"Hah, begitu rupanya, sihir dan kekuatan fisik. Keduanya harus seimbang," ucapnya sembari tersenyum. Gadis itu bangkit berdiri. Mencoba untuk menetralkan seluruh emosi yang ada pada dirinya. Dalam beberapa waktu, Freislor dapat menguasai tubuhnya sendiri. Ia mengambil jalan tengah bersama dengan Krapolis untuk melakukan penyatuan diri. Ada sebuah mahkota di kepala Freislor kala itu.
"Sudah cukup, Reos!" pekiknya. Gadis itu berjalan dengan santai ke arah Reos dan yang lainnya. Kedua tangannya ia ayunkan ke depan, membuat Reos dan yang lainnya lumpuh. Kedua kaki mereka tak mampu berjalan. Detik selanjutnya, gadis itu mengayunkan tangan ke samping kanan. Pepohonan dan dedaunan seakan bergerak mengikuti permainan tangan Freislor.
"Ah, sial! Bagaimana dia bisa mendapatkan kekuatan itu? Apa yang terjadi padanya?" tanya Reos. Ia memicingkan kedua mata di hadapan Freislor. Tak ambill pusing, ia menggunakan sebuah kristal yang selama ini ia simpan. Kristal itu ia lempar ke udara. Dan hal itu membuat Reos, Guansin, dan juga Relopso menyatukan tubuh mereka. Lord Swerol yang tiba-tiba berada di hadapan mereka terkejut melihat hal itu.
"Lord Swerol, menyingkirlah! Aku akan bertanggung jawab atas kerusakan ini!" pekik Freislor. Gadis itu tersenyum dan menjetikkan jarinya. Tak perlu waktu lama untuk membuat lelaki itu tak mampu bergerak. Selang beberapa detik, Freislor melepas jaket miliknya. Semua orang dibuat takjub dengan pakaian yang dikenakan oleh Freislor.
"Apa yang terjadi denganmu?" tanya Lord Swerol. Freislor tak menjawabnya, ia hanya memilih untuk bungkam. Garis di kedua tangannya menunjukkan ada beberapa hal yang tak bisa dikendalikan. Freislor pun mencoba memperbaiki gerakannya. Namun, dari telapak tangannya, muncul sebuah bilah pedang yang panjang dengan perpaduan warna hitam.
"Ayo, kita selesaikan ini," ucap gadis itu sembari tersenyum licik. Karoline berlari ke belakang Freislor. Ia memejamkan kedua matanya dan menyalurkan energinya untuk gadis itu sebelum tubuhnya mematung. Sebelum mematung, gadis itu berkata dengan lirih, "Freis, berjuanglah dengan benar. Jangan kecewakan aku."
Freislor tersenyum dan menitikkan air mata. Gadis itu merasa sedih karena ia harus menelan kepahitan karena hampir seluruh warganya mengorbankan nyawa mereka. Dilihatnya Karoline yang mulai mengabu, terbawa oleh angin yang berhenbus di malam hari. Freislor memejamkan kedua mata. Menengadahkan kepala ke atas langit. Denyut jantungnya berpacu dengan cepat. Kedua tangannya ia luruskan ke depan. Muncul sebuah lambang persegi dengan lingkaran di tengah tangannya.
"Kyoultrupoli," ucapnya lirih. Seluruh semesta kali ini menyuguhkan perputaran galaksi, beberapa planet seperti Merkurius, Pluto, dan juga Jupiter berputar dengan cepat, sebelum akhirnya menyusut. Setelahnya, planet-planet itu turun ke bumi. Breckson yang tak mengerti dengan perlakuan Freislor menatapnya heran. Remaja itu mendongakkan kedua matanya ke atas.
"Apa yang akan kau lakukan, Freislor?" tanyanya pada diri sendiri. Berkali-kali ia berusaha membebaskan diri. Tapi, tubuhnya seakan mematung dan tak mampu bergerak. Di satu sisi, Freislor mulai menyatukan planet yang bergerak di atasnya. Ia menggabungkannya menjadi satu. Reos dan yang lainnya menatap Freislor dengan tatapan bengis.
"Saudara terbodoh! Kamu tidak tahu betapa bengisnya kami berdua saat berada di depanmu, ha?" tanya Atreas. Sosok ular yang menjelma menjadi manusia itu segera menyerang Freislor. Meski tubuh mereka bertiga menjadi satu, siapapun bisa memegang kendali sesuka hati mereka. Dan kini, Atreas menjadi pimpinan mereka.
"The Golden Age tidak akan pernah mati, Atreas. Kau salah menebaknya sebagai barang buangan yang tidak berguna." Tubuh mereka yang bersatu seketika bergerak ke arah Freislor. Tangan mereka berukuran lima kali lipat lebih besar dari tubuh gadis itu.
"Gwetisdau," ucap Relopso. Salah satu tangannya, ia arahkan ke atas langit. Dalam sekejap, beberapa bola api menyembur dan berjatuhan di bumi. Pasukan Lord Swerol yang tengah berjaga seketika bersiap siaga.
"Pasukan! Amankan warga yang lainnya!" pekik penjaga utama yang berjaga di batas keamanan bagian depan. Freislor yang melihat hal itu merasa marah. Tak ada lagi cahaya peradaban dunia ke-empat bagi dirinya. Gadis itu buru-buru menajamkan kedua matanya untuk melihat ke arah Relopso. Dalam hitungan detik, bola-bola api yang hendak jatuh meledak di angkasa. Dan ia memanfaatkan kesempatan itu. Freislor segera berlari memutari Atreas dan yang lainnya.