Download App

Chapter 20: SYARAT JADIAN ANTARA RAYA DAN DEVAN

Raya beranjak dari tempat tidur Devan untuk membawakan nampan yang berisikan makanan dari Tante Wina. "Sini, Tante. Biar aku yang memberinya pada Devan."

Tante Wina segera menghapus pikiran buruk tentang mereka berdua. Lalu tersenyum melihat kedekatan guru dan murid itu. "Apakah di sekolah, kalian juga seperti kakak dan adik seperti ini?"

Devan mengangguk. "Tentu saja kami sedekat ini. Dia 'kan calon kakak iparku. Kenapa Mama bertanya seperti itu pada kami?"

"Tidak apa-apa. Aku hanya suka saja dengan kedekatan kalian ini. Jadi lebih akrab. Dan setuju sekali dengan pemikiran Devan. Sebentar lagi 'kan Raya akan menjadi bagian dari keluarga kita, jadi kita harus berusaha untuk sedekat mungkin dengannya seperti ini," timpal Tante Wina yang menyetujui pendapat Devan. "Ya sudah. Nikmati waktu kalian ya. Aku akan ke dapur dulu untuk memasak, nanti malam ada klien Papa mau datang."

Devan tertawa setelah ibunya keluar dari kamar itu.

"Dev, hampir saja kita ketahuan 'kan? Bisa gawat kalau sampai Tante Wina mencurigai kita." Raya sedikit panik tadi melihat perubahan muka dari ibu kekasihnya.

"Memangnya kenapa kalau ibuku tahu. Toh cepat atau lambat nanti juga semua anggota rumah ini bakal tahu tentang hubungan kita. Apakah kamu siap?" Devan memajukan tubuhnya untuk mendengar jawaban dari Raya lebih jelas lagi.

Raya tersenyum. "Aku siap membeberkan hubungan ini ke publik tapi dengan satu syarat saja."

Devan mengernyit. "Syarat apa lagi, Ray?"

"Kamu harus menyelesaikan sekolah dulu, baru kita akan mengumumkannya pada keluargamu."

Devan merasa yakin bisa lulus sekolah dengan cepat. "Oke. Aku kan menyelesaikannya."

"Sekarang kita makan dulu. Kamu dari tadi belum makan loh. Apa nggak lapar gitu? Buka mulut. Aaaa...."

Devan menerima suapan dari Raya. "Bagaimana aku bisa makan kalau tadi saja, sakit di sini tak kunjung reda." Dia menunjukkan ke dadanya.

"Uluh uluh, cintaku. Apakah sekarang masih terasa sakit di sini?" Raya mengusap dada Devan.

Devan menggelengkan kepalanya. "Tidak lagi. Semuanya musnah sirna karena kamu datang juga padaku, Ray. Terima kasih ya, Sayang."

Ya ampun, telinga Raya benar-benar harus siap dengan panggilan barunya. "Dev, tapi ingat ya. Kita harus merahasiakan hubungan ini di sekolah. Kamu tahu 'kan akibatnya jika aku sampai ketahuan memacari murid yang masih aktif bersekolah. Risikonya aku bisa kena sanksi dari komite sekolah. Jadi sebisa mungkin kita harus jaga jarak ya."

"Iya, aku juga mengerti kalau masalah itu. Tapi di kontrakan aman 'kan, Ray? Atau kita kalau mau pacaran harus pergi ke mana gitu?"

"Nah, itu lebih aman lagi. Pokoknya jangan melakukan hal yang mencurigakan di sekolah." Raya menyuapi Devan lagi.

"Kalau mengantar jemput dirimu di kontrakan, tak apa-apa 'kan, Sayang? Kita 'kan sudah sering melakukannya."

Raya mengangguk. "Boleh, asal aku turunnya agak jauh."

"Tapi bagiku itu malah menimbulkan kecurigaan orang yang tak sengaja melihat kita. Lebih baik, aku tetap mengantarmu seperti biasa hingga di area parkir sekolah. Toh, orang-orang juga sudah tahu kalau kita akan menjadi saudara ipar. Kita biarkan saja mereka berpikir seperti itu."

"Setuju, ternyata kamu pandai juga ya. Oya, aku tak bisa lama-lama di sini. Ada tugas dari sekolah yang harus kuselesaikan. Besok Pak Danu akan memarahiku jika pekerjaan sampai tidak selesai. Yang penting aku lega sekarang bisa melihatmu ceria lagi. Tinggal masa penyembuhan 'kan?"

"Nanti malam aku susul ke kontrakan ya? Please," pinta Devan yang seolah tak mau lagi terpisah dari Raya.

"Dev, kamu 'kan masih sakit. Istirahatlah di rumah. Jangan pergi ke mana-mana!" bentak Raya tegas melarang Devan pergi ke kontrakannya.

"Kenapa aku 'kan masih kangen." Devan mengelus pipi Raya yang kini berwarna semerah tomat.

Raya membalasnya dengan cubitan kecil di lengan. "Pokoknya jangan ya jangan. Istirahat saja di rumah. Kita bisa teleponan nanti 'kan?"

Devan akhirnya menyerah. Dia mengangguk pasrah saja. "Baiklah, Ibu Guru. Aku akan menuruti semua keinginanmu."

Setelah Devan menghabiskan makanannya, barulah Raya pamit pulang. Dia tak mau lama-lama di sana. Takut jika Tante Wina benar-benar akan mencurigai mereka memiliki hubungan khusus.

Raya pulang ke kontrakan dengan perasaan yang bahagia. Akhirnya masalahnya dengan Devan bisa terselesaikan dengan baik, tugasnya hanya tinggal memutuskan Claytone.

"Uhuy, kelihatannya ada yang lagi bergembira nih. Hei, ada apa dengan ekspresimu ini? Dari tadi senyum melulu. Beda sekali dengan semalam. Perasaan semalam hampir menghabiskan stok tisu untuk sebulan deh. Dan sekarang, lihatlah dirimu." Nadia masuk ke kamar Raya tanpa izin. Itu sudah menjadi kebiasaan yang tak bisa dihilangkan dari muka bumi ini.

Raya masih senyum-senyum sendiri tak jelas. "Coba tebak, hari ini aku bahagia karena apa hayo?"

"Pasti karena kamu menang give away sepuluh juta." Nadia asal menebak.

Raya menggeleng.

"Ya ampun, setelah bertahun-tahun bekerja di sekolah, akhirnya kamu mendapatkan promosi jabatan ya. Aku ikut bahagia." Nadia hendak memeluk sahabatnya itu, tapi langsung dicegah.

"Hal itu hanya terjadi dalam mimpimu. Jangankan kenaikan jabatan, gaji lima ribu perak saja tak pernah naik."

Nadia mendengus. "Fix, gua menyerah. Apa sih yang membuat lo jadi se-happpy ini? Cerita dong!"

"Aku yakin kamu bakalan kaget mendengar cerita ini, Nad," ucap Raya penuh keyakinan.

"Kalau itu bukan tentang Park Seo Joon yang tiba-tiba hadir di depan muka gua, itu tak akan membuatku kaget."

"Aku sudah jadian," kata Raya singkat.

Nadia heboh bukan main. Dia melonjak tak tentu arah. "Serius, Ray? Siapa yang berhasil menggaet lo hingga membuat berpindah hati ke cowok itu?"

Raya mengatur napasnya sejenak, bersiap untuk kehebohan selanjutnya. Dalam hatinya menghitung, satu, dua, dan tiga. "Devandra."

"Astaga! Kamu benar-benar bodoh atau apa sih, Ray? Habis terjerat cinta toxic dengan kakaknya, dan sekarang malah memacari adiknya? Kamu 'kan bilang sendiri kalau Devan masih bau kencur dan tak mau kamu disebut sebagai Tante girang," omel Nadia tak habis pikir dengan sikap sahabatnya.

Raya merangkul Nadia. "Ya habisnya bagaimana, Nad. Hati tak bisa dibohongi loh. Aku sangat menyukai Devan, sejak dia berusaha hadir dalam hidupku. Dia membawa kebahagiaan baru yang selama ini tak pernah kudapatkan dari sosok Claytone. Dulu aku sering menyangkal perasaan ini. Namun, ketika melihat Devan tadi sakit akibat peristiwa semalam, aku menyadari bahwa hatiku ini telah jatuh cinta padanya. Dia yang mengubahku menjadi lebih gembira."

"Iya sih. Aku juga tahu posisimu sekarang, Ray. Yah, sebagai seorang sahabat, aku hanya bisa ikut mendoakan yang terbaik. Semoga kamu bahagia bersama Devan. Dan jangan lupa traktirannya."

Mereka saling berpelukan satu sama lain.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C20
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login