Download App

Chapter 19: HARI RESMI JADIAN

Setelah memesan ojek online, barulah Raya pergi ke tempat Devan. Sebenarnya dia ragu, untuk masuk ke rumah itu, tapi mau bagaimana lagi? Dia ingin sekali bertemu dengan Devan.

Raya terlihat takut-takut saat tangannya memencet bel pintu masuk pagar. Dan tak lama kemudian seorang berseragam khas security menghampiri dirinya. "Maaf, ada yang bisa saya bantu, Nona?"

"Pak, saya ke sini mencari Devandra. Apakah dia sedang ada di rumah?"

"Oh, Mas Devan dari tadi di rumah, Nona. Maaf, kalau boleh tahu Anda ini siapa dan ada keperluan apa mencari Mas Devan?" tanya orang itu sedikit menyelidiki.

"Nama saya Raya, wali kelas dari Devandra di sekolah. Hari ini dia tidak masuk sekolah tanpa izin. Saya khawatir dia kenapa-kenapa."

Petugas security itu kemudian membukakan gerbangnya. "Nona, tunggu sebentar di sini saya akan meminta izin ke orang rumah dulu."

Raya menunggu dengan sabar sampai dia diantar masuk ke rumah dan bertemu dengan Tante Wina. Wanita paruh baya yang sangat awet muda itu, tampak kaget melihat kedatangan Raya. "Ray, aku senang sekali akhirnya kamu mau datang ke rumah ini lagi. Bagaimana kabarmu sekarang?"

Raya pun menyalami Tante Wina. "Seperti yang Anda lihat sendiri sekarang ini, saya baik-baik saja, Tante. Bagaimana dengan Anda?"

Tante Wina merangkul pinggang ramping Raya dan menuntunnya ke ruang tamu. "Aku luar biasa sehat, Ray. Oya, kamu pasti mau menanyakan soal Devan, ya?" tanyanya asal menebak saja.

Raya mengangguk mantap. "Betul, Tante. Saya sedikit cemas. Tak biasanya Devan absen tanpa keterangan. Apakah dia saat ini dalam keadaan baik, Tan?"

Raut muka Tante Wina berubah sedih. "Dia semalam pulang malam, entah ke mana perginya. Dan pagi tadi aku memeriksa badannya panas sekali. Aku sangat khawatir, entah apa yang terjadi padanya."

Runtuh hati Raya seketika saat mendengar hal itu dari Tante Wina. Ini semua kesalahannya. Dia telah melukai perasaan bocah itu.

"Tante, boleh saya menjenguknya. Saya ingin bertemu dengannya." Raya tak bisa menahan hatinya lagi. Dia tak bisa juga kehilangan bocah yang selama ini mengisi hari-harinya.

"Boleh dong. Raya tolong kamu bujuk dia untuk makan yah. Dari sejak pagi perutnya belum terisi apa pun," pinta Tante Wina dan langsung diiyakan oleh Raya.

Lalu dia bergegas masuk ke kamar Devan. Tampaknya tak ada suara apa pun selain musik yang mengalun lembut dari komputer. Raya mencari keberadaan muridnya, dan ternyata dia sedang tidur berselimut kain tebal.

Raya segera mendekatinya. Diletakkannya tangan lembut itu di atas kening. Dan dia merasakan panas yang membakar kulit. Di atas meja, ada handuk kecil dan wadah berisi air, mungkin tadi Tante Wina sempat mengompresnya.

Cepat-cepat dia pergi ke kamar mandi sebelahnya dan mengambil air. Lalu mulai mengompres kening Devan dan mengelap keringatnya.

Bocah itu terbangun dari tidurnya. Sempat kaget saat melihat ada Raya di depan matanya. "Raya, kamu di sini? Sejak kapan?" tanyanya sembari ingin duduk, tapi Raya menahannya.

"Sudah, kamu tiduran saja. Aku baru saja datang. Tadi pagi saat melihatmu tidak datang ke sekolah tanpa keterangan apa pun membuat aku khawatir. Ternyata kamu sakit, Dev. Apa karena masalah kemarin? Sungguh aku tak tahan dengan permasalahan kita. Kamu sakit pasti karena aku." Raya tertunduk lemas juga, namun tangannya masih sibuk mengelap keringat Devan.

"Bukan, semua ini bukan salahmu. Aku kemarin 'kan sempat kehujanan dan aku memang tak tahan dengan efek air hujan itu sendiri. Jadinya semalam limbung."

"Dev, kamu makan ya. Akan aku ambilkan. Kata Tante Wina dari pagi kamu belum memakan apa pun. Ayolah, kamu harus mengisi perutmu." Raya yang hendak pergi dari sana ditahan seketika oleh Devan.

"Ray, sebelum aku mengisi perutku, aku ingin mengisi hatiku dulu. Biarkan aku memelukmu barang sebentar saja."

Permintaan Devan tak mungkin ditolak begitu saja. Raya duduk di sebelah. Devan mencoba duduk dan memeluk wanita itu. Lagi-lagi Raya merasakan jantungnya hampir meledak. Degupannya bahkan tidak teratur. Dia menyadari sesuatu bahwa hati telah jatuh cinta pada pria ini.

"Raya apa kamu mendengarkan suara jantungku yang berdetak dengan cepat. Aku sangat menyukainya. Setiap berdekatan denganmu aku menikmati alunan suara detak jantungku yang menderu. Ini pertanda apa?" Devan kini menatap mata Raya lekat. "Izinkan aku merasakannya setiap hari."

Hampir melayang rasanya, Raya benar-benar terbuai dengan ucapan Devandra. Raya pun terbawa suasana. "Dev, semalam aku kacau karena mengingat kemarahanmu. Rasanya hatiku terluka setiap melihatmu pergi dengan wajah menyiratkan kesedihan. Dan baru aku sadari ternyata ... hatiku telah jatuh cinta padamu."

Devan melongo beberapa detik, lalu dia tersenyum senang sekali. "Serius, Ray. Aku tidak salah dengar 'kan? Atau telinga bermasalah karena demam ini?" Sekali lagi Devan memastikan semua ucapan Raya adalah nyata.

Tangan Raya mengelus wajah Devan yang memerah karena sedang demam. "Kamu tidak salah dengar. Aku memang mencintaimu. Dan tak mau lagi menyembunyikan perasaanku hanya karena status kita sebagai guru dan murid. Aku pikir banyak kasus siswa pria menikahi guru mereka. Jadi aku pun kini akan membiarkan hatiku berkembang untukmu."

"Raya, jadi selama ini cintaku tidak hanya bertepuk sebelah tangan saja?" Lagi-lagi Devan bertanya seolah butuh kepastian lagi dan lagi.

Raya mencubit hidung Devan. "Astaga, Devan! Kamu ini sakit demam loh, bukan bermasalah dengan pendengaran. Aku bikang sekali lagi aku cinta kamu."

Sekali lagi Devan memeluk wanita itu. Dia lega sekarang, perjuangannya untuk mendapatkan Raya tak sia-sia. Semua berakhir indah pada waktunya. "Aku tak menyangka hari ini akan tiba dalam hidupku. Kita bisa bersama-sama lagi. Tapi apakah kamu sudah putus dengan kakakku?"

Pertanyaan yang sulit dijawab. Raya tak bisa menutupi lagi apa yang sebenarnya terjadi padanya dan Claytone kemarin itu. "Sebenarnya aku sudah meminta putus dari Clay. Tapi dia menolak. Padahal sudah jelas-jelas dia punya hubungan khusus dengan Cindy. Tapi kenapa masih mau mempertahankan aku. Kakakmu memang super egois. Mungkin aku akan bilang ke Claytone lagi."

"Jangan. Aku tak mau kamu menemui Kakakku. Biar aku yang bilang kepadanya tentang kita."

Raya yang sedikit panik. Dia tak ingin ada pertengkaran di antara kedua kakak beradik itu. "Biar saja aku yang bilang padanya. Aku tak ingin nanti malah menjadi sumber perselisihan antara kalian. Lagian ini 'kan masalah aku dan Claytone, jadi izin aku menyelesaikan sendiri dengannya."

"Baiklah. Tapi kamu tak boleh lagi terlibat perasaan dengannya. Dan jika dia memohon-mohon untuk tetap bersamamu, jangan mudah goyah. Karena kita sudah menjalin hubungan sekarang. Sekarang kamu milikku. Hanya untukku."

"Iya, bawel."

Devan mengacak-acak rambut Raya. Dan saat itu juga Tante Wina masuk membawakan makanan dan minuman untuk mereka berdua.

Devan dan Raya gelagapan. Mereka panik. Begitu juga dengan Tante Wina yang sedikit syok karena melihat pemandangan aneh itu. Apakah hubungan murid dan guru bisa seakrab itu, bahkan terlihat seperti orang yang sedang di mabuk cinta.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C19
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login