Download App

Chapter 2: Malam di Kastil Hitam

Saat malam tiba, kegelapan pekat menyelimuti. Jalanan menjadi gelap gulita dan hutan adalah tempat yang berbahaya. Namun di tengah kegelapan itu, kastil hitam tampak berkilau dengan hiasan obor bertebaran. Terutama di salah satu ruangan di sisi timur kastil hitam tampak hidup dan bercahaya. Suara tawa dan musik dapat terdengar hingga ke halaman kastil.

Dalam ruangan yang terang dan penuh alunan musik, seorang pemuda dengan pakaian bagus dan tongkat berornamen tengah menikmati hidangan dihadapannya. Pelayan-pelayan pria berdiri siap di sudut ruangan. Di salah satu sisi ruangan sekelompok pemusik memamerkan kebolehan mereka. Pelayan-pelayan wanita dengan sigap mengisi gelas dan menukar piring kosong didepan si pengelana.

"Sepertinya masakan dapur kami sesuai dengan lidah tuan Russel. Ahli masak kami akan senang sekali, terima kasih tuan Russel." kata seorang pria tua bulat berjanggut yang duduk diseberang si pengelana.

Si pengelana yang dipanggil Russel tersenyum senang.

"Justru saya yang berterima kasih tuan Dalton. Sambutannya meriah sekali. Saya tidak menyangka akan disambut oleh tuan Dalton Dundram, salah satu jendral perang sekaligus tangan kanan tuan besar Rowland."

"Tuan Russel sudah jauh-jauh datang kemari jadi sambutan seperti ini sudah sewajarnya. Apalagi tuan Russel adalah putra tuan Baldric Ingram, penguasa negeri Ingram, rasanya sambutan seperti apapun tidak akan cukup."

Suara tawa Russel dan Dalton bersahutan seiring malam. Piring-piring berisi makanan datang dan pergi. Setelah melihat tamu nya tampak puas dan tidak menyentuh lagi makanan nya, Dalton mengangkat topik yang sedari tadi ditundanya untuk ditanyakan.

"Lalu, ada keperluan apa gerangan tuan muda Ingram datang mengunjungi Kastil Hitam ini? Apakah kunjungan ini ada hubungannya dengan surat terakhir yang kami kirimkan untuk tuan besar Baldric?"

"Sungguh celaka, hampir saja saya melupakan alasan saya datang kemari. Sambutan keluarga Rowland sungguh hangat, membuat saya merasa seperti bertemu teman lama. Betul sekali tuan, sesungguhnya saya datang untuk menyampaikan pesan Ayahanda mengenai balasan dari surat yang sudah kami terima mengenai ikatan persekutuan antara Ingram dan Rowland. Bolehkah saya meminta untuk bertemu tuan Rowland?"

"Hoo pesan langsung dari tuan Baldric Ingram. Saya paham akan pentingnya surat tersebut. Akan tetapi saat ini Tuan besar sedang dalam ekspedisi ke Negeri Utara. Bolehkan si tua Dalton ini menerima surat nya sebagai perwakilan tuan besar?"

"Eh, tapi saya berkali-kali ditekankan oleh ayahanda untuk memberikan surat nya langsung pada tuan Rowland, jadi...."

"Begitu..."

Keduanya terdiam.

Wajah Russel tampak khawatir. Kalau tuan Rowland tidak ada di Kastil Hitam berarti dia harus melanjutkan perjalanan nya ke medan perang di Utara untuk mengantarkan suratnya, atau dia bisa menunggu di sini hingga tuan Rowland kembali. Yang mana sebaiknya dia lakukan.

Dalton tampaknya juga memikirkan hal yang sama. Ia kemudian menghabiskan isi gelasnya dalam sekali teguk.

"Baiklah! Begini saja. Aku tidak tahu kapan tuan besar akan pulang tapi kalau tuan Russel tidak keberatan, silahkan tuan tinggal disini sebagai tamu dari Kastil Hitam."

"Benarkah! Tapi, apa tidak merepotkan?"

"Ah tidak merepotkan. Lagi pula kalau kau meneruskan perjalanan ke Utara dan berselisih jalan dengan tuan besar maka surat dari tuan Ingram akan semakin lama sampai di tangan tuan besar. Hey!"

Dalton memberi isyarat dengan tangan nya. Salah seorang pelayan pria dengan segera menghampiri nya.

"Tuan Russel Ingram ini adalah tamu kita. Siapkan kamar untuknya dan pastikan kebutuhannya terpenuhi selama dia ada disini."

"Siap tuan."

Si pelayan pria mengangguk bergegas keluar ruangan.

"Nah dengan ini tuan Russel tidak perlu memusingkan tempat tinggal selama berada di negeri Rowland."

Russel tampak kaget dengan keputusan tiba tiba dari tuan Dalton.

"Ah... Terima kasih tuan Dalton!"

Dalton mengisyaratkan dengan tangannya agar Russel tidak terlalu memikirkannya sementara ia mengosongkan isi gelas ke mulutnya. Melihat itu Russel pun melakukan hal yang sama. Setelah gelasnya kosong ia teringat akan sesuatu pesan dari ayahnya.

"Ehm, tuan Dalton. Sebenarnya ada satu hal lagi pesan dari ayahanda yang saya baru saja teringat."

"Hoo ada pesan selain surat untuk tuan besar?"

"Bukan, pesan dari ayahanda yang ditujukan kepada saya. Saya disuruh oleh ayahanda untuk belajar tehnik sihir kepada ahli sihir negeri Rowland."

Hampir saja Dalton tersedak.

Tehnik sihir adalah salah satu penentu menang kalahnya perang. Dengan mengetahui tehnik sihir yang mumpuni pasukan tentara maupun individu dapat mengubah arah peperangan. Dengan mengetahui informasi tehnik sihir yang digunakan lawan maka ahli strategi bisa mempersiapkan taktik paling optimal.

Mempelajari tehnik sihir dari negeri lain bisa berpotensi memberikan informasi kekuatan serta kelemahan militer negara tersebut, dan anak muda dari negeri lain di depannya dengan mudahnya mengatakan mau mengetahui tentang sihir negeri Rowland.

Sebagai seorang jendral perang keluarga Rowland, Dalton tidak bisa mengabaikan hal yang baru saja didengarnya, tapi ia berhasil menguasai diri.

"Kau serius, tuan Russel?"

Russel mengangguk.

Dalton memperbaiki posisi duduknya. Raut wajahnya yang bulat tampak sedang berpikir.

"Tuan Ingram menyuruhmu, salah satu putranya, mengantarkan surat balasan ke negeri kami seorang diri, dan menyuruhmu untuk belajar tehnik sihir dari kami?"

Apa maksud tuan Ingram, pikir Dalton. Tuan Ingram harusnya tau bahwa tidak mungkin suatu negeri mau begitu saja berbagi rahasia militer mereka. Terlebih lagi mengutus putra nya tanpa pengawalan untuk hal ini. Apakah tuan Ingram berniat memancing perang dengan tuan Rowland?

"Mungkinkah... Tuan Russel, apakah kau tahu isi surat balasan dari tuan Ingram?"

"Ah, aku tidak tau isi suratnya... Tapi saat ayahanda membaca surat dari tuan Rowland ia tampak senang hingga terbahak bahak dan segera menulis balasan nya. Setelah surat balasan nya selesai ayahanda langsung memerintahkan ku untuk berangkat ke negeri Rowland dengan surat ini."

"Hahaha begitu. Ya sudah kuduga! Tuan Ingram menyuruh tuan Russel belajar disini karena beliau setuju akan persekutuan negeri kita."

"Kalau begitu..."

"Tapi tuan Russel, tentu tuan mengerti kalau kami tidak bisa membiarkan orang yang bukan bagian dari militer kami untuk belajar tehnik sihir keluarga Rowland, terlebih lagi orang dari luar negeri."

"Ah tentu saja. Saya mengerti. Saya tidak bermaksud untuk belajar begitu saja. Tentu saja saya berniat untuk membayar..."

Dalton mengangkat telapak tangannya.

"Tuan Russel, maaf saya memotong... Maksud saya, bagaimana kalau sebagai gantinya tuan Russel belajar sihir negeri Rowland, tuan juga mengajarkan sedikit sihir negeri Ingram ke keluarga Rowland?"

***

Jamuan penyambutan Russel yang berlangsung hingga larut malam akhirnya berhenti saat tuan Dalton tumbang karena terlalu mabuk. Russel kemudian diantar ke kamar tamu oleh pelayan.

"Saya akan menunggu diluar, apabila tuan butuh sesuatu mohon menarik tali yang ada di samping tempat tidur, saya akan segera datang."

"Ya, tentuuu."

Si gadis pelayan menundukkan kepalanya dan menutup pintu.

Russel berbalik dan melihat sekeliling. Di dalam ruangan itu terlihat kasur besar yang tebal, sebuah meja dan sepasang kursi, serta sebuah lemari kayu besar. Ruangan itu tidak terlalu besar dengan pohon Lilin di atas meja menjadi penerang utama ruangan itu.

"Kamar tamu yang nyaman. Hiks!"

Russel berjalan sempoyongan ke tengah ruangan dan mengeluarkan tongkat nya.

"Besihkan hiks, tubuh dan pikiran ku. '...Diztosica'."

Cahaya hijau lembut menyelimuti tubuh Russel. Raut wajahnya yang memerah perlahan-lahan kembali cerah. Nafasnya pun kembali teratur.

Rasa mabuk nya menghilang seiring pudarnya cahaya putih kehijauan yang menyelimuti nya.

"Baiklah, selanjutnya. Ehm, Keheningan yang melindungi, berikan batasan untuk getaran. 'Silenzio'."

Cahaya tipis kebiruan terpancar dari ujung tongkat Russel dan merayap melapisi lantai hingga langit langit ruangan. Saat seluruh sisi ruangan dilapisi oleh cahaya kebiruan suara nyayian malam pun terhenti.

Hening.

"Nah, sekarang..."

Russel duduk di kursi dan mengeluarkan gulungan kertas dan alat tulis dari kantong barang yang ia bawa. Ia membuka gulungan kertasnya.

"Waktunya menulis laporan untuk Baldric."

Alih-alih menulis dengan tinta, Russel mengangkat tongkat sihirnya. Setelah menggumamkan matra, ujung tongkat nya bergerak cepat. Kata demi kata tertoreh di kertas seiring ayunan tongkatnya. Secepat kata-kata tertulis secepat itu pula kata-kata itu menghilang dari atas kertas.

"Si tua Dalton itu cukup tajam. Dia mengizinkan ku menginap di kastil mungkin untuk mengawasi ku lebih mudah. Aku tidak sempat menanyakan soal Gauld, tapi mungkin aku bisa bertemu dengannya saat sesi mengajar besok. Tapi..."

Ayunan tongkat Russel berhenti.

"Si tua itu betul-betul licik, sekarang aku jadi harus mengajari anak-anak Rowland sihir dari Ingram. Paling tidak itu juga membuatku memiliki alasan untuk tinggal disini dan mengumpulkan informasi, jadi kurasa tidak masalah. Untuk materinya... akan ku putuskan setelah melihat kemampuan mereka jasa."

Russel mengangkat tongkatnya.

"Kembalikan suara dalam keheningan. IlSilenzio."

Cahaya putih terpancar dan butiran kecil kebiruan tampak berjatuhan dan menguap saat menyentuh lantai.

Nyanyian burung hantu kembali terdengar. Begitu juga dengan suara pepohonan yang dibelai angin malam.

Russel menaruh tongkat nya, mengambil pena bulu dan mencelupkan nya kedalam tinta. Ia kemudian membalik gulungan kertasnya dan mulai menorehkan kata-kata.

'Kepada ayahanda.

Aku sudah sampai di Kastil Hitam dengan selamat. Saat ini Tuan Rowland sedang tidak ada di sini. Tapi tuan Dalton Dundram mengizinkan ku untuk tinggal sebagai tamu di Kastil Hitam. Aku juga akan belajar tehnik sihir di sini bersama putera-puteri keluarga Rowland. Aku pasti akan menyampaikan surat nya kepada Tuan Rowland.

Dari putra mu, Russel Ingram.'

Russel mencoret sudut kertasnya dengan pola khas sebagai tanda dan menggulung kertasnya.

"Selesai. Tinggal mengirimkannya... *yawn* saat matahari terbit nanti."

Russel berjalan berat meninggalkan meja dan melemparkan tubuhnya ke atas kasur. Tubuh dan pikirannya begitu lelah. Segera saja suara dengkurannya terdengar beralunan dengan nyanyian malam.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login