Download App

Chapter 27: Galau

Galau. Itu yang dirasakan Mimi beberapa hari ini. Dia masih bertanya-tanya apakah memang Alan itu lelaki kabutnya. Jika benar Alan, maka yang dilakukannya saat ini adalah menunggu. Lalu bagaimana dengan Sisi? Sisi sepertinya sudah bisa menduga, tapi selama Mimi tidak membahasnya, Sisi juga tak menanyakan.

"Si!" kata Mimi saat mereka tengah menunggu dosen di dalam kelas.

"Yup, kenapa Mi?".

" Gue mau ngomong serius. Boleh?".

"Kayak apaan aja sih lo. Ya ngomong aja, gue dengerin."

Mimi tampak bingung memulai dari mana, akhirnya Sisi yang berinisiatif membuka percakapan.

"Mau bahas soal lelaki kabut elo yang kemungkinan Alan orangnya?" tanya Sisi.

"Si, lo ngga marah kan? Tapi sumpah deh Si, gue ngga ada rasa sama Alan. Makanya gue bingung pas tahu lelaki kabut itu dia."

"Nyantai aja ah. Gue ngga apa-apa kok. Mungkin dulu gue pernah begitu menyukai dia. Tapi atas nasehat elo ke gue, gue mulai bisa move on. Kadar cinta gue ke dia udah tinggal sedikiiiiiiit banget! Kalau soal perasaan elo, seandainya kalian emang ditakdirkan berjodoh, pasti hati lo akan terbuka juga. Emang lo yakin banget dia lelaki kabut itu?".

" Hmmm saat ini sih semua mengarah ke dia Bahkan PR pun kemungkinan dia."

"PR? Maksud kamu apa sih?".

" Ya ampun, gue belum pernah cerita ya soal PR?".

"Ya belum lah!".

Lalu Mimi bercerita tentang PR. Sisi takjub mendengar cerita Mimi.

" Hadeuh, hidup lo kok kayak drakor sih Mi? Gue jadi iri. Pasti dimasa lalu lo pernah nyelamatin dunia deh, makanya nasib lo bagus banget." kata Sisi mulai ngaco. "Terus kalau Alan memang lelaki kabut lo, lo akan berbuat apa? Kan lo tahu Alan seperti apa. Ngga bakalan lah dia pacaran. Lagian, emang dia suka sama elo?" goda Sisi.

"Kalau gue ceritain lo jangan ngambek ya!".

" Cerita apa lagi nih?".

Mimi kembali menceritakan obrolannya dengan Tama yang menjelaskan siapa orang yang disukai Alan.

"Wadawww, jadi dia itu minta Tama jagain elo? Lho Tama mau? Apa dia ngga nyakitin diri sendiri?".

" Maksudnya nyakitin diri sendiri itu gimana Si?".

"Lo ngga merasa, kalau Tama kemungkinan suka sama elo?".

Mimi menggeleng.

" Alaaah, paling lo pura-pura bego. Orang jelas-jelas kelihatan gitu kok. Makanya Irfan jadi uring-uringan terus."

"Udahlah, ngga usah bahas itu. Kan gue lagi ngobrolin lelaki kabut," elak Mimi. Sesungguhnya diapun kecewa pada kenyataan ini. Mengapa justru Alan yang menjadi lelaki kabutnya? Padahal mereka sama sekali tidak dekat.

---

"Lho kok cuma berdua? Tama kemana?" tanya Sisi pada Edo dan Irfan saat mereka berkumpul di kantin.

"Ada kerjaan katanya, jadi pulang duluan," jawab Edo.

"Sibuk banget ya? Kayaknya udah seminggu ini deh Tama ngga gabung sama kita, " kata Sisi lagi.

Mimi hanya diam mendengarkan obrolan mereka. Dalam hatinya pun ada tanda tanya, kemana Tama seminggu ini? Apa Tama menghindarinya? Memang sih, Mimi belum mencoba menghubungi Tama lagi sejak pembicaraan terakhir mereka. Apa dia coba saja?

"Gue ke toilet sebentar ya!" kata Mimi dan langsung pergi tanpa menunggu jawaban.

Saat dirasa teman-temannya tak melihat lagi, Mimi mencoba menghubungi Tama, namun ternyata ponselnya tak aktif. Akhirnya Mimi hanya mengirimkan pesan saja, berharap Tama segera membalas begitu membacanya.

Saat akan kembali menemui teman-temannya, tak sengaja Mimi berpapasan dengan Alan. Namun Alan hanya tersenyum saat melihatnya, lalu berlalu begitu saja. Sejenak Mimi merasa kesal, namun akhirnya tersadar bahwa Alan tidak tahu jika Mimi sudah mengetahui semuanya.

"Apa-apaan ini? Kenapa gue kesal dia cuek gitu? Ada apa sih sama hati gue? Kok makin ngga jelas, galau gara-gara dua cowok. Hadeuh... mulai ngga beres nih otak gue," batin Mimi.

"Kenapa lo? Kok kayak orang linglung gitu?" tanya Sisi begitu dia sudah bersama mereka lagi

"Ngga apa-apa, pusing aja gue."

"Cieee pusing diantara dua pilihan ya Neng?" goda Sisi.

"Dua pilihan? Maksudnya apa nih?" tanya Edo. Sementara Irfan hanya menatapnya dengan rasa ingin tahu.

"Ah ngga, Sisi aja yang ngasal," jawab Mimi sambil melotot kepada Sisi. Sementara Sisi hanya terkikik geli.

---

"Mi, nih punya elo ketinggalan di perpus." kata Ria teman sekelasnya sambil menyerahkan sebuah kotak bertuliskan namanya lengkap dengan NIM dan jurusannya.

"Apaan nih? Bukan punya gue kok!" kata Mimi bingung.

"Tapi itu nama elo kan? NIM elo juga? tadi penjaga perpus sempat ngecek di kartu perpus dulu soalnya."

"Iya sih, tapi gue ngga merasa punya ini."

Ria hanya mengangkat bahunya, lalu pamit

"Kenapa Mi?" tanya Sisi.

"Ini, katanya punya gue ketinggalan di perpus. Tapi ini bukan punya gue Si Bingung deh!".

Sisi mengambil kotak dari tangan Mimi, " tapi Nim nya Nim elo Mi."

"Iya!".

" Ya udah dari pada penasaran lo buka aja!".

"Kalau BOM gimana?" kata Mimi lagi

"Ish, kebanyakan nonton drama nih! Udah buka aja!" kata Sisi tak sabar.

Mimi membuka bungkusan kotak itu, didalamnya adalah dus kecil berwarna baby blue polos kesukaannya. Saat dibuka tampak sebuah botol kecil bertuliskan "Message in the bottle" dengan tinta hitam. Semantara dibagian dalamnya terdapat pasir laut, cangkang kerang dan gulungan kertas coklat yang terikat dengan tali rami.

Mimi membuka tutup botol itu. Lalu mengambil gulungan kertas itu dan membukanya.

"Aku ngga tahu kamu suka pantai atau tidak. Asal kamu tahu, aku selalu bermimpi suatu saat akan menyusuri pantai bersama kamu. Tapi apakah itu akan jadi nyata? Hanya kamu yang bisa menjawab."

-PR-

"Dari PR?" kata Sisi yang ikut membaca pesan itu. Berarti dari Alan dong?".

Mimi kembali menggulung kertas itu dan memasukannya ke dalam botol. Ada sedikit rasa gemas dihatinya, kok bisa-bisanya muka Alan se-flat tadi saat berpapasan dengannya. Padahal dia baru menitipkan ini untuknya. Memang jago acting dia.

Mimi mengambil ponselnya lalu,

Mimi : Makasih hadiahnya.

PR : Sudah kamu terima?

Mimi : Sudah. Kenapa dititip ke perpus? Kan bisa dikasih langsung atau dikirim ke rumah seperti biasa.

PR : biar cepat diterima kamu aja.

Mimi : Oh okey, makasih ya!

PR : Jadi gimana? Mau ke pantai sama aku?

Mimi : Ngga!

PR ; lho kenapa?

Mimi : karena aku ngga pernah pergi sama orang yang ngga dikenal.

Pesannya tak dibalas lagi oleh PR. Setelah itu Mimi mengecek apakah ada balasan dari Tama, tapi ternyata belum ada. Hari itu perasaannya benar-benar dibuat galau akut. Tama yang menghilang, Alan yang cuek. Semua jadi terasa menyebalkan. Kenapa dia harus mengalami hal ini? Sisi bilang dia ada diantara dua pilihan. Tapi apakah Tama termasuk pilihan, jika dia saja tak pernah tahu perasaan laki-laki itu. Mungkin pada Tama justru cintanya bertepuk sebelah tangan. Sementara pada Alan, dia malah bingung harus bersikap seperti apa. Karena meski tahu perasaan Alan, tapi tak pernah dia katakan. Mau menunggu kok rasanya lucu.

Mimi menghela nafas panjang, mencoba mengusir galau yang ada dihatinya. "Aku akan coba untuk mengabaikan keduanya saja." batin Mimi.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C27
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login