebuah perjalanan hidup yang dulu terukir manis, kini hanya menyisahkan sebuah kenangan dengan tanda tanya.

Meski ia mencoba mengelak dan berusaha tidak percaya dengan apa yang telah terjadi, tapi sang waktu seakan membukakan matanya. Kematian ayahnya ternyata karena ada tangan dingin dari ibunya sendiri.

Kesal, sedih, marah semua bercampur menjadi satu. Ia tidak tahu apakah dengan membenci ibunya hal itu akan menjadi lebih baik. Tapi, memaafkan seorang pembunuh juga bukan tindakan yang mudah dilakukan.

….

Chris memang tidak pernah tahu bahwa sebenarnya kehidupan rumah tangga orang tuanya tidaklah seharmonis dulu kala. Mungkin jika di depannya mereka seolah menampakan sebuah keluarga yang harmonis dan penuh cinta. Tapi dibelakang itu semua, mereka seakan raga yang berpisah dengan bayangannya.

Cinta yang terlanjur dipaksakan memang tidak akan pernah berakhir dengan kebahagian. Sekalipun berusaha untuk meranjut harapan tersebut, tapi tetap saja angan – angan itu hanya sebatas mimpi di siang hari. Kau dan dirinya hanyalah sekumpulan cerita dari masa lalu yang ingin hidup kembali di masa depan.

Tak akan pernah bisa, bahkan sampai maut memisahkan.

VERA DI VONIS BERSALAH

Setelah melewati beberapa kali persidangan, akhirnya Hakim memutuskan Vera bersalah atas pembunuhan berencana. Vera dihukum 15 tahun pejara oleh Majelis Hakim. Meski tuntutan itu lebih ringan, tapi tetap saja rasanya berat menerima semua kenyataan ini. Mendengar putusan itu Vera tak tahan menahan air matanya. Meskipun dalam persidangan Vera mengatakan menyesal, namun tetap saja waktu telah berlalu dan tak bisa kembali. Apa yang ia lakukan, kini harus ia pertanggung jawabkan.

Vera berdiri, ia menatap anak laki – lakinya untuk terakhir kalinya.

"Chris…maafkan mama". Ujarnya dengan nada merintih. Tangis wanita paruh bayah itu pun seakan tak bisa dibendung lagi. Tangisan penyesal namun sang waktu tak mengenal kata kasihan. Tak ada kata kembali. Apa yang sudah terjadi tak akan pernah bisa diulang.

Mendengar ucapan ibunya tersebut ia hanya bisa terdiam. Ia menundukan kepalanya, seolah tidak ingin menunjukan kesedihan yang begitu mendalam.

….

CHRIS YANG HARUS HIDUP MANDIRI

Setelah ditinggal pergi oleh sang ayah tercinta dan sang ibu yang harus mendekam di balik jeruji besi. Kini Chris harus hidup mandiri dan merawat sang adiknya yang masih balita. Rumah mewah yang pernah mereka tempati dulu terpaksa dijual. Chris memilih untuk tinggal dirumah yang lebih sederhana.

Ia sadar bahwa kehidupannya kini tak akan lagi sama. Tak ada kemewahan dan kebahagiannya. Kini ia harus hidup dalam keprihatinan. Ia harus bisa tegar dan merawat adiknya yang masih balita.

….

Karena tetap harus menjalani hidup dengan mandiri, ia memilih untuk cuti kuliah terlebih dahulu dan mencari perkerjaan. Sang Adik yang masih balita ia titipkan kepada tetangganya.

….

Hari demi hari ia lewati dengan penuh kesabaran dan keteguhan. Sampai pada akhirnya ia bisa bertahan dan terus berjuang untuk merawat adiknya. Lelah dan letih adalah teman yang senantiasi menemani hari – harinya. Tapi mau bagaimana lagi, hidup harus terus berjalan bukan.

….

BEBERAPA TAHUN KEMUDIAN

Setelah menjalani kehidupan yang begitu sulit sebuah harapan kembali menerangi hidupnya. Setelah mendapatkan sebuah pekerjaan di salah satu perusahaan di Jakarta, Chris kembali melanjutkan kuliahnya. Meski harus menghabiskan waktu dan tenaga lebih banyak dari anak muda pada umumnya, namun tekadnya begitu kuat. Tekadnya untuk terus melangkah dan maju menggapai masa depan, seakan membiaskan rasa lelahnya.

….

Beban yang itu pikul sendirian selama ini terbayarkan sudah. Ia bisa menyelesaikan kuliahnya dan lulus dengan nilai terbaik. Walau pada hari wisudanya ia tak ditemani oleh siapapun kecuali bayangannya sendiri. Padahal ini adalah hari yang paling dinantikan dalam hidupnya. Andai saja kedua orang tuanya saat ini ada, mungkin kebahagiaan itu akan terasa lengkap.

….

SANG WAKTU MEMPERTEMUKAN MEREKA KEMBALI

Malam itu langit seolah menumpakan kesedihannya. Tetasan air dari langit membahasi setiap daratan bumi. Suara petir yang germuruh memberhentikan kendarannya. Ia lalu menepi di salah satu warung kopi. Terlihat beberapa orang sedang menyatap mie instan dan segelas teh hangat.

"Silakan duduk disana dek" Ujar pemilik warung tersebut.

"Mau pesan apa?"

"Mie goreng dan teh manis hangat saja"

"Baik, silakan ditunggu"

Suara pria itu seakan tak asing ditelinganya. Suara yang pernah terdengar beberapa tahun yang lalu kini seakan hadir kembali. Ia milirikan pandangannya. Dilihatnya sosok pria dari masa lalu itu sedang berada disamping dirinya.

"Mas maaf boleh bagi tissunya" Tanya Chirs.

Tanpa berkata – kata pria itu memberikan sebuah tissu yang berada dihadapannya. Meski ia tak menolehkah wajahnya, namun Chris seakan mengenalinya.

"Dim" Katanya sembari menepuk pundak pria tersebut.

Dengan perlahan – lahan, pria itu menolehkan wajahnya. Pria dari masa lalu itu kini kembali. Kembali kekehidupannya.

Dimas berdiri dan bergegas pergi meninggalkan Chris. Ia lalu mengejarnya sampai – sampai melupakan pesanan yang telah disajikan.

"Dim tunggu Dim"

Dimas terus melangkahkan kakihnya meski rintik hujan masih membasahi bumi.

"Dim". Ia meraih tangan pria itu. Hangat. Seperti halnya mentari ditengah kutub utara.

"Ada apa lagi. Gue udah gak mau tahu lagi tentang kehidupan keluarga loh ya. Hidup gue udah cukup tenang sekarang" Bentaknya.

"Dim, tenangkan diri loh. Ada banyak hal yang tidak loh tahu. Lebih baik loh ikut gue dulu, kita bicara ditempat yang lebih nyaman.

….

"Silakan duduk Dim, anggap ajah rumah sendiri" Ujarnya sembari menebar seyum.

Ia lalu menyuguhkan segelas teh hangat untuknya.

"Ok, sekarang loh mau ngomong apa?"

Chris terdiam. Ia hanya menundukan kepalanya sembari menahan air matanya.

"Kenapa loh malah diam!!!".

Ia lalu menunjukan ke arah jarum jam 12. Dilihatnya sesosok balita yang sedang tertidur pulas.

"Apa maksudnya? Lalu dimana Hans?"

"Mungkin ada baiknya kita bicara besok pagi ya Dim. Kalau loh mau bermalam disini juga tak masalah"

MEREKA MENUJU KETEMPAT PEMAKAMAN HANS

Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang, mereka sampai disebuah pemakaman.

"Kenapa loh membawa gue kesini?"

Chris hanya terdiam, terus saja melangkah sampai pada akhirnya langkah kakinya terhenti disebuah makam.

"Ini adalah pemakaman Hans" Ujarnya dengan sedikit terbata – bata.

" Gak. Loh bohong kan. Jawab gue Chris". Ia seolah tidak menerima kenyatannya bahwa kekasihnya dulu telah tiada. Telah terbaring untuk selamanya.

Air matanya dan henti – hentinya menetes. Ia memeluk dengan erat makam sang kekasihnya dulu. Raga yang dulu pernah bersama kini seolah dipisahkan untuk selamanya. Kau dan aku bukan lagi raga yang kehilangan bayangan, akan tetapi harapan yang tertutup oleh kebinasaan.

"Udah Dim" Chris mencoba menenangkannya. "Sebelum meninggal papah pernah bilang ingin dimakamkan disamping istri pertamanya".

"Maksudnya?"

"lihatlah disamping mu?"

Dimas membalikan badannya. Dilihatnya sebuah makam bertuliskan Dian Purnamasari.

"Kau bilang Hans dimakamkan disamping istri pertamanya?"

"Iya. Apakah kau mengenalnya?"

"Tidakkkkkkkkkkkkkk"...…

Bersambung...


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C18
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login